Perempuan Sukabumi Tewas di Surabaya

Daftar Sikap Janggal Hakim yang Memutus Bebas Anak Anggota DPR RI di Kasus Tewasnya Dini Sera

terdakwa Ronald Tannur (31) divonis bebas oleh majelis hakim PN Surabaya dalam perkara penganiayaan yang menewaskan pacarnya sendiri, Dini Sera

Editor: Ravianto
Kolase SURYA.CO.ID/Tony Hermawan
Erintuah Damanik (kiri) yang vonis bebas Ronald Tannur (kanan), karena tak terbukti aniaya kekasih hingga tewas. keluarga korban akan menyusun laporan kepada Komisi Yudisial (KY) dan Badan Pengawasan Hakim di Mahkamah Agung (MA) agar 3 hakim PN Surabaya itu diperiksa. 

TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Kuasa hukum keluarga almarhumah Dini Sera Afrianti, Dimas Yemahura Alfarauq mengaku tengah menyusun pelaporan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk meminta memeriksa 3 hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang menjatuhkan vonis bebas kepada terdakwa Gregorius Ronald Tannur, anak anggota DPR RI Edward Tannur.

Sebagaimana diketahui dalam perkara ini, terdakwa Ronald Tannur (31) divonis bebas oleh majelis hakim PN Surabaya dalam perkara penganiayaan yang menewaskan pacarnya sendiri, Dini Sera Afriyanti (29).

“Kami sedang dalam penyusunan dan pertimbangan untuk melakukan laporan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi kepada 3 hakim ini, karena kami mengindikasi dan kami merasa perlu dilakukan pemeriksaan KPK terhadap 3 hakim ini,” kata Dimas dalam diskusi daring Polemik bertajuk ‘Ronald Tannur Bebas Quo Vadis Hukum Kita?’ pada Sabtu (27/7/2024).

Pasalnya, Dimas merasa majelis hakim, utamanya hakim ketua, Erintuah Damanik, menunjukkan sikap janggal selama proses persidangan. 

Di mana Erintuah disebut amat aktif melakukan intervensi, bertindak seolah mencegah saksi memberikan keterangan mendalam, mengeluarkan ucapan yang tendensius, hingga bersikap seolah membela terdakwa.

“Yang paling aktif menurut saya ketua majelis hakim, yang menurut saya sikapnya paling tendensius mengintervensi,” ungkapnya.

Dini Sera Afrianti,  janda muda asal Sukabumi yang tewas di Surabaya. Dini meninggal pada Rabu (4/10/2023) diduga setelah dianiaya pacarnya yang anak anggota DPR RI.
Dini Sera Afrianti, janda muda asal Sukabumi yang tewas di Surabaya. Dini meninggal pada Rabu (4/10/2023) diduga setelah dianiaya pacarnya yang anak anggota DPR RI. (TikTok)

Pemeriksaan KPK, kata Dimas, dirasa perlu untuk melihat apakah ada dugaan penyuapan yang melibatkan para hakim dan terdakwa sehingga terbit putusan vonis bebas kepada anak anggota DPR tersebut.

Dimas berharap jika dalam penyelidikannya KPK mendapati alat bukti yang cukup, dirinya meminta pengusutan dugaan tindakan melawan hukum terhadap 3 hakim bisa diteruskan.

“Dan jika memang ditemukan tindakan melawan hukum dalam perkara korupsi, salah satunya adalah jika terduga melakukan penyuapan, dan jika ada alat bukti yang cukup, maka kami minta KPK juga melakukan penindakan terhadap 3 hakim ini,” katanya.

Baca juga: Sulit Diterima Akal Sehat kata Anggota DPR RI Terkait Bebasnya Ronald Tannur di Kasus Dini Sera

Selain itu, pihak keluarga korban juga akan menyusun laporan kepada Komisi Yudisial (KY) dan Badan Pengawasan Hakim di Mahkamah Agung (MA) agar 3 hakim PN Surabaya itu diperiksa.

“Kami juga akan melakukan penyusunan laporan untuk 3 hakim ini kepada Komisi Yudisial dan Badan Pengawasan Hakim di Mahkamah Agung,” ucap Dimas.

Kuasa Hukum Keluarga Dini Catat Deretan Sikap Janggal Hakim

Sebelumnya Dimas menjelaskan pihak kuasa hukum mencatat banyak sikap janggal yang ditunjukan hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang menyidang dan memutus perkara penganiayaan berujung pembunuhan oleh Gregorius Ronald Tannur, anak anggota DPR RI Edward Tannur.

Sejumlah kejanggalan sikap dan etika hakim yang dicatat oleh kuasa hukum keluarga korban, di antaranya kental sikap intervensif terhadap saksi dan enggan memeriksa secara komprehensif alat bukti yang diajukan jaksa penuntut umum (JPU). 

Di mana hakim kerap mengintervensi keterangan dari saksi ahli, yakni ahli forensik yang dihadirkan jaksa.

Hal serupa juga ditunjukkan hakim ketika jaksa mengajukan saksi dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) guna menguatkan dalil tuntutan.

Namun hakim PN Surabaya justru menyebut LPSK tidak diperlukan kehadiran dan keterangannya dalam persidangan.

Bahkan hakim yang mengadili perkara juga berujar bahwa belum tentu terdakwa merupakan pelaku pembunuhannya.

“Ini sangat-sangat ironis menurut saya,” kata Dimas.

Selain itu, Dimas juga mencatat bagaimana majelis hakim PN Surabaya juga bersikap tendensius mengarah kepada pembelaan pihak terdakwa dan mengeluarkan pernyataan yang dipandang justru membela terdakwa.

“Hakim juga seperti tendensius mengarah kepada pembelaannya kepada pihak tersangka, dan ada beberapa statement hakim yang saya nilai mengarah justru membela kepada kliennya si tersangka,” katanya.

Soal sikap intervensif, Dimas menyebut hakim seakan hendak mencegah keterangan saksi ahli dari JPU dengan cara mengintervensinya.

“Hakim ini cenderung intervensif, beberapa kali dia menghentikan keterangan dari ahli forensik. Misalnya pada saat ahli forensik menerangkan adanya luka perut di bagian perut dan hati, kemudian dia mengatakan bahwasannya ‘di situkan belum tentu menyebabkan meninggal dunia’ ada kata-kata seperti itu, bahkan dia mengatakan ‘dari mana kamu tahu bahwa dia meninggal karena dilindas mobil?’ pernyataan hakim seperti itu tidak relevan dengan saksi yang dihadirkan sebagai saksi forensik,” ujar Dimas.

Sebagaimana diketahui, putusan hakim PN Surabaya, Erintuah Damanik, yaitu menjatuhi vonis bebas kepada anak dari anggota DPR dari PKB, Edward Tannur.

Dikutip dari Tribun Jatim, hakim menganggap seluruh dakwaan jaksa gugur lantaran selama persidangan tidak ditemukan bukti yang meyakinkan.

"Sidang telah mempertimbangkan dengan seksama dan tidak menemukan bukti yang meyakinkan terdakwa bersalah seperti yang didakwa," kata hakim pada Rabu (24/7/2024).

Sebelum divonis bebas, sebenarnya jaksa menuntut agar Ronald dihukum 12 tahun penjara atas pembunuhan terhadap Dini.

Hal tersebut berdasarkan dakwaan jaksa yakni menjerat terdakwa dengan Pasal 338 KUHP atau Pasal 351 ayat 3 atau Pasal 359 KUHP dan Pasal 351 ayat 1.

Dalam vonisnya, hakim menganggap Ronald masih melakukan upaya pertolongan terhadap Dini di masa-masa kritis.

Hal itu berdasarkan tindakan terdakwa yang masih membawa korban ke rumah sakit untuk memperoleh perawatan.

Selain itu, hakim juga menganggap tewasnya Dini bukan akibat penganiayaan yang dilakukan Ronald, tetapi karena dampak dari korban yang mengonsumsi minuman keras (miras) saat berkaraoke di Blackhole KTV Club, Surabaya.

Miras itu, kata hakim, mengakibatkan munculnya penyakit tertentu sehingga korban tewas.

"Kematian Dini bukan karena luka dalam pada hatinya. Tetapi, karena ada penyakit lain disebabkan minum-minuman beralkohol saat karaoke sehingga mengakibatkan meninggalnya Dini," kata Erintuah.(*)

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved