PPDB 2023

FAGI Jabar Imbau Masyarakat Laporkan Oknum Nakal saat PPDB 2023

Ketua Forum Aksi Guru Indonesia (FAGI) Jabar Iwan Hermawan mengatakan, pelaksanaan PPDB sudah bagus sejalan dengan regulasinya.

Penulis: Nappisah | Editor: Hermawan Aksan
Tribunjabar/Daniel Andreand Damanik
Ketua FAGI, Iwan Hermawan, mengatakan, pelaksanaan PPDB sudah bagus sejalan dengan regulasinya. 

Laporan Wartawan TribunJabar, Nappisah

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Ketua Forum Aksi Guru Indonesia (FAGI) Jabar Iwan Hermawan mengatakan, pelaksanaan PPDB sudah bagus sejalan dengan regulasinya.

"Sudah bagus karena regulasinya memang bagus, tidak bermasalah. Karena tidak ada perubahan aturannya dari tahun yang lalu mempergunakan Permendikbud Nomor 1 tahun 2021," ujarnya saat dihubungi melalui WhatsApp, Minggu (11/6/2023).

Kendati demikian, ia menilai pelaksanaan PPDB kurang terbuka dalam informasi ke masyarakat.

"Kita tidak bisa melihat nilai pendaftar prestasi. Kalau memang jika ada yang disebut dengan kenakalan operator, misalkan mengubah nilai, membuat sertifikat," ucapnya.

Menurutnya, masyarakat tidak bisa mengontrol hal demikian. Sebab, tidak ada transparansi.

"Jadi aturan dan prosesnya pendaftaran bagus. Cuma persoalannya masyarakat tidak bisa kontrol karena kurangnya keterbukaan informasi yang bisa dilihat PPDB online," ucapnya.

Indikasi kenakalan di awal PPDB, kata dia, adalah upaya melakukan perubahan nilai.

"Adanya perubahan sertifikat palsu atau dia mencoba mendekatkan kartu keluarga dengan rumah, rumah kontrakan atau ikut rumah saudaranya," tuturnya.

Menurutnya, terdapat pelanggaran di akhir pelaksanaan PPDB.

"Misalkan SMA Negeri kuotanya di online hanya 320, tiba-tiba jadi 360. Berarti ada 40 orang titipan," ucapnya.

Ia menilai, hal tersebut sangat merugikan calon siswa yang memilih jalur zonasi.

"Sebanyak 320 dari 50 persen itu sekitar 160 orang, tetapi dari 360 ada 180. Berarti jika ada pengurangan kuota online yang tidak sesuai dengan kuota yang sebenarnya setelah itu, maka ada 20 orang yang dirugikan karena memang ada pengurangan kuota," tuturnya.

Ia mengimbau, orang tua dapat menggugat secara hukum dengan melakukan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) dan itu telah tertuang dalam Kitab Undang-Undang Perdata Pasal 1365.

“Disebutkan, apabila memang dirugikan oleh suatu perbuatan melawan hukum maka orang yang dirugikan dapat menggugat setidak-tidaknya menuntut kerugian baik material maupun immaterial.”

"Jelas orang tua yang dirugikan bisa gugat. Bisa menggugat kerugian materiil dan imateriil," imbuhnya.

Para kepala sekolah, kata Iwan, harus memantau kuota yang telah ditetapkan.

"Kalau kuotanya 320 ya 320, jangan ditambah lagi nanti rawan gugatan dari masyarakat," ucapnya.

Iwan menuturkan, Gerakan Masyarakat Pemerhati Pendidikan Untuk Reformasi (GEMPPUR) turut mengingatkan para kepala sekolah untuk mengikuti data PPDB online mengenai kuota penerimaan siswa baru dari jalur-jalur yang ada guna menghindari gugatan orang tua siswa.

"Contoh dari jalur siswa miskin itu akan dirugikan beberapa orang jika memang 12 persen dari 320 berbeda 12 persen dari 360 itu selisihnya 5 orang yang dirugikan calon peserta didik baru gara-gara ada pengurangan kuota yang dipersiapkan untuk spelling," jelas Iwan.

Masih dengannya, spelling ini biasanya cadangan untuk titipan dari tiap sekolah.

Orang tua murid bisa menggugat kepada sekolah atau kepala sekolah jika ia dirugikan gara-gara adanya spelling atau pengurangan kuota yang sebenarnya.

Iwan berharap kepada kepala sekolah untuk konsisten menjalankan PPDB sesuai kuota online.

"Hal ini dilakukan guna menghindari adanya gugatan hukum dari orang tua siswa, yang berlanjut pada sanksi hukdis oleh Pemerintah Provinsi seperti yang terjadi tahun lalu," katanya. (*)

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved