Pernikahan Dini

Pernikahan Dini Pengaruhi Angka Perceraian di Jabar, Ada yang Baru 21 Tahun, Tapi Sudah 3 Kali Cerai

Masih tingginya angka pernikahan dini ditengarai juga menjadi penyebab masih tingginya angka perceraian di sejumlah kota dan kabupaten di Jawa Barat.

makassar.tribunnews.com
Ilustrasi perceraian - Masih tingginya angka pernikahan dini ditengarai juga menjadi penyebab masih tingginya angka perceraian di sejumlah kota dan kabupaten di Jawa Barat. 

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Masih tingginya angka pernikahan dini ditengarai juga menjadi penyebab masih tingginya angka perceraian di sejumlah kota dan kabupaten di Jawa Barat.

Di Kabupaten Bandung, 10 ribu pasangan bercerai sepanjang tahun 2022.

Ini berarti, rata-rata 700 pasangan berpisah setiap bulannya, atau dengan kata lain, ada 23 duda dan 23 janda baru setiap harinya.

Juru bicara Pengadilan Agama Soreang Kabupaten Bandung, Fathulloh, dari 10 ribu perceraian yang terjadi pada 2022 itu, sekitar 20 persennya disebabkan karena pernikahan dini.

"Bahkan ada yang usianya masih 21 tahun, tapi sudah tiga kali bercerai," ujarnya saat ditemui ruang kerjanya, Selasa (2/5).

Baca juga: 1.649 Pernikahan Dini di Kabupaten Tasikmalaya 3 Tahun Terakhir, Banyak yang Hamil di Luar Nikah

Fathulloh mengatakan, kebanyakan anak yang mengajukan dispensasi kawin, masih di usia SMP dan SMA, paling tua itu 18 tahun. Usia-usia tersebut belum matang untuk menikah.

"Tapi kebanyakan akhirnya disetujui karena melihat urgensinya. Jadi walaupun SMP, urgensinya sangat riskan, ya, mau enggak mau disetujui," kata Fathulloh.

Fathulloh mengungkapkan, kadang melihat fenomena yang terjadi saat ini merasa ngeri. Sekarang, ujar Fathullah, anak kecil saja sudah tahu pacaran.

"Pacarannya sudah pegangan tangan dan lainnya. Ini harus menjadi tanggung jawab bersama, supaya mencegah pernikahan di bawah umur. Terutama peran dari orang tua, yang harus bisa mendidik dan menjaga anaknya," ujarnya.

Di Kabupaten Bandung, kata Fathulloh, kebanyakan anak yang menikah di bawah umur berasal dari daerah seperti Pangalengan, Ciwidey, Rancabali, Kertasari.

"Meski ada juga yang berasal dari daerah ibukota, seperti Soreang, lebih banyak yang berasal dari daerah (pedesaan)," tuturnya.

Fathulloh menjelaskan, ketika terjadi pernikahan di bawah umur, sebetulnya yang dikhawatirkan bukan kesehatan, seperti terjadinya stunting.

"Sebab sampai saat ini jarang menemukan kasus seperti itu, mereka sehat-sehat aja," katanya.

Justru yang paling dikhawatirkan adalah mental dari yang melakukan pernikahan itu.

"Di usia itu mereka belum siap mental berumah tangga, belum siap menghadapi masalah yang ada, hingga keutuhan rumah tangganya cepat rusak," ujar Fathulloh.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved