Guru Rudapaksa Santri
ALASAN Kuat Jaksa Tetap Tuntut Guru Bejat Herry Wirawan yang Hamili Santriwati Dihukum Mati
Menurut Asep N Mulyana, tuntutan hukuman mati yang diajukan jaksa sudah sesuai dengan amanat undang-undang.
Penulis: Nazmi Abdurrahman | Editor: Hermawan Aksan
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nazmi Abdurahman
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat tetap pada tuntutannya, meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman mati kepada Herry Wirawan, terdakwa kasus rudapaksa 13 santriwati.
Kepala Kejati Jabar, Asep N Mulyana, yang menjadi JPU dalam sidang Herry Wirawan, membacakan replik atau jawaban JPU atas pembelaan terdakwa dan penasihat hukumnya, di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Kamis (27/1/2022).
"Pada intinya kami menanggapi pleidoi tetap pada tuntutan di persidangan kemarin," ujar Asep N Mulyana seusai sidang.
Menurut Asep, tuntutan hukuman mati yang diajukan jaksa sudah sesuai dengan amanat undang-undang.
Baca juga: Jawaban Tegas JPU untuk Pleidoi Guru Bejat Herry Wirawan: Tetap Harus Dihukum Mati dan Aset Dilelang
"Pertama, bahwa tuntutan mati itu diatur dalam regulasi, diantur dalam ketentuan perundang-undangan."
"Artinya, itu sudah sesuai dengan aturan yang berlaku," katanya.
Asep juga tetap pada tuntutannya, meminta majelis hakim agar yayasan dan semua aset terdakwa dilelang untuk negara yang selanjutnya diserahkan kepada korban dan anak korban.
Menurutnya, restitusi atau ganti rugi untuk korban yang dihitung oleh LPSK tidak sepadan dengan derita korban.
"Oleh sebab itu kami meminta kepada majelis hakim agar yayasan kemudian aset terdakwa dirampas untuk negara dan dilelang."
"Hasilnya diberikan kepada korban, tanpa sedikit pun mengurangi tanggung jawab negara untuk melindungi para korban."
"Kami memastikan bahwa korban bisa bersekolah lagi," katanya.
Yayasan milik terdakwa, kata dia, harus disita dan dilelang.
Sebab, kata dia, yayasan tersebut menjadi alat yang digunakan oleh terdakwa melakukan kejahatan.
"Tanpa ada yayasan, tidak mungkin terdakwa melakukan kejahatan itu secara sistematis."