Wawancara Eksklusif

Wawancara Eksklusif Prof Yusril Ihza Mahendra Bagian 2: Dicaci Maki Gara-gara Bela Prabowo-Gibran

Gara-gara menjadi Ketua Tim Pembela Prabowo-Gibran, Prof Yusril Ihza Mahendra dihujani cacian setiap hari di media sosial.

Editor: Hermawan Aksan
Fransiskus Adhiyuda/Tribunnews.com
Gara-gara menjadi Ketua Tim Pembela Prabowo-Gibran, Prof Yusril Ihza Mahendra dihujani cacian setiap hari di media sosial. 

TRIBUNJABAR.ID - Gara-gara menjadi Ketua Tim Pembela Prabowo-Gibran, Prof Yusril Ihza Mahendra dihujani cacian setiap hari di media sosial.

Tak cukup Yusril, keluarganya juga menjadi sasaran. Istrinya, ungkap Yusril, bahkan kerap dikata-katai macam-macam.

Berikut lanjutan wawancara Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra dengan Yusril Ihza Mahendra.

Menjelang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi soal sengketa pilpres, ada banyak pengajuan amicus curiae, termasuk dari Megawati Soekarnoputri. Bagaimana Anda melihat fenomena ini?

Dalam sidang, mereka itu kan mendalilkan pilpres ini curang, pilpres ini manipulatif. Pertanyaannya, siapa yang melakukan kecurangan?

Mereka bilang Jokowi. Jokowi itu curang menyerahkan bansos seenaknya. Mengangkat kepala daerah seenaknya untuk memenangkan pasangan Prabowo-Gibran.

Jokowi ini kan bukan pihak. Jokowi kan tidak dipanggil ke MK. Kan jadi bumerang lagi.

Sekarang ketika Bu Mega menyampaikan amicus curiae sebagai sahabat pengadilan. Mereka bilang Bu Mega kan bukan pihak.

Ketika Jokowi bukan pihak tapi kok dipersoalkan terus di dalam sidang. Kami sih sampai hari ini nggak mau mempersoalkannya bahwa Bu Mega itu pihak atau bukan pihak indirect ya bisa dikait-kaitkan.

Yang memohon sebagai pemohon 1 siapa, itu kan Ganjar-Mahfud, mereka bukan perseorangan tapi adalah pasangan calon presiden dan wakil presiden yang ikut menjadi kontestan pilpres.

Nah, siapa yang mencalonkan Ganjar-Mahfud itu adalah PDI Perjuangan, siapa ketua PDI Perjuangan namanya Megawati Soekarnoputri ya kan, jadi mau apa kita.

Kalau kita lihat dalam sejarah amicus curiae itu kan sebenarnya diajukan oleh pihak yang netral. Ada persoalan fundamental di pengadilan, misalnya persoalan kesetaraan dan sebagainya.

Kalau di zaman Romawi Kuno biasa ada pihak menyampaikan surat ke pengadilan.

Dalam tradisi hukum Islam hal semacam itu juga terjadi. Ulama atau seorang ahli fikih berpendapat tentang satu masalah yang memang sedang diperiksa atau sedang diadili.

Saya pernah membaca majelis hikmah atau lembaga hikmah dan kebijakan publik PP Muhammadiyah itu bertindak sebagai amicus curiae dalam sengketa antara kebun kelapa sawit di Riau.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved