Didominasi Keluhan Kesehatan Mental Remaja, 875 Warga Bandung Konsultasi ke Puspaga

Di Puspaga, masyarakat bisa mendapatkan konseling gratis mulai dari isu komunikasi dalam keluarga, pola asuh.

Penulis: Nappisah | Editor: Muhamad Syarif Abdussalam
Canva
ILUSTRASI KESEHATAN JIWA - Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) ini berperan memberikan edukasi, pendampingan, dan rujukan terkait pengasuhan anak yang lebih aman, sehat, dan bebas kekerasan. 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nappisah

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Pemerintah Kota Bandung terus memperkuat layanan konseling keluarga melalui Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga). 

Lembaga yang berada di bawah Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) ini berperan memberikan edukasi, pendampingan, dan rujukan terkait pengasuhan anak yang lebih aman, sehat, dan bebas kekerasan.

Di Puspaga, masyarakat bisa mendapatkan konseling gratis mulai dari isu komunikasi dalam keluarga, pola asuh, hingga pencegahan kekerasan dalam rumah tangga. 

Ketua Harian Puspaga DP3A Kota Bandung, Opie Noviyantie, mengatakan, lebih dari 800 klien yang ditangani hingga akhir Oktober 2025. 

 “Per 31 Oktober tercatat 875 klien yang terdiri dari 175 klien laki-laki dan 675 perempuan,” kata Opie, kepada Tribunjabar.id, Sabtu (8/11/2025). 

Layanan yang tersedia mencakup informasi, edukasi, dan konseling terkait anak, keluarga, dan orangtua. 

“Di sini klien akan dilayani oleh konselor atau psikolog secara gratis dan rahasianya terjamin,” ucap Opie.

Ia menuturkan, layanan yang saat ini paling banyak digunakan warga Bandung adalah konseling tatap muka maupun online. 

Hal ini menandakan bahwa kebutuhan masyarakat terhadap ruang aman untuk bercerita dan meminta arahan profesional semakin tinggi.

Dari seluruh kasus yang masuk, keluhan dari kelompok remaja menjadi yang paling dominan dan paling sering muncul. 

Topiknya pun konsisten, Opie memebeberkan, isu kesehatan mental, hingga pola asuh paling banyak dikeluhkan masyarakat. 

“Remaja tentang kesehatan mental, pola asuh anak disusul rumah tangga jadi topik paling dominan,” jelas Opie.

Opie juga mengakui bahwa peningkatan tekanan psikologis pada remaja tidak lepas dari ekspos mereka pada media sosial. 

Informasi yang begitu cepat, budaya perbandingan, hingga tren self diagnose menjadi faktor pemicu.

Sumber: Tribun Jabar
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved