Waspada Potensi Cuaca Ekstrim Meningkat Saat Puncak Musim Hujan, Potensi Hujan Lebat 3 Hari Ke Depan

Puncak musim hujan berpotensi terjadinya cuaca ekstrim dan BMKG memprakirakan dalam tioga hari ke depan terjadi hujan lebat di sejumlah daerah

Penulis: Siti Fatimah | Editor: Siti Fatimah
Pixabay
ilustrasi hujan deras disertai petir 

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Badan Meteorolgi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi selama tiha hari ke depan akan terjadi hujan lebat dan intensitas lebat di sejumlah wilayah di Indonesia.

Dikutip dari siaran pers BMKG, berdasarkan interaksi beberapa fenomena atmosfer di atas, Kepala Pusat Meteorologi Publik, Fachry Radjab,  menjelaskan bahwa untuk tiga hari ke depan perlu diwaspadai potensi terjadinya hujan lebat  di wilayah  Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau,  Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan, Kep. Bangka Belitung, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tenggara, Maluku, Maluku Utara, Papua.

Sementara hujan dengan intensitas lebat di wilayah perairan berpotensi terjadi di Selat Malaka, Laut Cina Selatan, Samudra Hindia barat Bengkulu hingga selatan NTT, perairan Barat Bengkulu hingga selatan NTT, Laut Jawa bagian timur, Selat Sunda, Selat Makassar bagian selatan, Laut Bali, Laut Flores, Laut Banda bagian selatan, Laut Timor, Laut Maluku bagian utara, Laut Sulawesi, perairan Utara Halmahera hingga Papua, Laut Arafuru dan Samudra Pasifik Utara Papua.

Kisah Nelayan Indramayu, Berlindung di Tengah Cuaca Buruk, Hanya Bisa Makan dan Tidur Selama di Laut

Berdasarkan data sejak tahun 1900 serta  monitoring iklim oleh BMKG  selama lebih dari 70 tahun, Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan perubahan Iklim Global adalah "nyata" dan berdampak pada peningkatan frekuensi dan intensitas kejadian ekstrem, baik berupa kejadian cuaca atau hujan ekstrem, iklim ekstrem, ataupun kejadian anomali iklim global seperti La Nina dan El Nino.

Bahkan tahun 2020 yang lalu merupakan tahun terpanas keduadi sepanjang sejarah, setelah tahun 2016 (anomali +0,80 derajat Celcius), mengungguli tahun 2019 (anomali +0,60 derajat Celcius).

"Kondisi ini mirip dengan perubahan suhu global sebagaimana dilaporkan World Meteorological Organization (WMO) pada awal Desember 2020," kata Dwikorita dikutip Tribun dari siaran pers BMKG.

Melaut Hingga Kalimantan, Nelayan Indramayu Banyak Berjuang Lawan Cuaca Buruk Daripada Tangkap Ikan

Indikator dan Tren Perubahan Iklim Global

Selanjutnya Herizal, Deputi Klimatologi BMKG, menjelaskan bahwa BMKG mencatat perubahan iklim jangka panjang telah terjadi di Indonesia dengan beberapa indikator sebagai berikut:

Tren konsentrasi gas rumah kaca (GRK) yang diukur di udara bersih  Indonesia pada Stasiun Pemantau Atmosfer Global (Global Atmosphere Watch-GAW) BMKG Bukit Kototabang, menunjukan laju peningkatan konsentrasi karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrous oksida (N2O), dan sulfur heksafluorida (SF6) berturut-turut sebagai berikut:

1,6 ppm/tahun, 0,089 ppm/tahun, 0,012 ppm/tahun, dan 0,000004 ppm/tahun.

Hasil pengukuran CO2 pada Stasiun GAW BMKG Bukit Kototabang menunjukkan tren peningkatan CO2 yang sama dengan Stasiun GAW lainnya di dunia, seperti di Mauna Loa, Hawaii dan Baring Head, Selandia Baru.

Kembalikan Ponsel Temuan, Siti Nuraisyah Malah Ditahan dan Diperas Oknum Polisi, Diminta Rp 35 Juta

Awal pengukuran GRK background di Indonesia, pada tahun 2004, konsentrasi CO2 di Stasiun GAW BMKG  Bukit Kototabang adalah 372 ppm (baseline), selanjutnya hasil  pengukuran pada akhir  bulan Oktober 2020, konsentrasi CO2 di GAW Bukit Kototabang telah meningkat menjadi 408 ppm, sementara rerata global adalah 415 ppm.

“Analisis perubahan suhu udara rata-rata untuk seluruh wilayah Indonesia selama 71 tahun terakhir (1948 – 2019) menunjukan laju peningkatan suhu sebesar 0,030 derajat Celcius/tahun. Berdasarkan data dari 91 stasiun pengamatan BMKG, suhu udara rata-rata tahun 2020 adalah 27,30 derajat Celcius, lebih panas dibanding normal suhu udara rata-rata periode 1981-2010 yaitu 26,60 derajat Celcius,” Kata Herizal.

Perkembangan Musim Hujan dan Potensi Ekstrem di Puncak Musim Hujan

“Perkembangan musim hujan saat ini tidak lepas dari pengaruh Dampak Perubahan Iklim Global, juga pengaruh kondisi iklim regional dan kondisi iklim/cuaca setempat (lokal),” kata Dwikorita.

Untuk keadaan iklim terkini,  BMKG mencatat sebagian besar wilayah Indonesia yaitu 94 persen dari 342 Zona Musim saat ini telah memasuki musim hujan,  seperti yang telah diprediksikan sejak Agustus 2020 lalu, dimana Puncak Musim Hujan diprediksi terjadi pada Januari dan Februari 2021.

Korban Longsor yang Direlokasi Sementara di Apartemen Diawasi, agar Tidak Kembali ke Rumahnya

Untuk itu tetap perlu terus  diwaspadai terjadinya cuaca ekstrem hingga bulan Februari, bahkan masih mungkin terjadi pula hingga bulan Maret 2021 nanti. 

Dari faktor-faktor pengendali iklim di wilayah Indonesia, saat ini yang sedang aktif berpengaruh adalah Monsoon Asia serta Daerah Konvergensi Antar Tropis (ITCZ) atau Zona Pertemuan Angin dari arah Asia dan dari arah Australia yang  memperlihatkan anomali yang  mengarah pada penguatan curah hujan tinggi di sebagian besar wilayah Indonesia. 

Fenomena La Nina saat ini juga masih aktif dengan Indeks moderat yang mengarah ke kondisi lemah dan diprediksi menjadi normal pada bulan Mei 2021.

Bahkan MJO yang merupakan pergerakan kumpulan awan-awan hujan dari Samodra Hindia sebelah Timur Afrika yang saat ini sedang melintasi wilayah Indonesia menuju Samodra Pasifik, juga berpengaruh dalam meningkatkan curah hujan di wilayah Indonesia.

Analisis terhadap frekuensi hujan lebat (> 50 mm/hari) menunjukkan kecenderungan tren meningkat (semakin sering terjadi) di banyak wilayah.

Disebut Ngga Mau dipoligami, Pisah Dari Sahrul Gunawan, Ini Kabar Indriani Berjuang Demi Anaknya

Hal itu terindikasikan dari data-data dalam 40 tahun terakhir seperti di Jakarta, Surabaya, Mataram-Lombok, Ujung Pandang, Jayapura, Biak, Lhokseumawe, dan Medan, kata dia.

"Kami mengimbau masyarakat dan seluruh pihak untuk tetap terus mewaspadai potensi cuaca ekstrem yang cenderung meningkat di dalam periode Puncak Musim Hujan ini," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam konferensi pers.

Herizal juga menambahkan, pada bulan Februari 2021 sebagian wilayah Indonesia diprediksi masih berada pada Puncak Musim Hujan, sehingga masih berpeluang mendapatkan curah hujan tinggi terutama di bagian timur Lampung, bagian tengah dan selatan DKI, bagian timur Jawa Barat, sebagian besar Jawa Tengah, sebagian Jawa Timur, bagian tengah Kalimantan, bagian utara Sulawesi Selatan, bagian utara Sulawesi Tenggara, serta bagian tengah Papua Barat dan Papua.

Analisis data iklim menunjukkan variabilitas spasial hujan yang cukup tinggi di wilayah Indonesia.

Walaupun saat ini disebagian besar wilayah Indonesia berada pada periode curah hujan tinggi, namun beberapa wilayah tercatat mengalami curah hujan kriteria rendah, dan sebagian diantaranya diprediksi masih rendah pada bulan Februari 2021, seperti di pesisir timur Aceh, bagian tengah dan timur Sumatera Utara, sebagian besar Riau, bagian tengah dan timur Jambi, bagian timur Sumatera Selatan, bagian timur Kalimantan Timur, sebagian Nusa Tenggara Barat, bagian tengah Sulawesi Selatan, bagian selatan Sulawesi Tenggara, dan pesisir utara Papua.

Deputi Bidang Meteorologi Guswanto mengatakan, peningkatan trend curah hujan ekstrem ini selain dipicu oleh fenomena dan/atau gangguan skala iklim, dikaitkan juga sebagai dampak perubahan iklim.

Dua Tahun Ambruk, Jembatan yang Menghubungkan 2 Kecamatan di Sumedang Kini Bisa Digunakan Kembali

"Dari pengamatan BMKG walaupun curah hujan berada pada tingkat sedang, namun masih berpotensi menimbulkan bencana hidrometeorologi. Hal ini tergantung pada daya dukung lingkungan dalam merespon kondisi curah hujan," kata Guswanto.

Misal jika terjadi banjir bandang, dikarenakan adanya tumpukan endapan longsor yg masuk ke lembah sungai dan juga adanya sisa-sisa penebangan pohon dibagian hulu, yang dapat menahan/membendung air.

Jika hujan terus berlangsung, kemudian akan menjebol bendung tumpukan endapan longsor dan ranting kayu tersebut, sehingga endapan dan ranting kayu hanyut dengan kecepatan tinggi, mengakibatkan banjir bandang di bagian hilirnya.

Demikian pula banjir dan genangan, selain akibat curah hujan tinggi, juga dapat diakibatkan kondisi permukaan yang tidak mendukung air meresap ke dalam tanah atau mengalir  dengan cepat ke saluran-saluran yang semestinya.

Lebih lanjut dia mengatakan, kondisi dinamika atmosfer yang tidak stabil dalam beberapa hari ke depan dapat berpotensi meningkatkan pertumbuhan awan hujan di beberapa wilayah Indonesia. 

Ditambah Kombinasi antara MJO, gelombang Rossby Ekuator, gelombang Kelvin, dan gelombang _Low Frequency_ di wilayah dan periode yang sama yakni di Laut China Selatan, Samudera Pasifik utara Papua, Samudera Hindia barat Lampung hingga selatan NTT, sebagian besar Jawa, Bali, NTT bagian barat, Laut Bali, Laut Sumbawa, mampu meningkatkan aktivitas konvektif dan pembentukan pola sirkulasi siklonik di wilayah tersebut.

BMKG memantau adanya bibit siklon tropis 93S di Samudera Hindia sebelah Barat Daya Sumatera dimana posisi sistem yang cukup jauh dari wilayah Indonesia dan arah gerak menjauhi wilayah Indonesia sehingga tidak memberikan dampak terhadap kondisi cuaca di wilayah Indonesia namun memberikan pengaruh berupa potensi hujan lebat, peningkatan kecepatan angin dan tinggi gelombang di Samudera Hindia Selatan Sumatera - Jawa Barat.

Warga dari Zona Merah Longsor Cimanggung Direlokasi Sementara ke Apartemen Selama 6 Bulan

Selain itu juga terpantau sirkulasi siklonik di Teluk Carpentaria bagian barat yang membentuk daerah pertemuan dan perlambatan kecepatan angin (konvergensi) yang memanjang dari Sulawesi Tengah bagian selatan, perairan barat Sulawesi Tenggara, Laut Banda hingga Laut Arafura bagian barat.

Sirkulasi siklonik lainnya terpantau di Laut Cina Selatan sebelah barat Palawan. Kondisi tersebut mampu meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan di sekitar sirkulasi siklonik dan di sepanjang daerah konvergensi tersebut.

Daerah pertemuan dan perlambatan kecepatan angin (konvergensi) lainnya terpantau memanjang dari Thailand bagian selatan hingga perairan utara Kepulauan Mentawai, di Jawa Barat hingga Jawa Timur bagian barat, di perairan utara pulau Kalimantan hingga perairan timur Kalimantan Timur, di Bandar Seri Begawan bagian selatan hingga Kalimantan Selatan bagian utara, perairan utara Papua Barat hingga Papua Barat bagian timur dan di Papua bagian barat hingga Papua Nugini bagian barat yang mampu meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan di sepanjang daerah konvergensi tersebut.

Labilitas lokal kuat yang mendukung proses konvektif pada skala lokal terdapat di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Sumatera Selatan bagian barat, Lampung bagian barat, sebagian besar Jawa, NTB, NTT, Kalimantan barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Kalimantan Selatan, sebagian besar Sulawesi, Maluku Utara, Papua Barat dan Papua.

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved