Tren Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak Meningkat, Masyarakat Sudah Melek Berani Melapor
Kasus kekerasan pada perempuan dan anak di Kota Bandung mengalami peningkatan.
Penulis: Tiah SM | Editor: Januar Pribadi Hamel
Laporan Wartawan TribunJabar.id Tiah SM
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Kasus kekerasan pada perempuan dan anak di Kota Bandung mengalami peningkatan.
Menurut Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Bandung, Uum Sumiati, hal ini merupakan fenomena gunung es yang tak bisa dianggap sepele.
"Korban kekerasan itu fenomenanya seperti gunung es. Angka yang muncul ini hanya yang berani melapor kepada kami," ujar Uum di Balai Kota Bandung, Selasa ,(28/11/2023.)
Meski begitu menurutnya, hal ini jangan terus dianggap negatif. Sebab, dengan adanya kondisi seperti ini merupakan efek dari keberhasilan edukasi kepada masyarakat.
"Peningkatan ini selalu dianggap negatif. Padahal ini juga merupakan suatu keberhasilan karena masyarakat sudah melek dan berani untuk melapor. Jika ada laporan yang tercatat, berarti trennya pasti akan naik," ujarnya .
Menurut Uum, bentuk kekerasan paling banyak pada tahun 2022 adalah kekerasan psikis sejumlah 79 kasus. Lalu kekerasan seksual 73 kasus. Kemudian kekerasan fisik 20 kasus dan penelantaran 4 kasus.
"Jenis kekerasan paling banyak di tahun 2022 itu kekerasan terhadap anak 157 kasus. Lalu disusul kekerasan terhadap istri 134 kasus. Kemudian kekerasan terhadap perempuan 103 kasus. Secara total semuanya, laporan kekerasan tahun 2022 itu meningkat dari 362 menjadi 465 kasus," ujar Uum.
Semua laporan tersebut diproses oleh DP3A melalui lembaga-lembaga yang tersedia, seperti UPTD PPA, Pusat Pelayanan dan Pemberdayaan Perempuan (PUSPEL PP), Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM), dan Puspaga.
Uum mengakui tidak semua kasus yang masuk bisa dengan mudah diselesaikan. Perlu adanya uji kondisi psikologis korban. Butuh 2-8 kali pendampingan konseling, terutama pendampingan hukum.
DP3A juga memiliki layanan penjangkauan. Para petugas akan datang untuk mendampingi langsung ke rumah korban, terutama bagi korban disabilitas dan lansia.
"Di UPTD PPA ada konselor, advokat, dan psikolog. Kami akan bantu mediasi, pendampingan hukum, bahkan ada tempat penampungan sementara selama 14 hari. Bagi masyarakat yang mengalami kekerasan, silakan langsung hubungi kami," tuturnya.
Sementara itu, Kepala Unit PPA Polrestabes Bandung, AKP Tuti Purnati. Ia mengakui sulitnya memproses kasus kekerasan seksual perempuan dan anak.
"Kadang korban tidak mau diproses lagi. Padahal kita harus tahu sedalam-dalamnya tentang kasus tersebut. Tapi ternyata saat kita tangani, korban sudah tidak bisa dihubungi," ujar Tuti.
Menurut Tuti, untuk menghadirkan saksi terkait kasus kekerasan seksual juga sulit. Kebanyakan orang tidak mau jika harus berhubungan dengan polisi. Belum lagi bukti-bukti yang sulit dikumpulkan.
Profil Mentereng Mauro Zijlstra, Striker Gacor Berdarah Bandung: Mesin Gol Baru Timnas Indonesia |
![]() |
---|
Workshop di SMP GagasCeria Bandung Hadirkan Profesional Jepang: Coding dan Matematika Berbasis ICT |
![]() |
---|
Setelah Kericuhan di Bandung, Dedi Mulyadi Memohon Maaf: Minta Warga Sampaikan Aspirasi Secara Bijak |
![]() |
---|
Personal Color Analysis, Tren Baru Pilih Kacamata Sesuai Karakter Visual |
![]() |
---|
20 Orang Diamankan usai Lakukan Vandalisme saat Demo di Bandung, Polisi Duga Aksi Ditunggangi Oknum |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.