Kisah Pilu Emak Esih, Lansia yang Hidup Sebatang Kara di Rumah Tak Layak Huni di Tengah Kota Bandung
Berada di dalam gang dan hanya bisa dimasuki satu orang, keberadaan Emak Esih ini seolah luput dari pandangan yang melintas.
Penulis: Muhamad Nandri Prilatama | Editor: Hermawan Aksan
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Muhamad Nandri Prilatama
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Idulfitri menjadi momen bahagia untuk banyak orang lantaran bisa melakukan kegiatan mudik ke kampung halaman dan berkumpul bersama sanak saudara.
Namun, suasana kebahagiaan dan sukacita itu sepertinya tak dirasakan oleh Emak Esih (85), warga di Kawasan Jalan Baturengat, Kelurahan Cigondewah Kaler, RT 01/01, Kecamatan Bandung Kulon, Kota Bandung.
Wanita lansia ini tinggal di rumah yang tak layak huni dengan kondisi sangat memprihatinkan.
Berada di dalam gang dan hanya bisa dimasuki satu orang, keberadaan Emak Esih ini seolah luput dari pandangan yang melintas.
Ketika dikunjungi, terlihat dinding rumah yang terbuat dari anyaman bambu telah menghitam dan ada tambalan di sana-sini dengan plastik agar air tak menembus dinding sampai ke dalam rumah.
Atap rumah Emak Esih pun tampak separuhnya ambruk bahkan terbuka menembus langit yang membuat air hujan bisa masuk ke rumahnya ketika hujan turun.
Tak jauh dari tempat tidurnya, ada beberapa ember berisikan air di atas lantai semen yang mengelupas, ditambah penerangan yang minim dan kondisi lembap di dalam rumahnya sehingga memberikan kesan keprihatinan terhadap kondisi Emak Esih.
Mirisnya, Emak Esih tak memiliki kamar mandi di dalam rumah untuk keperluan mandi, cuci, kakus (MCK).
Karena itu, ketika hendak ke kamar mandi, Emak Esih harus berjalan cukup jauh untuk menjangkau toilet umum yang berada di dekat masjid.
"Emak dahulu punya tiga orang anak dari dua suami tapi sudah meninggal."
"Kalau anak Emak masih ada, ya sepertinya enggak akan seperti ini," katanya dengan suara yang pelan, beberapa waktu lalu.
Untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari, Emak Esih mengaku terpaksa menjual barang berharga miliknya dan mengandalkan kemurahan hati warga sekitar untuk menyambung hidup.
"Bulan puasa alhamdulillah banyak yang memberi," ujarnya.
Di balik hidup Emak Esih yang sebatang kara, ternyata ada yang membantunya secara rutin, yakni Rahmat, seorang guru dari SMP 55 Baturengat, yang berjuang semampunya membantu Emak Esih.
