Cerpen Ismi Aliyah
Babi yang Berdoa
JAUH di dalam hutan, seekor babi menyeret langkahnya sambil menahan nyeri. Satu peluru pemburu menembus tepat di kakinya.
JAUH di dalam hutan, seekor babi menyeret langkahnya sambil menahan nyeri. Satu peluru pemburu menembus tepat di kakinya. Dengan tenaga tersisa, dia mencoba menjauh dari kejaran anjing-anjing pemburu. Dia mendengar salak anjing-anjing itu seperti teriakan malaikat maut.
Tiba-tiba tubuh babi itu roboh. Dalam kepayahannya dia berdoa agar dirinya berubah menjadi apa saja. Namun, jika doa tidak terkabul lalu anjing-anjing serta para pemburu itu menemukannya, babi itu sangat tahu kejadian yang akan dia alami. Kematian.
Setelah babi itu mati, potongan tubuhnya tidak akan ada dalam kuali di atas tungku seperti kambing atau ayam. Dia juga yakin, jasadnya tidak dikuburkan dalam tanah seperti anjing-anjing pemburu itu. Jika tertangkap para pemburu, tempat yang pasti bagi mayatnya adalah kobaran api.
Babi itu tahu dia akan tertangkap, tapi bukan malam ini dia akan mati. Para pemburu akan membiarkan dia tetap hidup. Setidaknya sampai esok hari. Tubuhnya yang penuh luka akan digotong beberapa orang menuju perkampungan. Di sana, dia akan menghabiskan malam terakhir dalam kandang sampai siang yang ditunggu-tunggu warga kampung tiba.
Jika telah tengah hari, babi itu akan dibawa para pemburu ke sebuah tempat. Segenap warga kampung menyebut tempat itu arena. Di sana, dia harus melakukan pertandingan yang akan mengakhiri hidupnya. Pada pertandingan itu, dia tidak akan melawan babi lagi, tapi melawan anjing para pemburu.
Pertandingan itu jelas timpang. Bayangkan, seekor babi harus bertarung melawan anjing-anjing pemburu itu sambil menahan perih luka di tubuhnya. Tidak ada kemungkinan untuk menang, tapi babi itu masih bisa melawan untuk memperlambat kematian.
Babi itu bisa mengetahui semua itu karena semua babi yang telah tertangkap selalu diperlakukan sama. Bahkan ada yang lebih parah. Pernah ada babi lain yang harus bertanding walau tubuh penuh luka gigitan anjing dan tembakan peluru. Lebih sial lagi, sepasang kakinya patah. Sungguh lawan empuk bagi para anjing.
Kini babi itu tahu ajalnya sudah dekat, saat dia mendengar keresek dan salak anjing makin mendekat.
**
DI hutan itu, babi memang hewan yang paling sering diburu selain burung, bajing, dan hewan buruan lainnya. Para warga memburu babi bukan untuk menjadikan mereka makanan atau persembahan, melainkan untuk sebuah hiburan yang bisa membuat mereka bahagia.
Pada mulanya, para warga kampung kesal karena babi sering merusak ladang mereka. Bahkan setiap tahun, selalu saja ada warga terserang penyakit yang berasal dari kotoran-kotoran babi itu. Jika salah satu warga telah jadi korban, para laki-laki dewasa kampung itu akan memburu babi-babi itu dan langsung membunuhnya di tempat.
Hari-hari berlalu, tapi babi-babi itu tetap merugikan mereka. Bahkan, pernah ada seorang anak meninggal karena diserang seekor babi. Para warga kampung kemudian bermusyawarah agar babi-babi itu dibuat lebih menderita. Mereka akhirnya sepakat membuat pertandingan yang tidak pernah dimenangkan babi.
Warga kampung itu kemudian membuat sebuah arena di perbatasan antara kampung dan hutan. Selain sepi, tempat itu dipilih agar para babi yang belum tertangkap warga mendengar jerit kesakitan kawannya yang sedang bertanding.
Seiring berjalannya waktu, arena tersebut bukan hanya jadi tempat penyiksaan babi. Adanya arena itu membuat para warga memiliki penghasilan tambahan. Para warga mengadu keberuntungan masing-masing dengan berjudi. Perjudian itu tidak memilih siapa yang menang antara anjing dan babi, tapi pada menit keberapa babi itu akan mati. Selain itu, jika warga memiliki anjing yang dapat mengalahkan babi paling cepat atau menerkam kuping babi sekali gigit, dia bisa menjual anjingnya dengan harga mahal.
Begitulah, semenjak saat itu para warga kampung tidak hanya menyuburkan kebun untuk bertahan hidup, tapi agar mereka tetap dapat berjudi.