Disnakertrans Jabar Sebut Ada 92 aduan dan 71 Perusahaan yang Diadukan Terkait Pembayaran THR 2021
Dari sejumlah aduan tersebut, terdapat 71 instansi perusahaan atau lembaga yang diadukan, melalui posko pengaduan THR dan Media Sosial
Penulis: Cipta Permana | Editor: Seli Andina Miranti
Laporan wartawan Tribun Jabar.id, Cipta Permana.
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jawa Barat menyebut, hingga Sabtu (9/5/2021) pihaknya telah menerima 92 aduan terkait persoalan pembayaran tunjangan hari raya (THR) 2021.
Dari sejumlah aduan tersebut, terdapat 71 instansi perusahaan atau lembaga yang diadukan, melalui posko pengaduan THR yang ada di enam kantor UPTD pengawasan transmigrasi, serta media sosial Disnakertrans Jabar.
Kepala Disnakertrans Jabar Rachmat Taufiq Garsadi mengatakan, untuk jenis pengaduan yang diterima UPTD, tidak hanya mengenai penunggakan atau keterlambatan pembayaran THR 2021 sesuai jadwal yang ditetapkan, namun juga beberapa persoalan lainnya, seperti THR 2020 belum selesai dibayarkan, THR tidak dibayarkan, THR dicicil tanpa kesepakatan, THR dicicil, THR dibayarkan tidak sesuai upah, THR pekerja ter-PHK (pemutusan hubungan kerja), dan dugaan pelanggaran norma ketenagakerjaan lainnya.
"Terkait, instansi perusahaan atau lembaga yang diadukan terkait pembayaran THR, dari 71 perusahaan/lembaga paling banyak adalah perusahaan garmen atau tekstil, dan wilayah pengaduan paling banyak terjadi di Bandung Raya," ujarnya saat dihubungi melalui telepon," Minggu (10/5/2021).
Rachmat pun merinci terkait jumlah aduan yang diterima pihaknya, meliputi instansi Pemerintah Kota sebanyak dua aduan, instansi pemerintah provinsi satu aduan, developer perumahan (1), restoran (6), retail/distributor (12), industri hiburan (2), studio foto (1), garmen/tekstil (16), perusahaan rintisan (1), kargo/ekspedisi (3), hotel (2), stasiun radio (1), agen tenaga kerja (1),
"Selain itu, ada juga industri manufaktur satu aduan, IT Services (1), koperasi (1), anak perusahaan BUMN (2), alih daya (2), industri pengolahan (2), lembaga pendidikan (2), jasa angkutan (1, konsultan (1), dan usaha pangkas rambut (1)," ucapnya.
Baca juga: Hingga H-3 Lebaran, Belum Ada Laporan Perusaahan di Sumedang yang Tidak Bisa Membayar THR
Sebelumnya, Rachmat telah menginstruksikan, agar perusahaan terdampak Covid-19, tetap memiliki kewajiban untuk membayarkan tunjangan hari raya (THR) kepada karyawannya, paling telat satu hari sebelum pelaksanaan hari raya keagamaan.
Hal ini mengacu kepada Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2021, dimana perusahaan yang terdampak Covid-19 harus melakukan dialog dengan bupati/walikota untuk mencari solusi.
"Perusahan yang masih terdampak bisa melakukan perundingan kesepakatan, dan perusahaan bisa membuktikan terkait dampak dari pandemi ini. Tapi tetap hanya diberi waktu sampai minus satu hari sebelum hari raya, kalau aturan di surat edaran Menaker itu minus tujuh hari," ujar Rachmat.
Ia menegaskan, bahwa tahun ini, tidak ada aturan bagi perusahaan untuk membayarkan THR yang menjadi hak karyawannya dengan cara dicicil.
Hal tersebut, karena kondisi ekonomi di Tahun 2021 ini berbeda dibandingkan dengan tahun lalu, dimana aktivitas ekonomi sekarang sudah mulai bergeliat.
Selain itu, pemerintah pun telah melakukan relaksasi terkait kebijakan aturan ekonomi, pajak, listrik, bahkan di ruang perbankan.
Baca juga: Berapa THR 2021 yang Diterima Presiden Jokowi? Intip Nominalnya
"Tahun lalu itu masih boleh, karena semuanya terkaget-kaget dengan awal kemunculan pandemi Covid-19, dimana awal pandemi itu bulan Maret, kemudian berselang tiga bulan kemudian yaitu bulan Mei adalah hari raya, jadi di tiga bulan itu, semua sektor terkaget-kaget dengan situasi itu, termasuk juga Pemerintah yang belum memiliki acuan kebijakan yang terbaik untuk menanggulangi kondisi pandemi. Tapi tahun ini berbeda, pandemi covid-19 sudah berlangsung hampir 1,5 Tahun, sehingga harusnya lebih siap," ucapnya.
Rachmat pun mengingatkan, terkait adanya denda sebesar lima persen bagi pengusaha yang telat membayar THR, denda sebesar lima persen itu dari nilai THR yang wajib diberikan perusahaan kepada karyawannya.
"Dendanya itu lima persen dari nilai THR yang diberikan, misal yang diberikan itu Rp. 1 miliar, maka dendanya itu lima persen harus diberikan kepada karyawan untuk kesejahteraannya," katanya.