Guru Rudapaksa Santri

Beda Pendapat Dedi Mulyadi dan Ridwan Kamil soal Hukuman Seumur Hidup bagi Guru Bejat Herry Wirawan

Dua tokoh Jawa Barat, Dedi Mulyadi dan Ridwan Kamil, memberikan tanggapan berbeda tentang vonis hakim terhadap Herry Wirawan.

Editor: Hermawan Aksan
TRIBUN JABAR/DENI DENASWARA
Terdakwa Herry Wirawan menjalani putusan sidang di Pengadilan Negeri Bandung, Selasa (15/2). Terdakwa Herry Wirawan melakukan pencabulan terhadap belasan santri perempuan di bawah umur, majelis hakim memvonis penjara seumur hidup. 

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung membebakan Herry Wirawan dari hukuman mati dan menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup atas perbuatannya merudapaksa belasan santriwati.

Dua tokoh Jawa Barat, Dedi Mulyadi dan Ridwan Kamil, memberikan tanggapan tentang vonis hakim ini.

Anggota DPR RI Dedi Mulyadi menilai hukuman seumur hidup untuk Herry Wirawan mirip dengan hukuman mati.

“Walaupun keinginan masyarakat itu pasti hukuman mati dan kebiri kimia untuk Herry Wirawan, kalau hakim memvonis penjara seumur hidup, ya itu mirip-miriplah,” ujar Dedi Mulyadi saat dihubungi pada Selasa (15/2/2022).

Dedi Mulyadi Nilai Nasionalisme Arteria Dahlan Jakarta Sentris, Tidak Mengerti Peradaban Setiap Daerah
Dedi Mulyadi (dok.dedi mulyadi)

“Kita lihat ini mencerminkan keadilan meskipun tak sesuai harapan agar dihukum mati dan kebiri kimia sehingga tidak ada lagi kasus serupa yang menimpa anak di bawah umur,” ujar Kang Dedi Mulyadi.

Menurut Dedi, vonis hakim itu terbilang baru untuk sebuah kasus pemerkosaan, terlebih dengan korban yang masih di bawah umur.

“Vonis penjara seumur hidup untuk sebuah kasus pemerkosaan adalah hal baru. Apalagi ini menyangkut anak di bawah umur dan dia menggunakan simbol agama sebagai upaya manipulasi kejahatan yang dilakukan sehingga vonis ini mencerminkan keadilan,” ucapnya.

Selain soal vonis, Dedi juga berharap ada keadilan bagi para korban.

 

Korban harus mendapatkan rehabilitasi dan difasilitasi agar bisa menatap masa depan yang lebih baik.

“Korban ini harus dijamin haknya seperti misal kembali sekolah persamaan atau mengikuti pelatihan yang mengarah pada profesionalisme mereka agar bisa hidup layak di tengah masyarakat,” katanya.

Sebelumnya, Dedi sempat menemui keluarga dan beberapa anak yang menjadi korban rudapaksa Herry Wirawan. Saat ini beberapa korban telah diangkat menjadi anak asuh Kang Dedi Mulyadi.

“Walaupun tidak semuanya (korban jadi anak angkat), saya ikut di dalamnya (membangun masa depan korban),” ujar Kang Dedi.

Berharap Jaksa Minta Banding 

Berbeda dengan Dedi, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil berharap tim jaksa penuntut umum (JPU) melakukan upaya banding sehingga Herry Wirawan, guru yang merudapaksa 13 santriwati, dihukum sesuai tuntutan, yakni hukuman mati.

Hukuman penjara seumur hidup yang dijatuhkan oleh majelis hakim kepada Herry Wirawan, katanya, belum sesuai dengan tuntutan jaksa.

Baca juga: Anak Korban Rudakpaksa Herry Wirawan Diberi Akta Kelahiran, Begini Kolom Nama Ayah di Akta Itu

"Kalau belum sesuai tuntutan jaksa, mudah-mudahan jaksa ada upaya-upaya hukum lagi sehingga dimaksimalkan lagi seperti yang dituntut oleh jaksa, hukuman mati," kata Ridwan Kamil di Pullman Bandung, Selasa (15/2/2022).

Ia mengatakan memang sebelumnya setuju dengan tuntutan JPU untuk kasus Herry Wirawan. Karena itu, Ridwan Kamil berharap vonis kepada Herry sesuai dengan tuntutan yang ada.

"Kalau saya kan bukan opini hukum ya, jadi sebenarnya tidak punya hak untuk itu. Kalau bisa, tuntutan dari jaksa itu yang dipenuhi," katanya.

Herry Wirawan menjalani sidang dengan agenda vonis, di Pengadilan Negeri Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Selasa (15/2/2022).
Herry Wirawan mengikuti sidang dengan agenda vonis, di Pengadilan Negeri Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Selasa (15/2/2022). (TRIBUNJABAR.ID/NAZMI ABDURRAHMAN)

Baca juga: Herry Wirawan Dipenjara Seumur Hidup, Dedi Mulyadi: Cermin Keadilan yang Tak Sesuai Harapan

Soal penanganan nasib para korban rudakpaksa oleh Herry Wirawan, katanya, Pemprov Jabar akan turun tangan melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Jabar.

"Masa depan anak-anak ini harus diselamatkan. Jadi sudah disiapkan semua perlindungan dan bantuan sehingga mereka bisa mandiri sesuai dengan cita-cita mereka dan berkeluarga."

"Kami akan antar supaya dalam perjalanan, mereka tidak memiliki trauma-trauma yang akhirnya tidak menjadikan mereka manusia seutuhnya," katanya.

 

Ia mengatakan sedang menyusun rumusan berbagai biaya pendidikan para korban rudapaksa itu dan untuk kebutuhan sehari-hari mereka.

Diberitakan sebelumnya, Herry Wirawan, guru cabul yang merudapaksa 13 santriwati divonis hukuman penjara maksimal seumur hidup oleh majelis hakim.

Vonis tersebut lebih rendah daripada tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar yang menuntut agar Herry Wirawan mendapat hukuman mati serta kebiri kimia

Vonis dibacakan manjelis hakim yang dipimpin Yohanes Purnomo Suryo di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung Selasa (15/2/2021). Herry Wirawan dihadirkan secara langsung di Pengadilan. 

Baca juga: Alasan Hakim Tolak Hukuman Mati, Kebiri, dan Denda untuk Herry Wirawan yang Hamili santriwatiwati

"Mengadili, menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara seumur hidup," ujar hakim saat membacakan amar putusannya. 

Sebelumnya JPU Kejati Jabar menuntut agar Herry Wirawan dihukum mati, serta sejumlah hukuman tambahan yakni pidana tambahan pengumuman identitas dan kebiri kimia.

Lalu ada tuntutan hukuman denda Rp 500 juta dan restitusi kepada korban Rp 331 juta, pembubaran yayasan pesantren termasuk Madani Boarding School dan penyitaan aset dan barang bukti untuk dilelang. 

Layar di luar ruang sidang putusan Herry Wirawan pelaku rudapaksa belasan santri di PN Bandung. Pengunjung menyaksikan sidang vonis di layar tersebut.
Layar di luar ruang sidang putusan Herry Wirawan pelaku rudapaksa belasan santri di PN Bandung. Pengunjung menyaksikan sidang vonis di layar tersebut. (Tribun Jabar/Muhammad Nandri Prilatama)

Herry dituntut hukuman itu sesuai dengan Pasal 81 ayat (1), ayat (3) Dan (5) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama.

Tim JPU dari Kejati Jabar menyatakan pikir-pikir dengan keputusan majelis hakim yang memvonis Herry Wirawan dengan penjara seumur hidup. 

Kepala Kejati Jabar, Asep N Mulyana, yang juga ketua tim JPU dalam perkara Herry Wirawan, menyatakan menghormati keputusan majelis hakim. 

Baca juga: Kata Hakim, Hukuman Mati Melanggar HAM, Herry Wirawan Dijatuhi Hukuman Penjara Seumur Hidup

"Kami JPU mengapresiasi dan menghormati majelis hakim PN Bandung. Pertama, tentu banyak pertimbangan yang dijadikan dasar majelis hakim, diambil atas pendapat dengan tuntutan yang kami ajukan dalam sidang sebelumnya," ujar Asep seusai persidangan. 

Pihaknya mengakui dalam putusan majelis hakim ada beberapa tuntutan dari JPU yang tidak dikabulkan. 

"Tentu kami akan mempelajari secara menyeluruh, pertimbangan, dan putusan majelis hakim dari salinan lengkapnya. Kami sampaikan pikir-pikir untuk menentukan sikap, apakah kami menerima putusan majelis hakim atau mengajukan upaya banding," katanya. 

Hakim menjatuhkan vonis penjara seumur hidup terhadap terdakwa Herry Wirawan serta membayar restitusi terhadap para korban dengan jumlah yang mencapai hampir Rp 300 juta. 

Melanggar HAM

Dalam amar putusannya Hakim berpendapat bahwa hukuman mati bertentangan dengan hak asasi manusia (HAM), sesuai dengan pembelaan terdakwa melalui kuasa hukumnya. 

"Berdasarkan pembelaan terdakwa, hukuman mati bertentangan dengan HAM. Dan pada pokoknya, terdakwa menyesal atas kesalahan," ujar Majelis Hakim. 

Dalam putusannya, Majelis Hakim juga menolak mengabulkan tuntutan kebiri kimia, denda Rp. 500 juta serta restitusi atau ganti rugi kepada korban Rp. 331 juta. 

"Tidak mungkin setelah terpidana mati menjalani eksekusi mati atau menjalani pidana seumur hidup dan terhadap jenazah terpidana dilaksanakan kebiri kimia. Lagipula pasal 67 KUHP tidak memungkinkan dilaksanakan pidana lain apabila sudah pidana mati atau seumur hidup," katanya. 

Menurut hakim, pasal yang dimaksud tersebut untuk mencegah kesewenang-wenangan dalam penjatuhan tuntutan pidana dan penjatuhan pidana. 

"Maka terdakwa dijatuhi hukuman pidana dan dirasa telah meresahkan masyarakat namun bukan berarti terhadap terdakwa dijatuhi tuntutan pidana maupun denda yang semena-mena," ucapnya. 

Sementara biaya restitusi untuk para korban pemerkosaan Herry Wirawan dibebankan kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA). 

Majelis hakim berpendapat Herry Wirawan tidak dapat dibebani hukuman membayar restitusi karena divonis hukuman seumur hidup

Keluarga Korban Menangis

Keluarga santriwati yang jadi korban rudapaksa oleh Herry Wirawan marah dan menangis mendengar si guru bejat itu tidak dihukum mati.

Seperti diberitakan, majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung menjatuhkan hukuman seumur hidup pada Herry Wirawan di sidang putusan pada Selasa (15/2/2022).

"Saya komunikasi dengan keluarga korban, mereka pada menangis kecewa berat dengan putusan ini," ujar Yudi Kurnia, kuasa hukum korban rudapaksa saat diwawancarai Tribunjabar, Selasa (15/2/2022).

Menurutnya, seharusnya majelis hakim mengabulkan tuntutan hukuman mati pada Herry Wirawan, sesuai dengan tuntutan jaksa Kejati Jabar.

"Padahal unsur-unsur hukuman mati sudah sangat terpenuhi," kata dia.

Adapun unsur atau syarat hukuman mati bagi pelaku tindak pidana anak diatur di pasal 81 ayat 5 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D, menimbulkan:

1. Korban lebih dari 1 (satu) orang,
2. Mengakibatkan luka berat,
3. Gangguan jiwa,
4. Penyakit menular,
5. Terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi,
6. Dan/atau korban meninggal dunia,

pelaku dipidana mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 10 tahun.

Ia menyebut keluarga korban saat ini tengah tersesak karena hukuman terhadap pelaku tidak sebanding dengan penderitaan yang akan dialami korban seumur hidupnya.

Putusan hukuman penjara seumur hidup menurutnya menyakiti perasaan keluarga korban yang sedari awal sudah mengharapkan hukuman mati bagi terdakwa.

"Si pelaku masih bisa bernapas walau pun di dalam penjara, sementara keluarga korban sesak menghadapi masa depan anak-anak, harapan anak sudah dibunuh, sementara si heri masih bisa bernapas," ungkapnya.  

Yudi menjelaskan dari fakta persidangan terdakwa tidak membantah sedikit pun atas kesaksian para korban, unsur-unsur hukuman mati pun sudah terpenuhi.

Menurutnya kejadian tersebut merupakan kejadian yang luar biasa, diperparah dengan terdakwa yang seorang guru pengajar sekaligus guru pengasuh yang seharusnya melindungi muridnya.

Perbuatan terdakwa pun melakukan perbuatan bejat kepada 13 orang santriwati pun dilakukan secara berulang.

"Apakah ini bukan suatu kejadian luar biasa, kami mohon kepada jaksa penuntut umum untuk berani banding. Upaya banding adalah upaya hukum, mungkin ke depannya hasilnya seperti apa, yang jelas jaksa penuntut umum ada upaya dan komitmen," ujarnya.

Hukuman mati menurutnya sebagai pesan bahwa di negara Republik Indonesia ini tidak ada ruang untuk siapa pun yang melakukan kejahatan terhadap anak. (*)

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved