Lembaga Kemanusian dari Indonesia Bangun 42 Rumah di Kamp Pengungsian Korban Perang di Idlib Suriah
Lembaga Kemanusian dari Indonesia Bangun 42 Rumah di Kamp Pengungsian Korban Perang di Idlib Suriah
EXPLORE Humanity, sebuah lembaga kemanusiaan dari Indonesia, membangun 42 rumah di kamp pengungsian di perbatasan Siria dan Turki.
Rumah yang dibangun merupakan rumah semipermanen yang diperuntukkan bagi para pengungsi.
"Kami ditawari mitra, mau enggak membangun rumah di sini, lokasinya di sini, luasnya segini, budgetnya sekian," kata Anggara Budhi Pratama (32) dari Lembaga Kemanusiaan Explore saat berkunjung ke Graha Tribun Jabar, baru-baru ini.

Angga, panggilan Anggara, pun membuat detail project-nya. Kemudia Explore melemparnya ke donatur. Dari hasil pengumpulan dana tersebut cukup untuk membangun 42 rumah di sana.
"Sebelum ada persetujuan. Kami di-screning. Kami dimintai alamat email, instagram pribadi. Juga Ketua Explore," katanya.
Screning dilakukan, kata Angga, untuk memastikan lembaga yang ditunjuk tidak memiliki kepentingan apa-apa dengan konflik yang sedang terjadi.
"Mereka tidak mau bekerja sama dengan lembaga yang berafiliasi kepada pihak mana pun," katanya.
Rumah-rumah tersebut dibangun di dua lokasi, yang dua-duanya berada di daerah Idlib Suriah.
Baca juga: Kamp Pengungsian Suriah Tampung Korban Perang, Butuh Dua Tahun untuk Bisa Masuk ke Idlib
Idlib adalah sebuah kota di Barat Laut Suriah, 59 kilometer barat daya Aleppo, yang merupakan ibu kota Kegubernuran Idlib.
Kota ini memiliki ketinggian hampir 500 meter di atas permukaan laut.
Bangunan rumah yang ada di sana bukan hanya dari Explore, tapi juga dari NGO negara lain, seperti dari Afrika dan Malaysia.
"Di Kamp Saraqib, Idlib, ada 120 rumah, kalau dari Indonesia dari Explore itu ada 28 rumah," katanya.
Empat belas rumah lainnya, kata Angga, dibangun di kamp Illene/ Salkiyn, yang juga masih berada di Idlib.
Baca juga: Polres Karawang Amankan 11 Anggota Geng Motor, Diduga Akan Tawuran, Konsumsi Obat Terlarang
Rumah-rumah itu, katanya, diisi oleh pengungsi ibu-ibu dan anaknya. "Jarang ada pria dewasa yang menjadi kepala keluarga di rumah itu," katanya.
Angga saat berkeliling di kamp pengungsi tersebut melihat lembaga-lembaga seperti Bulan Sabit Merah Turki, UNHCR (PBB), Diyanet Wakaf, dan lembaga lainnya.
"Dari Indonesia, ACT juga masuk sana," katanya.
Tidak Ada Konflik
Baca juga: Kades di Garut yang Kabur karena Terjerat Kasus Korupsi Ternyata Pendatang, Warga Merasa Kecewa
Angga menggambarkan kamp pengungsian yang dikunjunginya, yakni Idlib, bukan berada di kotanya.
Kamp pengungsian itu, kata Angga, wilayahnya luas.
"Butuh dua jam-tiga jam perjalanan, dari perbatasan ke ujung kamp pengungsian. Jalannya jelek," kata Angga.
Menurut Angga di kamp pengungsian itu kondisinya aman. Kalau pun ada berita bom di Idlib, itu terjadi di kotanya, bukan di kamp pengungsian.

"Kami fokusnya di kamp, sedangkan jarak ke kota itu jauh. Mereka berkonflik di kota. Di kamp tidak terjadi eskalasi apa-apa," kata Angga.
Menurut Angga, kamp pengungsi itu sebetulnya ada juga di Yordania dan Lebanon. Namun, katanya, Explore lebih fokus ke Turki.
Baca juga: Gempa Bumi Baru Saja Terjadi, Ambon Diguncang Gempa Magnitudo 3,7
"Kenapa pilih Turki, bukan mengecilkan saudara-saudara yang ada di Yordania dan Lebanon, di Turki itu jumlah pengungsi itu memang lebih banyak," katanya.
Angga memperkirakan pengungsi internal di Suriah ada 6, 2 juta dan yang keluar dari Suriah ada 6 juta pengungsi.
"Mereka keluar dari negaranya karena dibom," katanya. (januar p hamel)