Gempa Donggala
Kisah Wanita Hamil yang Selamat dari Gempa Palu: 'Air Mata Sudah Terasa Darah'
"Betapa aku berdoa jika memang aku harus melahirkan hari itu, selamatkanlah anak di dalam perutku, biarlah aku yang mati," kata Sushan.
Penulis: Indan Kurnia Efendi | Editor: Fauzie Pradita Abbas
TRIBUNJABAR.ID - Ratusan nyawa melayang akibat dahsyatnya gempa bumi dan tsunami yang melanda Sulawesi Tengah.
Berdasarkan data sementara yang disampaikan Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, hingga Senin siang jumlah korban tewas sebanyak 844 orang.
Rinciannya, korban tewas di Kota Palu sebanyak 821, Parigi Moutong 12 orang, dan Donggala 11 orang.
Jumlah korban tersebut akan terus bertambah seiring proses evakuasi yang masih dilakukan.
Selain korban tewas, sebanyak 540 orang mengalami luka-luka dan 90 lainnya masih dinyatakan hilang.
Di balik bencana gempa bumi dan tsunami yang melanda Sulteng, ada kisah-kisah pilu dari para korban yang selamat.
Salah satunya adalah cerita perjuangan Sushan Fahmi, seorang ibu yang sedang hamil besar bisa selamat dan keluar dari Kota Palu.
• BNPB Sebut Ada Sekitar 744 Unit Rumah di Petobo yang Tertimbun Lumpur akibat Gempa
Sushan mencurahkan pengalaman pilunya itu lewat sebuah unggahan di akun Facebook pribadinya, Senin (1/10/2018).
Ingatan betapa sulitnya bertahan hidup saat gempa terjadi, Jumat (28/9/2018) masih terekam jelas di benaknya.
Ia hanya bisa pasrah dan terus berdoa kepada Tuhan.
Diketahui, Sushan baru sebulan merantau di Kota Palu. Di kota itu ia hidup bersama suami, anak pertama, dan ibu mertuanya.
"Begitu hebat bencana yang kami alami di sana selama beberapa hari, begitu hebat kecemasan yang kami rasakan setiap detik menit jam. Hanya berserah diri dan dzikir yang kami andalkan dalam keadaan yang sangat sulit, sesulit-sulitnya untuk saya ungkapkan," ungkap Sushan.
Setelah gempa awal terjadi, kata Sushan, ia dan keluarganya meninggalkan rumah dan tidur di pinggir jalan.
Dengan kondisi perut besar, ia tidur beralaskan tikar dan langit sebagai atapnya.
Ditambah lagi, sang anak pertama yang masih berusia 2 tahun tak hentinya menangis ketakutan.