Guru Rudapaksa Santri

Pilu Orangtua Santriwati Korban Rudapaksa Guru Ngaji di Bandung saat Disodori Bayi, Semua Menangis

Selain berat menerima kenyataan anaknya jadi korban guru ngaji bejat, para orangtua juga kebingungan membayangkan masa depan anak-anaknya

Tribun Jabar/ Sidqi Al Ghifari
Ketua P2TP2A Kabupaten Garut, Diah Kurniasari saat menggelar jumpa pers di Kantor Ketua P2TP2A Kabupaten Garut, Kamis (9/12/2021). 

TRIBUNJABAR.ID, GARUT - Kasus guru rudapaksa santriwati di pesantren di Bandung menjadi sorotan masyarakat.

Ada belasann korban rudapaksa guru pesantren bernama Herry Wirawan tersebut, 11 di antaranya berasal dari Garut, Jawa Barat.

Para korban ini pun masih memiliki pertalian saudara dan bertetangga.

Ketua Pusat Pelayanan Terpadi Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Garut, Diah Kurniasari Gunawan, menyaksikan langsung pilu yang dialami orangtua santri yang anaknya menjadi korban rudapaksa guru bejat di Cibiru Bandung tersebut.

Baca juga: MIRIS, Ada Korban Rudapaksa Guru Bejat yang Ditolak Sekolah, LPSK Desak Pemprov Jabar Beri Perhatian

Diah merasakan betul rasa kecewa, marah, dan perasaan yang berkecamuk dari para orangtua korban tersebut.

Hal tersebut dirasakan Diah saat menyaksikan lagsung pilunya momen pertemuan para orangtua dengan ana-anaknya.

Mereka tak menyangka, anak-anaknya yang sebelumnya tengah menuntut ilmu di pesantren ternyata menjadi korban rudapaksa guru ngaji yang mereka percayai sebelumnya, bahkan hingga memiliki anak.

Dilansir dari Kompas.com, para orangtua korban menangis saat melihat anak usia 4 bulan.

"Rasanya bagi mereka mungkin dunia ini kiamat, ada seorang bapak yang disodorkan anak usia 4 bulan oleh anaknya, enggak, semuanya nangis," kenang Diah.

Orangtua korban pun berat terima kenyataan

Peristiwa pilu itu terjadi saat dirinya mengawal pertemuan para orangtua dengan anak-anaknya di kantor P2TP2A Bandung, setelah dibawa keluar dari lingkungan pondok pesantren oleh penyidik Polda Jabar.

Baca juga: Pengakuan Pahit Warga Garut Ayah Korban Rudakpaksa Guru Bejat, Minta Pelaku Dihukum Mati dan Kebiri

Kondisi yang sama, menurut, Diah juga terjadi di kantor P2TP2A Garut saat para orangtua yang tidak tahu anaknya menjadi korban pencabulan guru ngajinya diberi tahu kasus yang menimpa anaknya sebelum akhirnya mereka dipertemukan pertama kali di kantor P2TP2A Bandung sebelum dibawa ke P2TP2A Garut.

Menurut Diah, selain berat menerima kenyataan anaknya jadi korban, para orangtua juga kebingungan membayangkan masa depan anak-anaknya dan lingkungan tempat tinggal anak yang dikhawatirkan tidak bisa menerima.

"Di kecamatan ini (lingkungan rumah korban), saya sampai datang beberapa kali nengok yang lahiran, ngurus sekolahnya, ketemu tokoh masyarakatnya," katanya.

Pelaku sangat bejat, orangtua dan korban sama-sama diberi terapi psikologi

Kasus ini, menurut Diah, sangat-sangat menguras emosi semua pihak, apalagi saat dilakukan terapi psikologi terhadap anak-anak dan orangtuanya yang dilakukan tim psikolog P2TP2A.

"Sama, kita semua juga marah pada pelaku setelah tahu ceritanya dari anak-anak, sangat keterlaluan, kita paham bagaimana marah dan kecewanya orangtua mereka," katanya.

Orangtua korban kebanyakan bukan orang mampu, berharap sekolah gratis di pesantren

Menurut Diah, P2TP2A menawarkan berbagai solusi kepada anak-anak dan orangtuanya terkait posisi anak yang dilahirkan dari perbuatan cabul guru ngajinya.

Bahkan, jika para orangtua tidak mau mengurusnya, P2TP2A siap menerima anak tersebut.

Sebab, menurut Diah, para orangtua korban bukan orang-orang yang tergolong mampu.

Baca juga: TERUNGKAP, Pesantren Milik Guru yang Rudapaksa Santriwati Dibangun dengan bantuan Orang Tua Murid

Mereka kebanyakan adalah buruh harian lepas, pedagang kecil, dan petani yang tadinya merasa mendapat keuntungan anaknya bisa pesantren sambil sekolah gratis di pesantren tersebut.

"Alhamdulillah, yang rasanya mereka (awalnya) tidak terima, namanya juga bayi, cucu darah daging mereka, akhirnya mereka rawat, walau saya menawarkan kalau ada yang tidak sanggup, saya siap membantu," katanya.

Kisah orangtua, yang anaknya lahirkan dua anak dari perkosaan HW

Begitu pula dengan orangtua korban yang anaknya memiliki dua anak dari guru ngajinya tersebut, menurut Diah, anak pertamanya berusia 2,5 tahun dan beberapa bulan lalu melahirkan anak kedua, orangtua dan anaknya mau merawatnya.

"Saya nengok ke sana (rumahnya), menawarkan (bantuan) kalau enggak sanggup merawat, ternyata mereka tidak ingin dipisahkan anaknya, dua-duanya perempuan," kata Diah.

Korban yang melahirkan paling akhir pada November lalu usianya masih 14 tahun. Setelah melahirkan, dirinya pun menawarkan bantuan jika orangtuanya tidak sanggup mengurus. Namun, orangtuanya mau mengurusnya.

"Setidaknya, mereka sudah menerima takdir ini, nanti saya berencana mau nengok juga ke sana," katanya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Orangtua Santriwati Korban Perkosaan Guru Pesantren Menangis Saat Disodori Bayi 4 Bulan oleh Anaknya, Dunia Serasa Kiamat..."

Sumber: Kompas
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved