Hakim Pakai Alasan HAM Bebaskan Herry Wirawan dari Hukuman Mati Bikin Korban Berderai Air Mata

Hakim Pengadilan Negeri Yohanes Purnomo Suryo menggunakan pertimbangan Hak Azasi Manusia (HAM) saat membebaskan Herry Wirawan dari hukuman mati.

Penulis: Nazmi Abdurrahman | Editor: Mega Nugraha
Tribun Jabar/Nazmi Abdurrahman
Herry Wirawan tiba di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jalan LLRE. Martadinata, Kota Bandung, Selasa (15/2/2022), untuk menjalani sidang vonis. 

TRIBUNJABAR.ID,BANDUNG- Hakim Pengadilan Negeri Yohanes Purnomo Suryo menggunakan pertimbangan Hak Azasi Manusia (HAM) saat membebaskan Herry Wirawan dari hukuman mati.

Seperti diberitakan, tuntutan jaksa agar Herry Wirawan dijatuhi hukuman mati ditolak hakim. Kemudian, hakim menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup untuk Herry Wirawan yang rudapaksa belasan santriwati.

"Mengadili, menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara seumur hidup," ujar Yohanes Purnomo Suryo, Ketua Majelis Hakim yang memeriksa perkara tersebut di Pengadilan Negeri Bandung, Selasa (15/2/2022).

Penjatuhan hukuman penjara seumur hidup itu didasarkan pada pertimbangan HAM. Hakim menyebut, menjatuhkan hukuman mati melanggar HAM.

"Berdasarkan pembelaan terdakwa, hukuman mati bertentangan dengan HAM. Dan pada pokoknya, terdakwa menyesal atas kesalahan," ujar Majelis Hakim. 

Baca juga: Bebaskan Herry Wirawan dari Hukuman Mati, Hakim Yohanes Purnomo Suryo Abaikan Satu Hal Penting

Kuasa hukum para korban rudapaksa oleh Herry Wirawan, Yudi Kurnia, menyebut bahwa hakim Yohanes Purnomo Suryo juga menyenyampingkan syarat pelaku kejahatan terhadap anak bisa dipidana mati.

Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D, menimbulkan:

Korban lebih dari 1 (satu) orang, Mengakibatkan luka berat, Gangguan jiwa, Penyakit menular, Terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi dan/atau korban meninggal dunia, pelaku dipidana mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 10 tahun.

"Padahal unsur-unsur hukuman mati sudah sangat terpenuhi," kata Yudi Kurnia di Garut, Selasa (15/2/2022).

Putusan hukuman penjara seumur hidup menurutnya menyakiti perasaan keluarga korban yang sedari awal sudah mengharapkan hukuman mati bagi terdakwa.

"Si pelaku masih bisa bernapas walau pun di dalam penjara, sementara keluarga korban sesak menghadapi masa depan anak-anak, harapan anak sudah dibunuh, sementara si heri masih bisa bernapas," ungkapnya.  

Yudi menjelaskan dari fakta persidangan terdakwa tidak membantah sedikit pun atas kesaksian para korban, unsur-unsur hukuman mati pun sudah terpenuhi.

Baca juga: Ridwan Kamil Merespons Vonis bagi Herry Wirawan yang Merudapaksa Santri, Begini Kata Kang Emil

Menurutnya kejadian tersebut merupakan kejadian yang luar biasa, diperparah dengan terdakwa yang seorang guru pengajar sekaligus guru pengasuh yang seharusnya melindungi muridnya.

Perbuatan terdakwa pun melakukan perbuatan bejat kepada 13 orang santriwati pun dilakukan secara berulang.

"Apakah ini bukan suatu kejadian luar biasa, kami mohon kepada jaksa penuntut umum untuk berani banding. Upaya banding adalah upaya hukum, mungkin ke depannya hasilnya seperti apa, yang jelas jaksa penuntut umum ada upaya dan komitmen," ujarnya.

Di sisi lain, hukuman mati di Indonesia masih berlaku dengan didasarkan pada Pasal 10 KUH Pidana yang mengatur jenis pidana pokok, yang terdiri dari pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda, pidana tutupan.

Keluarga Berderai Air Mata

Keluarga santriwati yang jadi korban rudapaksa oleh Herry Wirawan marah dan menangis mendengar si guru bejat itu tidak dihukum mati.

"Saya komunikasi dengan keluarga korban, mereka pada menangis kecewa berat dengan putusan ini," ujar Yudi Kurnia, kuasa hukum korban rudapaksa saat diwawancarai Tribunjabar, Selasa (15/2/2022).

Ia menyebut keluarga korban saat ini tengah tersesak karena hukuman terhadap pelaku tidak sebanding dengan penderitaan yang akan dialami korban seumur hidupnya.

Putusan hukuman penjara seumur hidup menurutnya menyakiti perasaan keluarga korban yang sedari awal sudah mengharapkan hukuman mati bagi terdakwa.

Baca juga: Herry Wirawan Dipenjara Seumur Hidup, Dedi Mulyadi: Cermin Keadilan yang Tak Sesuai Harapan

"Si pelaku masih bisa bernapas walau pun di dalam penjara, sementara keluarga korban sesak menghadapi masa depan anak-anak, harapan anak sudah dibunuh, sementara si heri masih bisa bernapas," ungkapnya.  

Yudi menjelaskan dari fakta persidangan terdakwa tidak membantah sedikit pun atas kesaksian para korban, unsur-unsur hukuman mati pun sudah terpenuhi.

Menurutnya kejadian tersebut merupakan kejadian yang luar biasa, diperparah dengan terdakwa yang seorang guru pengajar sekaligus guru pengasuh yang seharusnya melindungi muridnya.

Perbuatan terdakwa pun melakukan perbuatan bejat kepada 13 orang santriwati pun dilakukan secara berulang.

"Apakah ini bukan suatu kejadian luar biasa, kami mohon kepada jaksa penuntut umum untuk berani banding. Upaya banding adalah upaya hukum, mungkin ke depannya hasilnya seperti apa, yang jelas jaksa penuntut umum ada upaya dan komitmen," ujarnya.

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved