OPINI

Lampu Merah Inflasi

Sadar atau tidak sudah beberapa bulan ini kita dihadapkan dengan masalah ekonomi kenaikan harga-harga komoditas (tingkat inflasi).

Editor: Kisdiantoro
ISTIMEWA / DOKUMENTASI PRIBADI FACEBOOK
Acuviarta Kartabi, pengamat ekonomi Universitas Pasundan (Unpas). 

Kenaikan harga komoditas di jalur ke 2 ini juga bersumber dari kenaikan harga minyak dunia dan gas yang kemudian berdampak pada harga BBM dan gas elpiji. Kemaren tanggal 3 Agustus pemerintah kembali menaikan harga BBM non subsidi. Harga gas non subsidi sudah berkali-kali naik dan beberapa waktu ke depan bisa saja naik kembali.

Untuk BBM dan gas elpiji bersubsidi sampai saat ini tidak naik, meski pemerintah harus menambah subsidi hingga di atas Rp.500 Triliun. Kita tidak bisa membayangkan bagaimana tingkat inflasi, jika sampai harus ditempuh kenaikan harga BBM dan gas elpiji subsidi. Sepanjang semester 1 tahun 2022 komoditas penyumbang tingkat inflasi di Jabar adalah kenaikan harga gas elpiji atau biasa disebut bahan bakar rumah tangga.

Jalur ke tiga (3) melalui kenaikkan harga komoditas pangan, baik komoditas pangan produksi dalam negeri maupun komoditas pangan sebagian impor. Komoditas pangan dalam negeri yang menjadi penyumbang tertinggi inflasi di Jabar dari awal tahun hingga Juli 2022 adalah cabe merah, disusul bawang merah, minyak goreng, daging ayam ras, cabe rawit dan telur ayam ras.

Untuk komoditas-komoditas tersebut kenaikkannya perlu dikendalikan, yang sudah naik jangan naik kembali, kalau bisa turun. Kenaikkan harga komoditas tersebut mungkin ada pengaruh cuaca sehingga berpengaruh kepada produksi dan stok di pasar.

Namun tidak 100 persen masalah produksi, ada faktor spekulasi di rantai distribusi dan mungkin juga ada disrupsi rantai pasok seperti terjadi pada beberapa kasus kenaikkan harga komoditas global.

Faktor non cuaca yang berpengaruh terhadap kenaikan harga harus direspon dari otoritas kebijakan. Beda komoditas mungkin beda cara pendekatan stabilisasi kebijakannya, tapi pasti ada solusi jika ada keinginan, kecuali memang sengaja diam.

Pada intinya saat ini masyarakat menunggu reaksi pemerintah dalam mengatasi inflasi. Soal harga BBM, elpiji dan minyak goreng bisa diserahkan ke pemerintah pusat (daerah tinggal mengakselerasi percepatan dampak kebijakannya), namun soal kenaikkan harga bawang merah, cabe-cabean, daging dan telor ayam ras bisa diurus oleh pemerintah daerah.

Jujur saja sampai hari ini penulis belum melihat ada tindakan nyata dari pemerintah daerah untuk mengatasi itu secara serius, konsisten dan tidak basa-basi.

Tindakan operasi pasar, kerjasama antara daerah produksi dengan daerah pasar dan sebagainya adalah bentuk-bentuk kebijakan yang dapat dilakukan dalam jangka pendek. Dugaan tidak seriusnya pemerintah daerah terlihat dari sisa anggaran operasi pasar Pemprov Jabar yang kabarnya hanya tersisa Rp.1,5 Milyar. Bagaimana bisa mengatasi inflasi kalau anggaran operasi pasar hanya tersisa sebesar itu.

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved