DLH Jawa Barat Berencana Buat IPAL Terpadu di Wilayah Kabupaten Bandung
Pembuatan IPAL Terpadu itu berupaya untuk melokalisir limbah cair agar mudah untuk melakukan pengawasan dan evaluasi.
Penulis: Ragil Wisnu Saputra | Editor: Fauzie Pradita Abbas
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Wisnu Saputra
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Dinas Lingkungan Hidup sudah membuat kajian pembuatan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Terpadu di tiga wilayah Kabupaten Bandung.
Tiga wilayah tersebut adalah Majalaya, Bojongsoang, dan Dayeuhkolot.
Pembuatan IPAL Terpadu itu berupaya untuk melokalisir limbah cair agar mudah untuk melakukan pengawasan dan evaluasi.
"Tapi baru yang di Cisirung, Dayeuhkolot yang sudah berjalan untuk 24 pabrik. Rencana itu (pembuatan IPAL Terpadu) memang sudah ada," ujar Sekdis DLH Provinsi Jawa Barat, Prima Mayanintias kepada Tribun Jabar seusai memberikan materi kepada wartawan dan netizen dalam mempercepat pengendalian Sungai Citarum di Hotel Grand Mercure, Kota Bandung, Kamis (2/8/2018) dini hari tadi.
Dalam UU Nomor 32 Tahun 2009, kata Prima, dijelaskan bahwa kegiatan industri yang membuang limbah, baik cair, padat, dan udara, maka industri itu harus melakukan pengelolaan.
Dengan begitu, lanjut dia, sebetulnya yang harus bertanggung jawab atas dampak dari limbah adalah industri itu sendiri.
"Istilahnya poluters pay principal. Mereka yang membuat usaha dan membuang limbah lalu menyebabkan dampak, maka itu kewajiban mereka," katanya.
Prima mengatakan, pembuatan IPAL Terpadu yang sudah masuk dalam kajian itu nantinya akan dikelola secara private to private.
Sehinga, kata Prima, DLH mudah mengawasi.
Kendati demikian, kendala yang dihadapi saat ini adalah masalah lahan untuk membuat kawasan industri.
"Bisa dibuat, tapi enggak mudah, terkendala pembebasan lahan pastinya. Kenapa harus kawasan industri? Karena ada peraturannya yang mengatur demikian untuk mempermudah mengawasi. Kami bisa memiliki dokumen para tenant yang harus mengikuti aturan dan tercatat di dokumen itu," katanya.
Pencemaran limbah yang terjadi selama bertahun-tahun ke DAS Citarum, kata Prima, karena kurangnya penjabat pengawas lingkungan hidup (PPLH).
Dengan minimnya PPLH dan lokasi industri yang terpencar, tambah dia, menyulitkan PPLH untuk melakukan pengawasan dan evaluasi.
"Ada 13 PPLH se-Jawa Barat. PPLH di provinsi saja cuma empat orang," katanya.
