Jamaah Islamiyah Bubar

Eks Tokoh Jamaah Islamiyah Ungkap Aksi Teror Bom sampai Pembubaran Jaringan Internasional 

Kontroversi JI mencuat lantaran serentetan serangan teror di Indonesia dan luar negeri.

Penulis: Nappisah | Editor: Muhamad Syarif Abdussalam
Tribun Jabar/Nappisah
Abu Dujana (kiri) dan Zarkasih dua mantan petinggi JI saat diwawancarai di satu Hotel di Bandung, Sabtu (27/7/2024). 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nappisah

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Abu Dujana dan Zarkasih merupakan tokoh yang turut andil dalam perjalanan Jamaah Islamiyah selama 31 tahun berdiri. 

Zarkasih misalnya, dia mantan Amir Jamaah Islamiyah periode 2004-2007, sedangkan Abu Dujana Mantan Komandan Askari Jamaah Islamiyah. 

Jamaah Islamiyah adalah organisasi militan Islam di Asia Tenggara yang berupaya mendirikan sebuah negara Islam.  

Kontroversi JI mencuat lantaran serentetan serangan teror di Indonesia dan luar negeri.

“Sebetulnya saya tidak membawahi mereka, tersebar di media seolah-olah saya atasan mereka,” kata Abu Dujana Mantan Komandan Askari Jamaah Islamiyah, Sabtu (27/7/2024). 

Baca juga: Jamaah Islamiyah Bubar, Mantan Amir JI Ungkap Nasib Anggota dan Pesantrennya

Dia menjelaskan, dirinya ditunjuk sebagai Komandan Askari pada tahun 2004. 

“Itu pun hanya kelompok kecil dan hanya kami yang mengendalikan. Adapun kelompok-kelompok tersebut di luar kami, dan tidak tahu menahu. Kecuali pun ada komunikasi, ada akses dan kami sempat bertemu,” terangnya. 

Nama Abu Dujana dan Zarkasih santer berkaitan dengan Noordin Muhammad Top sebagai otak dibalik bom malam natal 2000, bom Bali 2002, bom JW Marriot 2003, serangan teror di Kedubes Australia 2004 hingga bom Bali 2005. Begitupun dengan Azahari bin Husin yang sempat menjadi buronan di Indonesia dan Malaysia. 

Dujana mengatakan, meski sempat bertemu tidak ada pembahasan soal aksi teror. 

“Tidak sama sekali, saya diutus untuk mereka itu sebatas membantu dalam urusan-urusan manusiawi, seperti bertanya sekarang tempat tinggal di mana, apa yang diperlukan." 

“Itu sebenernya bukan perintah JI statusnya inisiatif diri sendiri yang masih berkaitan dengan Al-Qaeda. Tapi kan tidak bisa dipungkiri mereka orang JI, jadi hal yang mereka lakukan itu bukan program JI,” terang Dujana. 

Dia menyesalkan perbuatan oknum yang mencoreng nama baik JI. Pasalnya, secara tidak langsung dampak negatif aksi teror tersebut berimbas kepada yang lain. 

“Kerumitan yang kami rasakan, saya katakan ini overload. Secara organisasi, terbukanya JI karena bom Bali I, sebelumnya kan tidak dikenal,” ujar Zarkasih

“Waktu itu kan orang-orang Malaysia dikejar di sana dan masuk sini, otomatis kami melindungi sebagai muhajir. Muhajir melakukan peledakan itu bagaimana, misalnya tuan rumah kedatangan tamu kita sambut baik-baik tapi dia malah melakukan aksi. Ini namanya overload, di luar dugaan kami, sulit dijelaskan,” jelasnya. 

Zarkasih menjelaskan, bukan waktu yang singkat untuk JI kembali kepada NKRI. Kelompok yang berdiri sejak tahun 1994 ini memiliki jejaring di Asia Tenggara. 

“Dinamikanya 31 tahun, tidak dipungkiri sejak awal JI itu tingkatnya sudah Internasional," kata dia. 

Mulanya, secara kewilayahan dibagi menjadi tiga bagian dan berkembang jadi empat bagian, diantaranya;

Mantiqi Ula (I) wilayah pendukung ekonomi berada di Semenanjung Malaysia (Malaysia Barat) dan Singapura dikarenakan wilayah ini memiliki potensi ekonomi yang sangat baik dibandingkan negara lain di Asia Tenggara.

Mantiqi Tsani (II), wilayah garap utama terdiri atas pulau Sumatera, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Dimana wilayah ini berpotensi sebagai Daulah Islam (kekuasaan atau pemerintahan Islam). Wilayah garap utama ini berada di Indonesia karena mereka pernah menginginkan berdirinya Negara Islam Indonesia.  

Mantiqi Tsalis (III), wilayah pendukung kegiatan militer meliputi Sabah Malaysia, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan Mindanao Filipina Selatan. 

Kemudian Mantiqi (IV) berada di wilayah Australia.  

Meski memiliki wilayah dengan peran-peran yang berbeda, pasca dia dilantik jadi Amir banyak wilayah yang sudah tidak berfungsi karena penetrasi Densus 88 semakin ketat.

“Memang sejak awal anggota JI bukan hanya di Indonesia tapi ada yang di luar negeri. Mengenai pembubaran JI ini mereka berhak mendengarnya, kalau bisa kita jangkau ya kita jangkau,” jelasnya. 

Kendati demikian, suasana geopolitik di luar negeri menjadi keterbatasan pihaknya untuk menyampaikan (pembubaran) secara langsung. 

Sebelumnya, deklarasi pembubaran JI dilakukan di Sentul, Solo dan Bandung. 

“Wong yang di dalam aja sudah susah, jadi ketika deklarasi ini tuh sebelumnya enggak pernah ketemu. Masing-masing mengalami situasi mengamankan diri, jadi deklarasi ini seperti reuni akbar,” jelasnya. (*) 

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved