Gangguan Penglihatan Masih Tinggi, Pemerintah Perkuat Layanan Kesehatan Mata dengan WHO

pemerintah Indonesia bersama pemangku kepentingan utama menandatangani deklarasi nasional untuk memperluas akses layanan kesehatan mata

putri puspita n
KESEHATAN MATA - Hari Kesehatan Penglihatan Sedunia, pemerintah Indonesia menandatangani deklarasi nasional untuk memperluas akses layanan kesehatan mata dan kacamata terjangkau di RS Cicendo 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Putri Puspita

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Gangguan penglihatan masih menjadi masalah kesehatan global yang kerap diabaikan. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat lebih dari 2,2 miliar orang di dunia mengalami gangguan penglihatan jarak dekat maupun jauh, dengan sedikitnya 1 miliar kasus sebenarnya dapat dicegah atau belum tertangani.

Gangguan penglihatan bisa dialami oleh semua kelompok usia, namun paling banyak terjadi pada mereka yang berusia di atas 50 tahun. Dua penyebab utamanya adalah kelainan refraksi dan katarak.

Sayangnya, hanya 36 persen penderita kelainan refraksi dan 17 persen penderita katarak yang telah mendapatkan intervensi yang sesuai.

Bahkan, WHO mencatat ada lebih dari 800 juta orang di seluruh dunia yang mengalami gangguan penglihatan ringan yang sebenarnya dapat diatasi hanya dengan penggunaan kacamata.

Bertepatan dengan Hari Kesehatan Penglihatan Sedunia, pemerintah Indonesia bersama pemangku kepentingan utama menandatangani deklarasi nasional untuk memperluas akses layanan kesehatan mata dan kacamata terjangkau.

Baca juga: Cegah Kebutaan Akibat Katarak, Wakaf Salman Gandeng Perdami Edukasi Kesehatan Mata

Langkah ini menandai resmi bergabungnya Indonesia dalam inisiatif global WHO SPECS 2030, sebuah program untuk memastikan setiap orang yang membutuhkan koreksi penglihatan dapat memperoleh layanan yang berkualitas, terjangkau, dan berpusat pada masyarakat.

Ketua Tim Kerja Kesehatan Gigi dan Indra, dr Prihandriyo Sri Hijranti, menjelaskan bahwa komitmen ini merupakan bagian dari Peta Jalan Upaya Kesehatan Penglihatan 2025–2030.

“Langkah strategis yang ditempuh antara lain pendirian Vision Centre di layanan primer, penerapan teleoftalmologi untuk menjangkau wilayah terpencil, penguatan tenaga kesehatan dan fasilitas, serta peningkatan literasi publik tentang pentingnya pemeriksaan mata rutin,” kata dr Andri saat jumpa pers di RSM Cicendo Bandung, Kamis (9/10/2025).

Menurut dr Andri, pemerintah telah menyiapkan Vision Centre di 28 lokasi sebagai pusat layanan pemeriksaan mata sekaligus distribusi bantuan kacamata koreksi bagi masyarakat yang membutuhkan.

“Untuk masyarakat yang benar-benar membutuhkan, layanan ini akan diberikan gratis, sementara bagi yang berkemampuan akan disediakan opsi kacamata sesuai kebutuhan,” jelasnya.

Proses penyaluran bantuan akan dilakukan dengan sistem verifikasi berlapis, melibatkan masyarakat, kader kesehatan, serta dinas kesehatan setempat.

“Ini kerja bersama, bukan hanya pemerintah pusat, tapi juga pemerintah daerah dan kader kesehatan di lapangan,” tambahnya.

Koordinator Pengelolaan Penyakit Tidak Menular WHO Regional Pasifik Barat, Dr Rolando Enrique Domingo, menegaskan bahwa dukungan WHO tidak hanya fokus pada kelainan refraksi, tetapi juga mencakup penyandang low vision atau penglihatan rendah.

“Kami memiliki program yang juga menyentuh aspek pendidikan, kerja sama dengan sektor swasta untuk menekan biaya kacamata, hingga pemantauan berkelanjutan bagi mereka yang mengalami gangguan penglihatan,” ujar dr Rolando.

Baca juga: Produk Perawatan Bulu Mata Makin Diminati, Tak Hanya Bikin Cantik Tapi Juga Jaga Kesehatan Mata

Direktur Utama PMN RS Mata Cicendo Bandung, Dr. dr. Antonia Kartika, SpM(K), MKes, menekankan pentingnya penglihatan yang baik di setiap tahap kehidupan.

“Anak-anak membutuhkan penglihatan yang baik untuk belajar, orang muda untuk bekerja, dan lansia untuk mempertahankan kemandirian mereka,” ujarnya.

WHO memperkirakan gangguan penglihatan menyebabkan kerugian produktivitas global hingga US$411 miliar atau sekitar Rp6,8 triliun per tahun.

Di Indonesia sendiri, hasil Rapid Assessment on Avoidable Blindness (RAAB) memperkirakan sekitar 15 juta orang berusia di atas 50 tahun mengalami gangguan penglihatan ringan hingga berat, sementara sekitar 23 juta anak usia sekolah mengalami gangguan serupa.

“Masih banyak masyarakat yang belum memiliki alat bantu penglihatan akibat keterbatasan tenaga ahli, minimnya ketersediaan kacamata terjangkau, dan rendahnya literasi kesehatan mata,” kata dr Antonia.

Melalui Peta Jalan Upaya Kesehatan Penglihatan 2025–2030 yang disusun Kementerian Kesehatan, pemerintah berharap tidak ada lagi anak yang kesulitan belajar karena penglihatan kabur, atau lansia yang kehilangan kemandiriannya karena tak bisa melihat jelas.

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved