Warga Mengaku Setuju Masjid Al Jabbar Ditutup Sementara: Kotor Banyak Sampah dan Kumuh sama Pedagang

Farida, warga Kecamatan Rancasari, Kota Bandung, mengatakan sangat setuju jika Masjid Raya Al Jabbar ditutup sementara untuk pembenahan dan perbaikan.

Penulis: Muhamad Syarif Abdussalam | Editor: Hermawan Aksan
Tribun Jabar/Gani Kurniawan
Petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Barat membersihkan sampah di danau bagian depan Masjid Raya Al Jabbar, Jalan Cimincrang, Gedebage, Kota Bandung, Jawa Barat, Jumat (3/2/2023). Banyak warga yang setuju Masjid Al Jabbar ditutup sementara. 

Laporan Wartawan Tribunjabar.id Muhamad Syarif Abdussalam

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Farida (56), warga Kecamatan Rancasari, Kota Bandung, mengatakan sangat setuju jika Masjid Raya Al Jabbar ditutup sementara untuk pembenahan dan perbaikan menjelang Ramadan.

Ia mengatakan evaluasi ini sangat penting demi operasional Masjid Al Jabbar yang lebih baik.

"Bagus, ya, saya pikir kalau ada evaluasi. Karena memang ada banyak sekali hal yang harus dibenahi. Dari mulai sampah, PKL, dan kemacetan di sekitarnya. Semua harus ditata ulang, biar semakin nyaman," kata Farida, Jumat (24/2/2023).

Farida mengatakan, keberadaan PKL yang tidak tertata memang menjadi hal yang selama ini mengganggu di sekitar Masjid Al Jabbar.

Baca juga: Masjid Raya Al Jabbar Ditutup Sementara, Ridwan Kamil: Saat Ramadan Pengunjung Bisa Nyaman

Hal ini menyebabkan kesemrawutan dan kemacetan lalu lintas. Juga menyebabkan sampah-sampah berserakan di mana-mana sehingga dibutuhkan penataan lebih lanjut.

Hal serupa dikatakan warga Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, Hadi Saputro (50).

Ia mengatakan memang sudah saatnya melakukan evaluasi dan penataan sehingga Masjid Raya Al Jabbar bisa kembali bersinar tanpa hal-hal negatif yang mengelilinginya.

"Saya setuju kalau dievaluasi. Karena jangan sampai ini masjid megah dan indah, tapi kotor banyak sampah dan kumuh sama pedagang."

Baca juga: Kata Ketua DPRD Kota Bandung tentang Penutupan Sementara Masjid Al Jabbar, Jangan Banyak Buka Tutup

"Apalagi mau Ramadan, mungkin akan lebih banyak yang mengunjungi Al Jabbar, baik untuk beribadah atau ngabuburit," katanya.

Ia pun berharap setelah evaluasi ini dilakukan, penertiban bisa dilakukan secara konsisten baik kepada pengunjung maupun pedagang.

Jangan sampai kendur, katanya, agar masa evaluasi yang memakan waktu dua minggu ini tidak mubazir.

Sebelumnya, ahli sosiologi Islam dari Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, Dr Agus Ahmad Safei, mengatakan fenomena keramaian yang tidak pernah surut di Masjid Raya Al Jabbar ini dipicu oleh sejumlah kondisi sosial masyarakat Jawa Barat, termasuk Indonesia. 

Tidak dimungkiri, sejak peresmiannya pada akhir 2022, masjid ini selalu diliputi berbagai pemberitaan, dari mulai yang positif sampai negatif.

Isu-isu ini viral di media sosial berbarengan dengan unggahan konten-konten yang menguak daya tarik masjid raya yang dirancang oleh Gubernur Jabar Ridwan Kamil tersebut.

"Fenomena berbondong-bondongnya masyarakat ke Al-Jabbar menunjukkan betapa masjid ini memiliki daya pikat luar biasa yang itu ditopang oleh ideologi viralisme media sosial," kata Agus saat dihubungi melalui telepon, beberapa waktu lalu.

Dalam hal ini, kata Agus, media sosial menunjukkan kekuatannya yang luar biasa.

Media sosial mampu mempublikasikan berbagai hal mengenai Masjid Raya Al Jabbar sehingga masjid ini semakin terkenal dan membuat penasaran masyarakat.

Agus juga mengatakan, membeludaknya jumlah pengunjung ke Masjid Raya Al Jabbar didorong juga oleh fakta bahwa masyarakat membutuhkan ruang publik yang dapat diakses oleh siapapun secara mudah dan murah.

Ini, kata Agus, tentu menjadi pekerjaan serius untuk pemerintah. 

"Untuk menyediakan sebanyak mungkin ruang publik terbuka bagi masyarakat," ujarnya.

Fenomena keramaian ini, kata Agus, juga menjadi indikator paling jelas betapa masyarakat Indonesia adalah masyarakat komunal yang hobinya kumpul-kumpul.

"Dan Al Jabbar menyediakan tempat kumpul-kumpul yang layak dan berkumpul yang layak dan berkelas," tuturnya.

Ia mengatakan fenomena ini pun menunjukkan betapa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang sangat ekspresif.

Kedatangan mereka di Al Jabbar kebanyakan ditunjukkan di media sosial mereka.

"Ini, bagi mereka, adalah bagian dari apa yang disebut sebagai tahaduts binikmat, membagikan kegembiraan mereka melalui kanal media sosial yang mereka miliki," katanya.

Namun, kata Agus, apa yang terjadi di Masjid Raya Al Jabbar juga menjelaskan bahwa masyarakat tampaknya juga memerlukan edukasi yang intens terkait dengan menjaga kebersihan dan kenyamanan.

Ini juga menjadi tugas para pemuka agama bagaimana ceramah-ceramah mereka tentang kebersihan menjadi bagian dari ideologi hidup masyarakat. 

"Sementara di sisi lain, ini juga tugas pemerintah untuk menyediakan fasilitas kebersihan yang memadai, selain tentang bagaimana memperbaiki mindset warga soal menjaga kebersihan," katanya.

Fenomena Al Jabbar ini, katanya, juga menunjukkan gairah masyarakat yang luar biasa seperti ini juga dapat dibaca sebagai semacam rasa haus dan lapar warga untuk bepergian setelah dua tahun terkurung akibat pandemi.

"Gairah keberagamaan ini juga harus ditangkap dan dipelihara oleh segenap pengurus masjid Al Jabbar dengan menyediakan program program edukasi yang dapat membantu umat atau warga menaikkan level kehidupan keagamaan mereka, baik dari sisi pemahaman maupun praktik," katanya. (*)

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved