Perdagangan Orang Meningkat Drastis, Ada WNI yang Diselamatkan Kembali Gabung dengan Online Scam

Dari sekian banyak kasus TPPO yang ditangani, kata dia, tidak semua WNI yang dipulangkan ke Indonesia adalah korban.

Tribun Jabar/ Nazmi Abdurrahman
Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI, Judha Nugraha (kanan), saat pembukaan Bimbingan Teknis (Bimtek) Penanganan Permasalahan WNI di Luar Negeri, bagi para aparat Pemerintah Daerah Jawa Barat dan Banten, di Kota Bandung, Kamis (8/6/2023). 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nazmi Abdurahman

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Indonesia meningkat drastis dari tahun ke tahun.

Hal itu diungkapkan Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI, Judha Nugraha, saat pembukaan Bimbingan Teknis (Bimtek) Penanganan Permasalahan WNI di Luar Negeri, bagi para aparat Pemerintah Daerah Jawa Barat dan Banten, di Kota Bandung, Kamis (8/6/2023).

Sejak tiga tahun terakhir dari 2020 sampai Mei 2023, kata dia, ada 2.199 kasus yang berhasil diungkap di sejumlah negara.

"Kasus tercatat saat ini 2.199 kasus. Bulan ini ada 4 kasus di Dubai yang jadi korban, kenapa ini jadi perhatian utama, karena jumlah meningkat pesat kemudian negara tujuannya menyebar," ujar Judha.

Baca juga: Pelaku Perdagangan Orang Modus Jadi TKW Berkeliaran di Garut, Pikat Korban dengan Kontrak Asing

Dari jumlah tersebut, kata dia, Kamboja jadi negara dengan temuan kasus online scam terbanyak dengan total 1.233 kasus, disusul Filipina 426 kasus, Thailand 187 kasus, Laos 164 kasus, Myanmar 158 kasus dan Vietnam 31 kasus.

Dari sekian banyak kasus TPPO yang ditangani, kata dia, tidak semua WNI yang dipulangkan ke Indonesia adalah korban.

Sebab, pihaknya menemukan sejumlah WNI yang telah diselamatkan, justru kembali lagi ke luar negeri untuk bergabung dengan perusahaan online scam.

"Kami sampaikan dari 2.199 bukan semua korban TPPO. Kami catat dari jumlah itu, sebagian berangkat lagi ke luar negeri dan bekerja di perusahaan yang sama," katanya.

Menurutnya, para pelaku TPPO ini mengiming-imingi korban dengan gaji tinggi sekitar USD 1.000-1.200 atau setara dengan Rp 14,6 juta - Rp 17,5 juta (kurs Rp 14.600/dollar AS).

Meski bergaji tinggi, korban tidak diberikan syarat skill yang dikuasai.

"Waspadai tawaran bekerja ke luar melalui sosial media, tanpa meminta kualifikasi khusus, kemudian nama perusahaan tidak bisa dicek kredibilitas. Tolong waspada kalau itu di negara yang disebutkan, utamanya di Kamboja Myanmar, Filipina, Laos, Thailand dan Vietnam," katanya.

Baca juga: 3 Terdakwa Perdagangan Orang ke Kamboja Dituntut 8 Tahun Penjara, Terdakwa Juga Dituntut Restitusi

Para pelaku TPPO pun biasanya memberangkatkan pekerja migran Indonesia (PMI) tidak sesuai prosedur.

Para korban yang diberangkatkan ke luar negeri tidak menggunakan visa bekerja, tapi mereka menggunakan visa wisata atau visa kunjungan.

"Kemudian modus lain berangkat tidak melalui prosedur, melalui Disnaker, BP2MI, hanya pakai bebas visa kunjungan wisata. Jadi, kalau begitu jangan berangkat," ujarnya.

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved