Guru Rudapaksa Santri
Guru Bejat Herry Wirawan yang Hamili Santrinya Mengaku Salah dan Minta Hal Ini dalam Pleidoi
Herry Wirawan, terdakwa perudapaksa terhadap 13 siswa mengakui perbuatannya dan meminta maaf kepada para korban.
Penulis: Nazmi Abdurrahman | Editor: Giri
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nazmi Abdurahman.
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Herry Wirawan, terdakwa perudapaksa terhadap 13 siswa mengakui perbuatannya dan meminta maaf kepada para korban.
Hal itu disampaikan Herry dalam sidang dengan agenda pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Kamis (20/1/2022).
Herry membacakan nota pembelaannya secara daring dari Rumah Tahanan (Rutan) Kebonwaru.
"Baru saja selesai persidangan, tadi dibacakan nota pembelaan yang dilakukan oleh penasihat hukum, dari terdakwa HW sendiri. Dia bacakan snediri melalui daring," ujar Kasipenkum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar, Dodi Ghazali Emil, seusai sidang.
Dalam nota pembelaannya, kata Dodi, Herry menyesali perbuatannya dan meminta majelis hakim untuk memperingan hukumannya.
"Yang sependek bisa saya ketahui, yang bersangkutan menyesal, kemudian meminta maaf kepada seluruh korban dan keluarganya dan pihak lain, kemudian meminta untuk dikurangi hukumannya," katanya.
Sebelumnya, Jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat menuntut Herry Wirawan dengan hukuman mati.
Tuntutan terhadap terdakwa yang telah merudapaksa 13 siswa di Bandung ini dibacakan langsung oleh Kepala Kejati Jabar, Asep N Mulayana, di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Selasa (11/1/2022).

Dalam sidang pembacaan tuntutan itu, terdakwa Herry hadir langsung mendengarkan tuntutan.
"Kami, pertama, menuntut terdakwa dengan hukuman mati. Sebagai komitmen kami untuk memberikan efek jera pada pelaku. Kedua, kami juga menjatuhkan dan meminta hakim untuk menyebarkan identitas terdakwa dan hukuman tambahan, kebiri kimia," ujar Asep N Mulyana.
Herry dituntut hukuman sesuai dengan Pasal 81 ayat (1), ayat (3) Dan (5) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama.
Heri merupakan guru yang merudapaksa 13 santriwati.
Akibat perbuatannya, delapan santriwati sudah melahirkan. Bahkan, seorang satriwati melahirkan dua anak. (*)