Gempa Donggala
Kisah Wanita Hamil yang Selamat dari Gempa Palu: 'Air Mata Sudah Terasa Darah'
"Betapa aku berdoa jika memang aku harus melahirkan hari itu, selamatkanlah anak di dalam perutku, biarlah aku yang mati," kata Sushan.
Penulis: Indan Kurnia Efendi | Editor: Fauzie Pradita Abbas
"Keadaan semakin mengguncang rasa cemas khawatir takut pasrah entahlah semuanya, siang kepanasan dengan terik matahari sudah tidak lagi terasa, dikalahkan dengan rasa yang bercampur aduk. Malam kedinginan, kehujanan pun sudah tidak lagi kami hiraukan," tulis Sushan.
• Kata Luhut Soal Alasan Gempa dan Tsunami Sulteng Tak Ditetapkan Sebagai Bencana Nasional
Ada satu hal yang begitu membuat Sushan semakin resah. Berdasarkan pemeriksaan, bayi dalam perutnya diprediksi akan lahir pada tanggal 28 September, hari di saat gempa terjadi.
Sushan hanya pasrah, ia rela kehilangan nyawa asalkan bayinya selamat.
"Betapa aku berdoa jika memang aku harus melahirkan hari itu, selamatkanlah anak di dalam perutku, biarlah aku yang mati. Menangis sudah tidak berarti lagi, hanya hati dan mulut yang selalu tergerak mengucap asma Allah," ujarnya.
Mata Sushan hanya bisa melihat ambulans lalu-lalang membawa korban jiwa kala itu.
Hatinya semakin hancur saat mendengar kabar akan adanya gempa susulan dan tsunami.
"Melihat orang-orang berlarian memberi kabar bahwa akan ada gempa susulan serta tsunami lagi, aku merasa seperti dikuliti hidup-hidup," ungkap Sushan.
• Warga Bandung Ini Kisahkan Detik-detik Bisa Selamat dari Reruntuhan Hotel Roa Roa Saat Gempa Palu
Ia dan keluarganya tidak bisa berbuat banyak. Untuk mengabari keluarga saja, ia tak bisa karena akses komunikasi terputus.
"Untuk keluar dari tempat itu pun sudah tidak ada lagi cara, semua akses mati dan tertutup, kami pun terperangkap. Semakin hari kecemasan semakin memuncak, hati resah gelisah, makan sudah bukan lagi kebutuhan," kata Sushan.
"Suatu malam hujan sangat deras, dunia terasa mati tidak ada penerangan, suara hujan terdengar begitu seram dibarengi dengan ambulance yang lalu lalang. Malam itu terdengar berita akan ada gempa susulan lagi yang lebih hebat dan dibarengi dengan tsunami dalam keadaan hujan yang begitu deras. Setelah aku tahu itu, merasa mati tapi bernapas, merasa melayang seluruh jiwaku terasa terhentak nyawaku, hatiku merasa direbus, tulang belulangku seperti dipatahkan," katanya.
Kabar akan adanya gempa susulan itu pun sangat menghantui pikiran Sushan.
"Melihat anak dan perutku, bagaimana nanti jika memang akan terjadi gempa susulan itu dalam keadaan hujan begini? Air mata sudah terasa darah," katanya.
Suami Sushan, Fahmi Syahrul selalu siaga menjaga sang istri. Begitu pun ibu mertua yang tak hentinya berdoa.
Menurutnya, makanan dan tidur bukan kebutuhan saat itu.
• Video Perumahan Balaroa Palu Bergerak Sendiri Akibat Gempa, Ambles dan Hancur Ditelan Bumi
"Malam itu kami merasa lebih terancam dan benar-benar malam itu kami pasrah jika memang sudah ajal kami, kami pasrah biar kami kembali kepada Allah. Jika takdir kami begitu, biarlah sama-sama kami mati di sini. Tetap berpegang dengan Allah, pasrah dengan sujud kami," ungkap Sushan.