Kopi Jue, Membawa 'Napas' Vietnam di Pinggir Taman Cibeunying Kota Bandung
Tempat ini bernama 'Kopi Jue' dan belakangan jadi salah satu titik nongkrong di kalangan kawula muda yang bosan dengan coffee shop interior estetik.
Penulis: Nappisah | Editor: Seli Andina Miranti
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nappisah
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Di sepanjang trotoar Taman Cibeunying, Kota Bandung, kursi plastik kecil selalu jadi pemandangan yang familiar setiap sore.
Orang duduk rapat-rapat, saling bercengkrama sambil menatap jalan.
Gelas-gelas bening disusun, es batu siap, dan aroma kopi robusta yang kental mulai keluar dari cangkir-cangkir kecil. Tidak ada interior estetik ala coffee shop modern.
Gelas bening berisi kopi pekat jadi fokus percakapan. Sesederhana itu, tapi justru di situ daya tariknya.
Baca juga: Misteri Penyebab Kematian Tati di Cimahi Terkuak, Pelaku Datang ke Rumah Korban untuk Beli Kopi
Tempat ini bernama 'Kopi Jue' dan belakangan jadi salah satu titik nongkrong di kalangan kawula muda yang bosan dengan coffee shop interior estetik.
Irfan Fitra Fauzan (24), pengelola Jue, mengatakan, konsep ini lahir dari satu kebutuhan kecil, mencari yang belum ada.
Bandung sudah kebanyakan kafe modern. Sudah saturasi.
Jadi mereka memilih arah lain. Membawa “napas” Vietnam tapi dengan biji kopi yang tetap lokal. Mereka memakai robusta dari Temanggung, Semendo, dan Jawa Barat. Diracik sendiri.
Diroasting sendiri. Karakternya pahit dan pekat.
Mereka yakin karakter ini lebih cocok ketimbang arabika yang ramah di lidah.
Vietnam memang tidak hanya dikenal dengan kopi phin dan budaya ngopi santainya, tetapi juga sebagai penghasil kopi terbesar kedua di dunia.
Skalanya pun tercermin dalam angka ekspor. Sepanjang 10 bulan pertama tahun ini, nilai ekspor kopi Vietnam mencapai 7,41 miliar dolar AS, atau sekitar Rp123 triliun.
Nilai itu naik 61,8 persen secara tahunan, sementara volume pengiriman mencapai 1,3 juta ton, tumbuh 13,5 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.
Uni Eropa menjadi pasar utama. Jerman menyerap 13,4 persen impor kopi Vietnam, sementara Italia menguasai 7,8 persen dan Spanyol 7,4 persen.
Irfan menyebut, empat bulan mereka bolak-balik riset rasa. Dan ketika titik pahit yang pas sudah dapat warung kecil ini resmi muncul di Cibeunying pada 2022.
Sejak itu, kebiasaan ngopi jadi kembali ke form paling sederhana, minum, ngobrol sebentar, lalu bergerak lagi.
Tidak ada interior yang memerangkap orang berjam-jam. Tidak ada sofa yang menggoda untuk tidur panjang. Duduk di kursi kecil membuat ritme perputaran tamu justru lebih sehat.
Baca juga: Kisah Haru Satpam dan OB Dulu Siapkan Kopi Dosen di Unsika Karawang Jadi ASN, Diapresiasi Rektor
Dan harga menunya tidak berlagak mahal. Kopi Vietnam-nya bahkan tidak sampai Rp 20.000.
Biasanya kalau dengar “kopi Vietnam”, orang langsung membayangkan harga ratusan ribu, menu eksotik, dan dunia gaya hidup yang elit. Di sini tidak. Semua sengaja dibikin membumi.
“Menyesuaikan lokasi juga. Pinggir jalan, kan,” kata Irfan, kepada Tribunjabar.id, Minggu (9/11/2025).
Per hari omzetnya bisa sekitar Rp2 juta lebih. Meski demikian, Irfan menyebut, sewa tahunan tempat yang tak sampai 4x2 meter sekitar Rp17 juta. Dan itu, menurutnya, masih masuk akal secara perhitungan dibanding tempat lain di Kota Kembang.
Irfan mengatakan, menu yang paling sering diburu antara lain kopi telur, kopi butter, soda can, dan kopi chan.
Kata “can” berasal dari bahasa Vietnam untuk lemon jadi rasanya pahit, manis, asam bercampur ringan.
Dia menyebut, kalau pun ada orang ingin bawa makanan dari luar tidak ada larangan. Sebab ini bukan coffee shop yang mengatur secara penuh segala hal.
Kopi Jue kini punya tujuh pegawai. Ada dua shift dan saat akhir pekan ditambah satu shift tengah. Mereka buka dari pukul 08.00 WIB sampai jam 22.00 WIB.
"Paling malam jam 12 batas aturan wilayah, biasanya saat weekend," imbuhnya.
Meskipun mulai banyak tempat minum unik bermunculan di Bandung, menurut Irfan, Jue punya kesederhanaan. Tidak ada dorongan untuk memaksa orang betah lama-lama. Tidak ada imaji ingin terlihat paling keren.
Dia menyebut, orang datang, duduk, minum, lalu pulang. Dan justru itu yang membuat tempat ini terasa jujur.
Nama “Jue” sendiri tidak berasal dari Vietnam. Itu bahasa Palembang.
"Artinya “laju”. Ayo jalan. Ayo ngopi. Ayo maju terus. Harapannya begitu," imbuhnya.
Baca juga: Antara Skripsi dan Espresso: Kisah Rizki Menyeduh Kesempatan dari Biji Kopi, Bantu Petani Naik Kelas
Ke depan, Irfan ingin ekspansi. Mungkin bukan coffee shop lagi, tapi restoran.
Irfan menilai, di restoran, inti bisnis ada pada makanan bukan durasi nongkrong.
Namun sementara itu belum tiba, Kopi Jue tetap akan terus hadir di pinggir trotoar. (*)
| Bandung Waspada Cuaca Ekstrem, BPBD Siaga Hadapi Ancaman Angin Puting Beliung |
|
|---|
| Ratusan CCTV Dipasang di Bandung, Aksi Kriminal Hingga Parkir Liar Terpantau Secara Real Time |
|
|---|
| 220 Kilogram Sampah di Bandung Sustainability Summit 2025 Berhasil Dikelola Secara Terukur |
|
|---|
| Didominasi Keluhan Kesehatan Mental Remaja, 875 Warga Bandung Konsultasi ke Puspaga |
|
|---|
| Siap-siap Bandung Macet Hari Minggu 9 November 2025, Ada Konser Musik WJF hingga Lomba Lari |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jabar/foto/bank/originals/Suasana-Kopi-Jue-di-Jalan-Taman-Cibeunying-Kota-Bandung.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.