Cerpen Ismi Aliyah
Babi yang Berdoa
JAUH di dalam hutan, seekor babi menyeret langkahnya sambil menahan nyeri. Satu peluru pemburu menembus tepat di kakinya.
**
PARA pemburu merasa aneh dengan tingkah babi itu. Tidak seperti babi lain yang tetap meronta meski telah terluka parah, babi itu seolah pasrah saat mereka menggotong tubuhnya keluar dari hutan.
"Sepertinya babi ini tidak ingin berusaha hidup lebih lama lagi," kata seorang pemburu yang sedang menggotong tubuh babi itu.
"Bicara apa kau ini," timpal pemburu lain yang juga menggotong tubuh babi itu. "Semua mahluk hidup selalu berupaya agar tetap hidup. Hanya saja mahluk ini tidak beruntung karena terlahir sebagai babi. Sial, berat juga babi ini. Ayo cepat kita selesaikan pekerjaan ini."
Sesampainya di perbatasan antara hutan dan pemukiman, para pemburu itu langsung menuju arena. Mereka melempar tubuh buruannya ke tengah arena tempat babi itu bertanding esok hari. Babi itu masih tidak bergerak dan tidak sedikit pun mengeluarkan suara. Mereka kini curiga jika babi itu telah benar-benar mati.
"Sial, apa babi itu sudah mati?" tanya seorang pemburu dengan wajah yang kesal.
"Jika dia masih hidup, babi itu jelas bukan lawan berat bagi para anjing dan pertandingan akan jadi tidak menarik," balas pemburu lain, lalu diikuti suara anjing yang menggonggong.
"Akan lebih ketahuan jika kalian memeriksanya," perintah ketua pemburu itu.
Beberapa orang pemburu kemudian melangkah mendekati tubuh babi itu. Mereka meneriaki babi itu, tapi tetap tidak membuat babi itu bangun. Kemudian, mereka menyentuh perut babi itu. Namun babi itu juga tidak bergerak.
Seorang dari mereka memegang kepala babi itu dan tiba-tiba saat itulah babi itu sadar. Babi itu lalu menggigit tangan si pemburu. Peristiwa itu membuat para pemburu lain kaget dan pada saat itulah babi tersebut kabur. Tapi, baru beberapa langkah saja babi itu berlari, peluru dari senapan pimpinan pemburu berhasil mengenai kakinya hingga babi itu terkapar lagi. Sekarang keadaan babi itu bertambah parah karena kini kedua kakinya terluka.
Para pemburu begitu kesal dengan perlakuan babi tersebut. Mereka lalu menendang, bahkan memukuli babi itu dengan senapan. Babi itu menggeram, tapi tidak dapat lagi melakukan apa-apa. Setelah beberapa saat, para pemburu akhirnya meninggalkan babi itu dan mengunci pintu arena.
Babi itu merangkak pelan menuju kubangan lumpur di sudut arena. Perlakuan para pemburu membuat dia menjadi lebih payah dari sebelumnya. Dia merebahkan tubuhnya di kubangan lumpur. Dalam sakitnya, dia mencoba untuk berbahagia dengan berguling-guling untuk yang terakhir kalinya.
Tiba-tiba saja dia berhenti. Dilihatnya bulan begitu terang menyinari langit malam. Babi itu kemudian berdoa lagi. Doa yang sama saat ia menahan nyeri beberapa jam sebelumnya.
Siang hari, babi itu terbangun oleh suara riuh dari seluruh arena. Suara gamelan dari CD bajakan, teriakan para warga mulai dari tua, muda, sampai anak kecil sudah mulai terdengar menentukan waktu dan harga yang mereka pasang, anjing-anjing pemburu juga semakin nyaring menyalak.
Babi itu kini dapat melihat jelas seluruh arena yang terbuat dari kayu dan bambu. Dia juga melihat wajah warga kampung yang begitu bahagia. Sangat bahagia untuk merayakan kematiannya.