Was-was Dunia Usaha di Tengah Pandemi, Muncul Wacana Moratorium Pengajuan PKPU dan Kepailitan

permohonan pailit dan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) menumpuk di lima pengadilan niaga yang ada di Indonesia. Apindo usul ada moratorium.

Penulis: Mega Nugraha | Editor: Mega Nugraha
KOMPAS.com/ABBA GABRILIN
Gedung Pengadilan Negeri/Niaga/HAM/Tipikor dan Hubungan Industrial Jakarta Pusat 

TRIBUNJABAR.ID,BANDUNG- Perkara permohonan pailit dan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) menumpuk di lima pengadilan niaga yang ada di Indonesia.

Kondisi itu tidak lepas dari terganggunya perekonomian nasional diselama masa pandemi. Banyak perusahaan tidak bisa membayar utang sehingga kreditur mengajukan permohonan PKPU.

Dalam kurun waktu 2020-2021, jumlah permohonan PKPU dan kepailitan di Indonesia mencapai 1.298 kasus, dan berdampak pada potensi pemutusan hubungan kerja yang luas. 

Anggota Apindo, Eka Wahyu Kasih menerangkan, di tengah pandemi, seharusnya ada moratorium permohonan PKPU dan kepailitan di pengadilan niaga karena di tengah kondisi pandemi, syarat pengajuan PKPU kepailitan di Pengadilan Niaga seperti yang diatur di Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU terlalu mudah. Pengusaha menganggapnya itu tidak menguntungkan mereka.

Salah satu syarat permohonan PKPU di Undang-undang PKPU antara lain PKPU dan kepailitan bisa diajukan oleh dua kreditur.

"Kami juga mencermati soal batas piutang sebagai dasar pernohonan kepailitan dan PKPU tidak diatur batasan jumlah piutang yang jadi dasar permohonan kepailitan," kata Eka Wahyu Kasih, anggota Apindo dalam webinar Restrukturisasi Bisnis di Masa Pandemi, Quo Vadis UU KPKPU yang digelar Ika FH UNPAD.

Padahal di negara lain syarat PKPU dan kepailitan tidak semudah di Indonesia. Kemudian ada batasan nilai utang berapa yang bisa diajukan ke pengadilan.

Baca juga: 14 Alasan Perusahaan Bisa Memecat Karyawannya, dari Rugi sampai Pailit

Eka Wahyu Kasih menerangkan, di tengah situasi ekonomi yang menurun, dengan aturan PKPU dan kepailitan, seringkali permohonan PKPU diajukan berkali-kali.

Ia menyebut contoh kasus permohonan PKPU sempat ditolak Pengadilan Niaga, tapi di hari yang sama dan di pengadilan yang sama, PKPU dengan perkara yang sama diajukan kembali.

"PKPU berulang-ulang meski dimungkinkan, tapi di dunia usaha, kepercayaan jadi nomor 1. Kalau ada yang beritikad buruk terus mengajukan PKPU, investor bakal freeze karena takut terseret PKPU. Akibatnya, perusahaan sehat pun pasti akan jatuh sendiri. Karenanya, permohonan PKPU berulang harus dicarikan solusinya," ucap Eka Wahyu Kasih.

Dia menyinggung soal moratorium PKPU dan kepailitan di pengadilan niaga selama pandemi Covid-19 terjadi.

"Moratorium kepailitan di masa pandemi diberlakukan di negara-negara seperti Austria, United Kingdom, Uni Emirat Arab, Jerman, Denmark, Irlandia, hingga Italia," katanya.

Bahkan, kata dia, Bank Dunia juga menyatakan moratorium PKPU dan kepailitan ke pengadilan di masa pandemi sudah diberlakukan di sejumlah negara.

"World Bank menyatakan bahwa kebijakan sementara moratorium di masa pandemi hal yang wajar dan tidak akan mempenagruhi penilaian kemudahaan berusaha atau menurunkan kepercayaan investor asing," katanya.

Karenanya, moratorium PKPU dan kepailitan di masa pandemi, bagi Apindo, sangat dibutuhkan. Setidaknya ada tujuh alasan yang melatar belakanginya.

Adanya permohonan PKPU dan pailit yang dilakukan berulang-ulang. Tidak adanya batasan nilai piutang sebagai dasar permohonan PKPU. Kesepakatan dalam perjanjian tentang penyelesaian sengketa dikesampingkan dalam proses PKPU dan pailit dan pihak pemohon PKPU dan kepailitan dan tidak ada upaya hukum.

Lalu sistem pemungutan suara dalam kepailitan dan PKPU. Penetapan kepailitan dan insolvency debitur dan tidak ada upaya hukum yang jelas dalam PKPU dan pailit terhadap tindak pidana pemalsuan dokumen dan penggelembungan piutang atau piutang fiktif.

Ketua Dewan Penasehat Asosiasi dan Pengurus Indonesia (AKPI) Jamaslin James Purba juga mengamini bahwa permohonan kepailitan di Indonesia terlalu mudah.

Baca juga: Dinilai Efekltif, Aturan Ganjil Genap Masuk Bandung Minggu Ini Kembali Diberlakukan? Ini Kata Oded

"Persyaratan permohonan pailit mudah. Di kita utang 100 juta boleh ke Pengadilan Niaga," ujarnya.

Karena kondisi itu, tidak sedikit permohonan PKPU dan kepailitan justru disertai itikad tidak baik, bukan untuk restrukturisasi.

Jika keluhan pengusaha itu soal itikad buruk dalam permohonan PKPU yang didukung dengan mudahnya permohonan, maka solusinya meminta pemerintah menghapus hak kreditur mengajukan PKPU bukan mengusulkan moratorium.

“Kalau niatnya restrukturisasi debitur dong yang mengajukan PKPU. Ini banyak kejadian, fakta tidak bisa dipungkiri. Banyak yang berlomba-lomba ajukan perkara, bukan karena niat resturkturisasi. Misal ada klien yang mau menagih utang, kalau gugat perdata (ke pengadilan negeri) itu 3 tahun, mending PKPU (ke pengadilan niaga) kalau bisa berdamai semua happy. Ini keberatan pelaku usaha. Kalau itu yang dikhawatirkan hapuskan hak kreditur mengajukan PKPU dan revisi fee, jangan moratorium,” kata James.

Narasumber lain dalam webinar IK FH Unpad itu, Alfin Sulaiman dari Restructuring and Insolvency Chamber Indonesia (RICI). Dia menyinggung soal perlunya moratorium PKPU dan kepailitan.

"Moratorium PKPU dan kepailitan harus memperhatikan seluruh stakeholder dalam djnia usaha tidak hanya pengusaha tapi juga perbankan, supplier hingga pihak lain terkait. Selain itu, moratorium PKPU dan pailit harus jadi momentum semua pihak untuk buka mata dan menyadari pentingnya revisi UU Kepailitan dan PKPU serta hukum acara perdata yg banyak kelemahan," katanya.

Ketua Ika FH UNPAD Yudhi Wibhisana dalam sambutannya mengatakan, keberadaan Undang-undang PKPU dan Kepailitan tidak ada perubahan meski prakteknya terjadi perubahan.

"17 tahun berlalu Undang-undang PKPU dan Kepailitan, tapi tidak ada perubahan meski pada prakteknya terjadi perubahan disana sini," katanya.

"Untuk itu, kita coba gali lebih dalam lagi mengenai moratorium atau revisi UU PKPU dan Kepailitan ini. Tentunya dengan mempertimbangkan pendapat para pakar di bidangnya," sambungnya.

Ia mengakui banyak pihak berkepentingan dalam PKPU dan kepailitan sehingga menimbulkan problem moral hazard.

"Sehingga menimbulkan was-was bagi dunia usaha terhadap PKPU dan kepailitan  di tengah situasi bisnis dari Desember 2018 sampai saat ini belum berhasil dari pandemi," kata dia.

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved