Perempuan Sukabumi Tewas di Surabaya

'Sulit Diterima Akal Sehat' kata Anggota DPR RI Terkait Bebasnya Ronald Tannur di Kasus Dini Sera

Ronald Tannur dibebaskan dari segala dakwaan terkait kasus penganiayaan yang membuat kekasihnya, Dini Sera Afrianti, tewas.

Editor: Ravianto
SURYA.CO.ID/Tony Hermawan
Isak tangis Gregorius Ronald Tannur seusai mendengar vonis bebas dalam sidang putusan di PN Surabaya, Rabu (24/7/2024). 

TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Gregorius Ronald Tannur (31) terdakwa kasus pembunuhan terhadap perempuan Sukabumi bernama Dini Sera Afrianti (29) dinyatakan bebas alias tidak bersalah. 

Terdakwa yang merupakan anak anggota DPR dari Partai PKB tersebut diputus tidak bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada sidang putusan, Rabu (24/7/2024). 

Vonis bebas yang dijatuhkan Hakim Pengadilan Negeri Surabaya, Erintuah Damanik itu memicu reaksi keras.

Vonis bebas anak anggota DPR RI itu dinilai sulit diterima akal sehat.

Sebab putusan itu, seolah-olah mengabaikan fakta dan alat bukti yang diajukan jaksa penuntut umum.

Hal itu disampaikan anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Demokrat Didik Mukrianto, kepada Tribunnews.com Kamis (25/7/2024).

Dini Sera Afrianti (29) asal kampung Gunungguruh, RT.12, RW.04 Desa Babakan, Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi.
Dini Sera Afrianti (29) asal kampung Gunungguruh, RT.12, RW.04 Desa Babakan, Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi. (tiktok@babyandine)

"Saya pribadi sangat prihatin dengan vonis bebas ini. Rasanya sulit diterima akal sehat dalam perspektif keadilan. Dan putusan ini bisa menggerus trust masyarakat kepada pengadilan," ujar Didik.

Ronald Tannur dibebaskan dari segala dakwaan terkait kasus penganiayaan yang membuat kekasihnya, Dini Sera Afrianti, tewas.

Didik berpendapat, majelis hakim minimal harusnya bisa mempertimbangkan pemberlakuan dolus eventualis/voorwadelijk opzet.

Baca juga: Anak Anggota DPR RI yang Diduga Bunuh Warga Sukabumi Bebas dari Jerat Hukum, Keluarga Akan Banding

Di mana dengan dilakukannya suatu perbuatan, pelaku menyadari kemungkinan terjadinya akibat lain yang sebenarnya tidak dikehendaki.

Namun kesadaran tentang kemungkinan terjadinya akibat lain itu tidak membuat pelaku membatalkan niatnya dan ternyata akibat yang tidak dituju tersebut benar-benar terjadi. 

"Dengan kata lain, pelaku pernah berpikir tentang kemungkinan terjadinya akibat yang dilarang undang-undang, namun ia mengabaikannya dan kemungkinan itu ternyata benar-benar terjadi," ucapnya.

Didik menambahkan, bisa dimengerti jika publik merasa ada keadilan yang terkoyak akibat putusan vonis bebas Ronald Tanur. 

Sebab, commons sense publik terlalu mudah untuk memahami fakta dan kasus sejak awal. 

"There is something wrong. Something wrong dengan putusan itu, seolah-olah mengabaikan fakta dan alat bukti yang diajukan penuntut umum," ucapnya.

"Untuk menciptakan tertib hukum dan trust masyarakat terhadap pengadilan, salah satunya melalui putusan yang berkualitas dan berkeadilan. Putusan yang berkualitas dan berkeadilan mencerminkan kualitas hakim," pungkasnya.

Hakim Pengadilan Negeri Surabaya, Erintuah Damanik, sebelumnya telah menjatuhkan vonis bebas kepada Ronald Tannur dalam kasus penganiayaan yang membuat kekasihnya, DSA alias Dini tewas.

Ronald Tannur diketahui merupakan anak dari anggota DPR RI dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Edward Tannur.

Sebelum divonis bebas, sebenarnya jaksa menuntut agar Ronald dihukum 12 tahun penjara dalam kasus pembunuhan terhadap Dini.

Hal tersebut berdasarkan dakwaan jaksa yakni menjerat terdakwa dengan Pasal 338 KUHP atau Pasal 351 ayat 3 atau Pasal 359 KUHP dan Pasal 351 ayat 1.

Namun dalam vonisnya, hakim hakim menganggap seluruh dakwaan jaksa itu gugur lantaran selama persidangan tidak ditemukan bukti yang meyakinkan.

"Sidang telah mempertimbangkan dengan seksama dan tidak menemukan bukti yang meyakinkan terdakwa bersalah seperti yang didakwa," kata hakim pada Rabu (24/7/2024).

Dalam vonisnya, hakim menganggap Ronald masih melakukan upaya pertolongan terhadap Dini di masa-masa kritis.

Hal itu berdasarkan tindakan terdakwa yang masih membawa korban ke rumah sakit untuk memperoleh perawatan.

Selain itu, hakim juga menganggap tewasnya Dini bukan akibat penganiayaan yang dilakukan Ronald, tetapi karena dampak dari korban yang mengonsumsi minuman keras (miras) saat berkaraoke di Blackhole KTV Club, Surabaya.

Miras itu, kata hakim, mengakibatkan munculnya penyakit tertentu sehingga korban tewas.

"Kematian Dini bukan karena luka dalam pada hatinya. Tetapi, karena ada penyakit lain disebabkan minum-minuman beralkohol saat karaoke sehingga mengakibatkan meninggalnya Dini," kata Erintuah.

Kronologi Kasus

Kasus tewasnya Dini ini berawal ketika Ronald dan Dini berkaraoke di Blackhole KTW di kawasan Jalan Mayjen Yono Suwoyo Pradah Kali Kendal, Dukuh Pakis, Surabaya pada 3 Oktober 2023 lalu.

Pada saat itu Ronald sempat memukul kepala korban sebanyak dua kali menggunakan botol minuman keras.

Selain itu, dia juga sempat menganiaya Dini di parkiran di kawasan tempat mereka berkaraoke.

Tak sampai di situ, Ronald juga sempat menyeret tubuh korban dan melindasnya dengan mobil.

Namun bukannya membawa Dini ke rumah sakit, tubuh Dini yang juga kekasihnya itu justru dibawa Ronald ke apartemen di kawasan Surabaya Barat.

Melihat kondisi korban yang sudah lemas saat dipindah ke kursi roda, Ronald sempat memberikan napas buatan.

Namun, tubuh korban tidak memberikan respons.

Pada akhirnya Ronald membawa korban ke rumah sakit untuk mendapat pertolongan.

Namun nahas, korban dinyatakan meninggal pada 4 Oktober 2023 sekira pukul 02.30 WIB.

Ronald Tannur Tertawa Ditanya Satpam

Georgeus Ronald Tannur tersangka pembunuh perempuan Sukabumi, Dini Sera Afrianti tertawa ketika ditanya satpam saat Dini tergeletak di jalan.

GRT menjawab pertanyaan satpam sambil tertawa dan menegaskan tak mengenal Dini.

Pertanyaan diberikan satpam setelah melihat Dini tergeletak lemas di jalan.

Satpam kemudian memerintahkan GRT menolong Dini.

Namun bukannya dimasukkan lewat pintu penumpang, Dini malah dimasukkan di bagasi mobil.

Kronologi versi Polisi

Ada perbedaan kronologi penganiayaan berujung kematian yang dilakukan GRT, anak anggota DPR RI asal Nusa Tenggara Timur (NTT), pada Dini (29), wanita asal Sukabumi, yang terjadi di Surabaya.

Dari keterangan polisi yang bersumber dari GRT yang kini menyandang status tersangka dan hasil pemeriksaan, insiden itu bermula ketika mereka berkaraoke di Blackhole KTV Club di salah satu mall di Surabaya. 
 
Kapolrestabes Surabaya, Kombes Pol Pasma Royce dalam ungkap kasus, Jumat (6/10/2023), mengatakan, pada pukul 00.10 WIB, sekuriti Blackhole KTV menyaksikan Dini dan GRT keluar dari room karaoke nomor 7 menuju lift.

Saat itu, mereka berdua bertengkar.

GRT menendang kaki kanan Dini hingga terjatuh sampai pada posisi terduduk. 

Kemudian, tersangka memukul dua kali kepala Dini menggunakan botol minuman alkohol jenis tequila.

Sampai di parkiran mobil, keduanya masih cekcok.

Kini beredar video kondisi tersangka dan Dini saat di parkiran mobil.

Dini terlihat tergeletak di jalan. Saat itu, ada tiga sekuriti mall yang melihat Dini tergeletak lemas di parkiran.

Saat itu, tersangka ditanya apakah mengenal Dini.

Di video itu, tersangka tertawa dan mengaku tidak mengenali Dini.

Malah mengatakan Dini telah menghalangi jalan tersangka.

Kombes Pol Pasma Royce ketika rilis mengatakan, tersangka sempat menggilas sebagaian badan Dini dengan mobil yang ditunggangi.

Tiga sekuriti tersebut akhirnya memaksa tersangka membawa pergi Dini.

Namun bukannya diperlakukan layak, Dini malah dimasukkan di bagasi mobil.

Setelah itu, Dini kemudian diantarkan ke apartemen.

Kronologi versi Black Hole KTV

Namun kronologi versi polisi itu dibantah pihak manajemen Blackhole KTV.

Komisaris Blackhole KTV, Judystira Setyadji mengatakan, dari rekaman CCTV area tempat hiburan malam menunjukkan korban dan tersangka keluar dari ruangan karaoke masih dalam keadaan bersahabat dan sigap.

Petugas saat itu membuka pintu ketika korban dan pelaku berjalan keluar.

Lalu keduanya berjalan menuju lift yang jaraknya sekitar 50 meter dari Blackhole KTV.

"Setelah beberapa menit, mereka kembali pada saat pintu terbuka, terlihat tersangka  berusaha keluar lift tapi ditahan oleh korban, sehingga korban jatuh. Setelah itu korban bisa berdiri sendiri dan terlihat lincah bersama tersangka berjalan menuju resepsionis," ucap Judystira, Minggu (8/10/2023).

Judystira lalu menegaskan saat di dalam lift, tidak ada rekaman CCTV yang memperlihatkan tersangka menganiaya korban.

Room 7 adalah tempat karaoke korban dan tersangka karaoke bersama teman-temannya.

Diketahui, tempat itu sekarang dikunci pihak kepolisian.

Ketika manajemen ditanya apakah polisi memasang police line di ruangan itu, hingga berita ini diunggah, pertanyaan tersebut belum dijawab.

Sementara itu, mengenai motif tersangka GRT melakukan serangkaian kekerasan fisik terhadap korban, Kombes Pasma Royce mengatakan, pihaknya masih mendalami mengenai motif tersangka GRT melakukan perbuatan kekerasan fisik terhadap Dini yang dipacarinya selama lima bulan.(*)

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved