Kasus Keracunan MBG Naik Seiring Bertambahnya SPPG, Wamenkes Ungkap Ada 14.341 Korban

Wamenkes Benjamin Paulus Octavianus mengungkap kasus keracunan di Program Makan Bergisi Gratis (MBG) meningkat seiring bertambahnya SPPG.

Penulis: Adi Ramadhan Pratama | Editor: Giri
Tribun Jabar/Adi Ramadhan Pratama
BERI KETERANGAN - Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes), Benjamin Paulus Octavianus, saat memberikan keterangan kepada wartawan seusai kegiatan Aksi Nyata Laik Higiene Sanitasi (LHS) pada Satuan Pendidikan Penyelenggara Gizi (SPPG) di Gedung Moh. Toha, Kompleks Pemkab Bandung, Selasa (21/10/2025). 

Laporan Wartawan Tribunjabar.id, Adi Ramadhan Pratama 

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes), Benjamin Paulus Octavianus, mengungkap kasus keracunan di Program Makan Bergisi Gratis (MBG) meningkat seiring bertambahnya jumlah Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di berbagai daerah. 

Benjamin menyampaikan itu dalam kegiatan Aksi Nyata Laik Higiene Sanitasi (LHS) pada SPPG di Gedung Moh. Toha, Kompleks Pemkab Bandung, Selasa (21/10/2025).

"Dari 2.000 SPPG bulan Agustus, ke bulan September yang jadi 9.000. Artinya, ada kenaikan 7.000 SPPG. Bisa bayangkan, 7.000 SPPG x 3.000 orang penerima, ada 21 juta orang makan. Nah, di situ ada 2.000 orang yang tercemar," ujar Benjamin kepada wartawan, Selasa (21/10/2025).

Secara keseluruhan, berdasarkan data yang dimiliki Benjamin, sejak Program MBG dimulai, tercatat sudah ada sekitar 14.341 korban keracunan. Jumlah itu datang dari porsi makanan yang telah disalurkan dari MBG sekitar 1,4 miliar.

"Kita mau bikin jumlah orang yang keracunan itu terus menurun jadi nol. Untuk itu dibutuhkan edukasi dan pengawasan yang kuat," katanya.

Baca juga: Di Cirebon, Dapur MBG yang Kotor Tak Bakal Dapat Sertifikat, Diperiksa Satu per Satu

Meski demikian, Benjamin menegaskan, tidak semua daerah mengalami kasus keracunan. 

Dari 514 kabupaten/kota di Indonesia, kejadian hanya tercatat di 112 kabupaten yang mengalami kasus keracunan, sementara lebih dari 400 kabupaten tidak mengalami kasus.

Oleh karena itu, Benjamin mengungkapkan, setiap SPPG akan didampingi oleh ahli sanitasi lingkungan untuk memastikan makanan yang disajikan memenuhi standar kelayakan. Langkah itu dimulai 13 Oktober.

Dia juga menambahkan bahwa petunjuk teknis (juknis) terkait kebijakan tersebut akan segera diterbitkan Badan Gizi Nasional (BGN).

Baca juga: Temuan Plester pada MBG di Sukabumi, Sekolah Nilai Ada Kesalahan Teknis, Orang Tua Minta Evaluasi

"Tapi ingat, sekarang di Indonesia dari 10 ribu puskesmas yang ada ahli sanitasinya baru 8.000 lebih. Baru 82 hingga 83 persen, belum 100 persen. Jadi kalau kita paksakan semua harus ada, ahlinya saja belum sebanyak itu. Makanya, enggak boleh bikin kebijakan yang enggak kenyataan, jumlah serjananya harus seimbang," ucapnya.

Di sisi lain, Benjamin juga menyoroti peran pemerintah daerah dalam pengawasan pelaksanaan SPPG. 

Dia menyebutkan, kepala dinas kesehatan di masing-masing daerah bisa menolak pembukaan SPPG yang baru, jika standarnya belum memenuhi kelayakan.

"Itu untuk SPPG yang baru. Kalau yang sudah buka, kan mereka sudah jalan," ujarnya. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved