Wawancara Eksklusif Ketum SBMI Hariyanto Suwarno soal TKI Sudah Setahun Disekap di Myanmar

Para korban sempat meminta pertolongan dan mengirimkan rekaman video tentang kondisi mereka kepada keluarganya,

Penulis: Handhika Rahman | Editor: Ravianto
Istimewa
Ketua Umum SBMI, Hariyanto Suwarno. PULUHAN tenaga kerja Indonesia (TKI) dikabarkan disekap di Myanmar sejak hampir setahun lalu. 

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - PULUHAN tenaga kerja Indonesia (TKI) dikabarkan disekap di Myanmar sejak hampir setahun lalu.

Tak hanya disekap, mereka juga dipaksa bekerja bahkan kerap disiksa.

Para korban sempat meminta pertolongan dan mengirimkan rekaman video tentang kondisi mereka kepada keluarganya, yang kemudian meneruskannya kepada Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI).

Berikut lanjutan petikan wawancara khusus Content Manager Tribunpriangan.com, Machmud Mubarok dengan Ketua Umum SBMI, Hariyanto Suwarno, Selasa (4/4) malam.

Apakah ada komunikasi langsung dengan teman-teman pekerja migran Indonesia yang sedang mengalami penyekapan?

Jadi kami memang awal komunikasi langsung dengan korban, kemudian kami mencoba untuk melakukan pendataan tapi memang agak terbatas Mereka tidak bebas memegang HP, komunikasinya itu jam 3-4 pagi di waktu Myanmar.

Di Jabar selain Indramayu ada dari daerah lain?

Indramayu ada, tapi belum masuk ke kuasa kami, tapi nama dan asal mana kami sudah pegang.

Korban menyebar dari Kalimantan, Sumatera Utara, di Jabar itu ada 7 orang salah satunya Indramayu Bekasi, Bogor, terus ada juga Jakarta. Model calo ini bukan calo ecek-ecek lagi.

Kasus seperti ini bukan kali pertama dan sudah sering berulang, sebetulnya problem kita ada di mana?

Problem kita adalah di tata kelola ini, Pak. Tata kelola ini dibagi menjadi tiga kelola mulai dari pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten kota, bahkan sampai pemerintah desa. Mirisnya tata kelola ini belum terbangun dengan baik. Salah satunya dari sisi pengawasan.

Kedua penindakan, faktanya hari ini itu diabaikan bahkan para pelakunya banyak yang bermain dengan undang-undang.

Contohnya kasus yang saat ini sedang berjalan di Indramayu perihal TPPO di Kamboja, dalam hal ini kami sangat berharap ke polisi dan pihak terkait untuk menangkap pelaku aktornya jangan hanya calo di daerah. Ketiga, yaitu hak restitusi, ini menjadi salah satu faktor sehingga tidak menimbulkan adanya efek jera.

UU belum bisa menyentuh aktor intelektualnya?

Iya. Kami sudah melakukan investigasi di sini ada jaringan internasional yang dimotori oleh orang-orang hebat baik di dalam maupun luar negeri.

Ini kejahatan internasional dan darurat sekali. Maka saat penangkapan jangan hanya menyasar sponsor di daerah karena itu orang lapangan, tapi aktor intelektual yang membiayai bisnis besar ini juga harus ditangkap dan saat ini kami sedang coba selidiki.

Kalau kita lihat dari Januari 2023 sampai awal Maret, berapa banyak kemudian laporan semacam ini yang diterima SBMI?

Kita coba melihat tahun 2022 saja per Januari lalu sekitar 200 lebih laporan yang khusus pekerja di Kamboja Myanmar. Kemudian di tahun 2023, Januari sampai Maret ini yang terdata dan kami tangani langsung baru 20 yang menguasakan ke kami. Tapi yang sedang berproses itu ada lebih dari 100 laporan. Artinya itu baru dari SBMI saja sudah 100 lebih,

Soal kasus ini yang paling berperan apakah Kemenlu?

Jadi di dalam urusan pemulangan seperti yang kami katakan tadi itu adalah wilayah Kementerian Luar Negeri.

Klise di lapangan bahwa pemerintah daerah tidak memiliki data kasus-kasus seperti ini, mereka harus blusukan, apakah benar?

Kami mengatakan itu bukan klise tapi fakta. Jadi masalah terbesar di negara ini adalah soal pendataan. Di negara ini bahkan tidak punya satu data pasti soal jumlah PMI yang ada di luar negeri. Semua kementerian punya data masing-masing. Maka kemudian menyikapi pendataan ini dalam konteks pengawasan tadi harus ada kolaborasi, membangun sistem pendataan dari bawah dari desa, kemudian Pemda yang berkoordinasi kepada embarkasi pemberangkatan. Sebetulnya ini kalau mau diseriusin merupakan hal yang mudah bagi negara. Tapi kita tidak tahu soal pendataan ini belum ada langkah serius.

Menurut Anda, bagaimana cara paling efektif mengedukasi masyarakat yang punya minta bekerja ke luar negeri?

Cara yang efektif pertama adalah satu membangun tata kelola informasi migrasi aman berbasis desa. Ini yang harus dilakukan. Semua sudah melaksanakan sosialisasi, tapi pertanyaannya adalah sosialisasi itu sampai atau tidak? Makanya harus ada kelola informasi migrasi aman. Ada papan papan baliho di balai desa, ada teknologi layar sentuh di dalam kantor desa, melibatkan tokoh agama, pemuda. Masyarakat harus secara masif diberi tahu bahaya berangkat unprosedural. Pemerintah desa sendiri sebenarnya sudah siap untuk mengedukasi, tapi tidak ada yang mentransfer informasi perihal pekerja migran Indonesia itu ke pemerintah desa.(tribunpriangan/handhika rahman)

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved