Was-was Dunia Usaha di Tengah Pandemi, Muncul Wacana Moratorium Pengajuan PKPU dan Kepailitan
permohonan pailit dan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) menumpuk di lima pengadilan niaga yang ada di Indonesia. Apindo usul ada moratorium.
Penulis: Mega Nugraha | Editor: Mega Nugraha
Adanya permohonan PKPU dan pailit yang dilakukan berulang-ulang. Tidak adanya batasan nilai piutang sebagai dasar permohonan PKPU. Kesepakatan dalam perjanjian tentang penyelesaian sengketa dikesampingkan dalam proses PKPU dan pailit dan pihak pemohon PKPU dan kepailitan dan tidak ada upaya hukum.
Lalu sistem pemungutan suara dalam kepailitan dan PKPU. Penetapan kepailitan dan insolvency debitur dan tidak ada upaya hukum yang jelas dalam PKPU dan pailit terhadap tindak pidana pemalsuan dokumen dan penggelembungan piutang atau piutang fiktif.
Ketua Dewan Penasehat Asosiasi dan Pengurus Indonesia (AKPI) Jamaslin James Purba juga mengamini bahwa permohonan kepailitan di Indonesia terlalu mudah.
Baca juga: Dinilai Efekltif, Aturan Ganjil Genap Masuk Bandung Minggu Ini Kembali Diberlakukan? Ini Kata Oded
"Persyaratan permohonan pailit mudah. Di kita utang 100 juta boleh ke Pengadilan Niaga," ujarnya.
Karena kondisi itu, tidak sedikit permohonan PKPU dan kepailitan justru disertai itikad tidak baik, bukan untuk restrukturisasi.
Jika keluhan pengusaha itu soal itikad buruk dalam permohonan PKPU yang didukung dengan mudahnya permohonan, maka solusinya meminta pemerintah menghapus hak kreditur mengajukan PKPU bukan mengusulkan moratorium.
“Kalau niatnya restrukturisasi debitur dong yang mengajukan PKPU. Ini banyak kejadian, fakta tidak bisa dipungkiri. Banyak yang berlomba-lomba ajukan perkara, bukan karena niat resturkturisasi. Misal ada klien yang mau menagih utang, kalau gugat perdata (ke pengadilan negeri) itu 3 tahun, mending PKPU (ke pengadilan niaga) kalau bisa berdamai semua happy. Ini keberatan pelaku usaha. Kalau itu yang dikhawatirkan hapuskan hak kreditur mengajukan PKPU dan revisi fee, jangan moratorium,” kata James.
Narasumber lain dalam webinar IK FH Unpad itu, Alfin Sulaiman dari Restructuring and Insolvency Chamber Indonesia (RICI). Dia menyinggung soal perlunya moratorium PKPU dan kepailitan.
"Moratorium PKPU dan kepailitan harus memperhatikan seluruh stakeholder dalam djnia usaha tidak hanya pengusaha tapi juga perbankan, supplier hingga pihak lain terkait. Selain itu, moratorium PKPU dan pailit harus jadi momentum semua pihak untuk buka mata dan menyadari pentingnya revisi UU Kepailitan dan PKPU serta hukum acara perdata yg banyak kelemahan," katanya.
Ketua Ika FH UNPAD Yudhi Wibhisana dalam sambutannya mengatakan, keberadaan Undang-undang PKPU dan Kepailitan tidak ada perubahan meski prakteknya terjadi perubahan.
"17 tahun berlalu Undang-undang PKPU dan Kepailitan, tapi tidak ada perubahan meski pada prakteknya terjadi perubahan disana sini," katanya.
"Untuk itu, kita coba gali lebih dalam lagi mengenai moratorium atau revisi UU PKPU dan Kepailitan ini. Tentunya dengan mempertimbangkan pendapat para pakar di bidangnya," sambungnya.
Ia mengakui banyak pihak berkepentingan dalam PKPU dan kepailitan sehingga menimbulkan problem moral hazard.
"Sehingga menimbulkan was-was bagi dunia usaha terhadap PKPU dan kepailitan di tengah situasi bisnis dari Desember 2018 sampai saat ini belum berhasil dari pandemi," kata dia.