Kisah Abdul Mukhid, 32 Tahun Setia Pada Pecel Lele di Ujungberung, Sukses Kuliahkan Anak-anak ke PTN

Abdul Mukhid pedagang soto dan pecel lele Khas Lamongan memanfaatkan KUR BRI untuk memajukan usahanya. Kini berhasil sekolah anak ke PTN.

|
Penulis: Kisdiantoro | Editor: Kisdiantoro
Dok Abdul Mukhid
Abdul Mukhid berfoto di depan warung nasi pecel lele dan soto khas Lamongan di Ujungberung, Kota Bandung. 

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Malam setelah salat Isya di sekitar Alun-alun Ujungberung, Kota Bandung, Kamis (28/3/2024), masih ramai.

Orang lalu-lalang di Jalan Alun-alun Barat Ujungberung. Ada pejalan kaki dan pengendara motor. Para pengendara mobil pun masih berseliweran.

Jalan itu adalah jalan utama dari arah pusat Kota Bandung atau dari Cibiru, Bandung Timur, menuju permukiman di Cigending, Pasirjati, Pasirwangi, Kota Bandung, dan sejumlah desa yang masuk wilayah Kabupaten Bandung.

Di pojok kanan sebelah utara Alun-alun Ujungberung, ada warung nasi tenda Soto dan Pecel Lele Lamongan.

Setiap hari warung itu buka dari pukul 4.00 WIB hingga pukul 24.00 WIB. Terkadang menyeberang hari jika dagangan masih tersedia.

Dari kejauhan terlihat kalimat dengan huruf besar "Warna Lamongan", warung nasi asal Lamongan yang menyediakan beragam menu, mulai dari pecel lele, soto khas Lamongan, ayam goreng, dan menu pelengkap makan lainnya.

Abdul Mukhid (52), pemilik Warna Alam, tengah sibuk meracik soto. Tangannya terampil menyatukan beragam bahan, mulai dari mi soun, taoge, bawang daun, seledri, potongan kubis, ayam suwir, dengan bumbu yang sudah dimasak.

Hanya beberapa menit saja, hidangan soto Lamongan dapat dinikmati.

"Monggo, soto Lamongan-nya," ujar Abdul Mukhid.

Rian (26), pemuda tinggal di Cigending, Ujungberung, Kota Bandung, adalah pelanggan setia soto Lamongan Warna Alam.

Dia sudah berulang kali datang ke tempat Abdul Mukhid untuk menikmati soto atau pecel lele.

"Tempatnya strategis. Pulang kerja, mampir ke sini. Rasanya juga enak, cocok di lidah," ujarnya.

Abdul Mukhid (52), pemilik UMKM Soto dan Pecel Lele Lamongan Warna Alam di sekitar Alun-alun Ujungberung, Kota Bandung, Kamis (28/3/2024).
Abdul Mukhid (52), pemilik UMKM Soto dan Pecel Lele Lamongan Warna Alam di sekitar Alun-alun Ujungberung, Kota Bandung, Kamis (28/3/2024). (Tribunjabar.id/Kisdiantoro)

Sudah 32 Tahun

Usaha warung nasi soto dan pecel lele khas Lamongan, sudah dijalani Abdul Mukhid bersama istri, Mutiroh (50), selama 32 tahun.

Selama itu pula, usaha itu mengalami pasang surut. Ada kalanya dagangan laris dan warung tutup lebih awal. Ada juga saat-saat warung sepi, hingga jualan menjadi lebih lama sampai dini hari baru tutup.

Abdul Mukhid menjalani hari-hari dengan tekun. Tak terpikirkan sekalipun untuk mengganti usaha lain.

"Bisa bertahan sampai lama, karena saya tekun. Alhamdulillah istri juga tidak banyak mengeluh. Sampai sekarang, ekonomi (penghasilan) lebih baik," ujar Abdul Mukhid.

Dia mengisahkan, datang ke Ujungberung, Kota Bandung pada tahun 1992. Saat itu dia masih bujangan. Dia merantau mengikuti jejak saudaranya yang juga berdagang soto dan pecel lele khas Lamongan di Jatinangor, Kabupaten Sumedang.

Setelah mecari sejumlah lokasi untuk berdagang, Abdul Mukhid memutuskan berjualan di Alun-alun Ujungberung Kota Bandung.

Lokasinya sangat strategis. Tempat itu banyak dikunjungi masyarakat, untuk kongkow bersama keluarga, menikmati kuliner, atau beribadah di Masjid Ujungberung di sisi barat alun-alun.

Alun-alun Ujungberung menjadi lebih menarik dan tak pernah sepi dari pengunjung setelah Ridwan Kamil, kala itu Wali Kota Bandung merenovasi dan melengkapi dengan area bermain anak-anak.

Selain itu, Alun-alun Ujungberung yang masuk wilayah Kelurahan Cigending, bersebelahan dengan pasar. Di tempat inilah Abdul Mukhid setiap hari belanja bahan untuk dagangannya.

Abdul Mukhid (52), pemilik UMKM Soto dan Pecel Lele Lamongan Warna Alam sedang melayani pembeli.
Abdul Mukhid (52), pemilik UMKM Soto dan Pecel Lele Lamongan Warna Alam sedang melayani pembeli. (Tribunjabar.id/Kisdiantoro)

Alun-alun Ujungberung juga tergolong aman karena dekat dengan kantor Kecamatan Ujungberung di sisi utara alun-aluan, dan Polsek Ujungberung di timur alun-alun.

Setahun membuka warung kaki lima di Ujungberung, Abdul Mukhid memberanikan diri untuk menikahi Mutiroh, di tahun 1993.

Dari pernikhan ini kemudian lahir anak pertama, Bagus Afghoni.

Di saat sedang menikmati kebahagiaan keluarga baru dan lahirnya seorang anak, badai krisis tak bisa dibendung. Usaha warung soro dan pecel lele Lamongan ikut terdampak. Dagangan tak banyak yang membeli. Sepi.

"Waktu itu krisis moneter, zaman reformasi, tahun 1998. Sempat mau pindah lokasi. Sudah cari kontrakan baru. Tapi balik lagi ke Ujungberung karena tempat barunya tidak bolah dipakai jualan," ujarnya, mengingat masa-masa sulit.

Tekadnya sangat kuat. Abdul Mukhid dan Mutiroh kembali membangun usaha jualan di Alun-alun Ujungberung, Kota Bandung.

Ekonomi Indonesia membaik. Warna Alam kembali ramai oleh pembeli.

Bagus Afghoni pun kerap dilibatkan untuk membantu menyiapkan dagangan, bahkan melayani pembeli.

"Kadang-kadan anak masih pakai seragam sekolah, iikut bantu-bantu. Alhamdulillah, mereka juga tidak malu," ujarnya.

Begitulah cara Abdul Mukhid mendidik anak-anaknya untuk tidak cengeng dan tangguh menghadapai kenyataan hidup yang kadang terasa pahit.

Buah ketekunan dirasakan Abdul Mukhid. Dari uang yang dia tabung, sebuah rumah di Kampung Haruman, Kelurahan Cigending, Kota Bandung dapat terbeli. Di sanalah, dia dan istri, beserta anak-anak membangun kisah masa depan yang lebih baik.

Baca juga: Cikopi Mang Eko Dapat Berkah Brilianpreneur dan KUR, Dulu Jual 10 Kilogram Sebulan, Kini 1,2 Ton

Kuliahkan Anak di PTN

Rona bahagia wajah Abdul Mukhid tak bisa disembunyikan. Dia sangat bangga dan bersyukur berhasil menyekolahkan anak-anak hingga ke perguruan tinggi negeri.

Padahal dia hanya seorang pedagang soto dan pecel lele.

Anak pertamanya, Bagus Afghoni, sudah menyelesaikan pendidikan sarjana di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunungjati Bandung. Dia lulus dari Program Studi Bahasa Arab. Kini dia telah membangun sebuah keluarga dan tinggal di Kabupaten Garut.

Anak keduanya, Ainur Roidatun Nisa, berhasil menyelesaikan pendidikan Prodi Kimia UIN Bandung. Kini bekerja di sebuah laboratorium di Banten.

Anak ketiganya, Nasril Haq FR masih belajar di Pesantren Modern Gontor, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur.

"Setahun lagi, mau kuliah," kata Abdul Mukhid.

Sedangkan anak keempatnya, Nafila Aflakhatut Taqiyah, sedang belajar di pesantren di Tasikmalaya.

Mengapa Abdul Mukhid ingin anak-anak mendapatkan pendidikan yang baik hingga sarjana?

"Menyekolahkan anak itu kewajiban orangtua. Prinsip kami, biarlah menangis di depan daripada menangis di belakang. Anak-anak harus sekolah tinggi, demi masa depan yang lebih baik," kata Abdul Mukhid menceritakan alasan mengapa anak-anaknya harus belajar sampai perguruan tinggi.

Dia telah melewati masa-masa sulit, mendorong gerobak di kala hujan, kurang tidur karena berdagang sampai tengah malam. Semua dilakukan demi kehidupan keluarga dan sekolah anak-anak.

"Saya merasa bersyukur, kehidupan begini tapi bisa memberikan pendidikan kepada anak-anak."

Baca juga: Dulu Jualan Ngampar, MK Hadaaf Jadi Toko Favorit Anak Sekolah, Ruangan Diperluas Setelah dapat KUR

Dukungan Modal KUR BRI

Usaha warung nasi soto dan pecel lele Warna Alam Lamongan bertahan dan memiliki banyak pelanggan, selain karena keuletan Abdul Mukhid dan keluarga, tak dipungkiri juga ada bantuan modal yang menyokongnya.

Sebagai pelaku usaha micro kecil dan menengah (UMKM), Abdul Mukhid termasuk yang ikut memanfaatkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) BRI.

KUR adalah program pembiayaan atau kredit bersubsidi pemerintah dengan bunga rendah untuk para pelaku UMKM. Salah satu bank pemerintah yang menyalurkan KUR adalah BRI.

Abdul Mukhid mengatakan, pertama kenalan dengan KUR BRI pada tahun 2017. Saat itu dia berkenalan dengan Mantri BRI yang berkunjung ke warungnya. Obrolan soal KUR BRI pun berlanjut.

"Waktu itu mendapatkan KUR BRI Rp 20 juta. Alhamdulillah bisa buat tambah modal usaha dan sebagian tabungan untuk memperbaiki rumah," ujarnya.

Abdul Mukhid termasuk pelaku UMKM yang disiplin. Angsuran dilakukan tepat waktu. KUR BRI pun kembali didapatkan.

Regional CEO BRI Bandung Sadmiadi menjelaskan, selama enam tahun terakhir BRI Regional Office Bandung telah telah menyalurkan pinjaman KUR kepada 3,9 juta nasabah, dengan total nominal penyaluran sebesar Rp 102 triliun di Jawa Barat.

Agar para pelaku UMKM mengenal digital, pihaknya telah membina klaster usaha. BRI memberikan pembinaan literasi bisnis dan digital kepada kelompok usaha yang terbentuk berdasarkan kesamaan usaha dalam satu wilayah. Saat ini BRI Regional Office Bandung sudah memiliki 867 klaster usaha binaan.

Upaya lain agar BRI bisa memberikan akses modal kepada UMKM, dibentuklah Pojok Mantri.

"Mantri selaku tenaga pemasar BRI memiliki posko di kantor Desa/Kelurahan bertujuan untuk memberikan akses lebih mudah kepada masyarakat untuk dapat diberikan inklusi dan literasi keuangan, dan kebutuhan permodalan," ujarnya dalam wawancara tertulis, beberapa waktu lalu.

Saat ini BRI Regional Office Bandung memiliki 4.890 Pojok Mantri desa.

BRI melalui KUR hendak menaikkan level UMKM menjadi lebih kuat, berdaya saing tinggi, dan mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman. UMKM go modern, go digital, go online dan go global.

Warung makan soto dan pecel lele milik Abdul Mukhid pun kini sudah go online dan digital. Pembeli bisa memesan makanan via jasa pemesanan online. Pembayarannya pun bisa dilakukan secara non tunai, di antaranya tersedia QRIS BRI. (Tribunjabar.id/Kisdiantoro)

 

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved