Jelang Vonis Dokter TW, Kuasa Hukum Sebut 'Dokter Cabul' Adalah Framing Kejam
Dokter TW tersandung kasus dugaan pencabulan pada seorang tenaga kesehatan di Puskesmas Pembantu (Pustu) Kecamatan Babakan.
Penulis: Eki Yulianto | Editor: Ravianto
TRIBUNJABAR.ID, CIREBON - Tim kuasa hukum dokter TW kembali angkat suara jelang sidang putusan yang akan digelar, Rabu (19/11/2025) siang ini.
Dokter TW tersandung kasus dugaan pencabulan pada seorang tenaga kesehatan di Puskesmas Pembantu (Pustu) Kecamatan Babakan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.
Kasus mencuat setelah suami korban melapor ke Unit PPA Satreskrim Polresta Cirebon pada Februari 2025.
Juli 2025 jadi Tersangka
Juli 2025, Polresta Cirebon menggelar konferensi pers dan menetapkan TW (46) sebagai tersangka dugaan pencabulan terhadap bawahannya itu.
Hari ini, 19 November 2025, akan digelar sidang putusan.
Baca juga: Kasus Dugaan Pelecehan Lagi di Dunia Medis, Kali Ini di Puskesmas Pembantu di Cirebon
Jelang sidang putusan, kuasa hukum dokter TW menegaskan kliennya tak bersalah.
Mereka menilai kliennya tidak bersalah, sementara pemberitaan mengenai “dokter cabul” yang telanjur viral dinilai sebagai framing kejam yang tidak sesuai dengan fakta persidangan.
Kuasa Hukum Sebut Sarat Kejanggalan
Dalam konferensi pers yang digelar Selasa (18/11/2025), salah satu kuasa hukum TW, Bana menyampaikan, bahwa perkara ini sarat kejanggalan dan dipaksakan naik karena tekanan publik.
"Kami sangat mengharapkan keadilan bagi klien kami."
"Dari awal kami melihat perkara ini terkesan dipaksakan karena sudah terlanjur viral dan menjadi konsumsi publik yang menyesatkan,” ujar Bana.
Ia memenegaskan, bahwa tim kuasa hukum yang terdiri dari Yudia Alamsyah, Wahyu Santoso, Bana, Eko Febriansyah dan Riyan Budiyanto, telah sejak awal meyakini tidak ada cukup bukti yang menunjukkan adanya perbuatan cabul.
Bana menyebut, baik berkas perkara maupun fakta persidangan tidak pernah menunjukkan adanya tindakan pencabulan sebagaimana didakwakan.
“Tidak ada perbuatan cabul. Baik bukti formil maupun materil tidak mengarah ke sana."
“Framing ‘dokter cabul’ itu kejam dan tidak manusiawi," ucapnya.
Kuasa hukum juga menolak dakwaan dan tuntutan JPU yang dinilai cacat hukum.
"Kami tidak sependapat dengan dakwaan maupun tuntutan JPU. Alat buktinya tidak memenuhi unsur,” jelas dia.
Salah satu poin keberatan terkuat berada pada hasil Visum et Repertum Psikiatrikum dari RSUD Arjawinangun.
“Hasil visum menunjukkan status mental korban sakit ringan-sedang, penampilan wajar, dan tes MMPI tidak akurat."
"Korban cenderung mengeluh melebihi keadaan sebenarnya."
“Artinya, tidak ada indikasi trauma berat seperti yang digambarkan," katanya.
Tim kuasa hukum juga menyebut sejumlah kelemahan lain dalam penyidikan.
“Tidak ada satu pun saksi yang melihat kejadian langsung."
“Sembilan saksi hanya mendapat cerita dari korban, bukan melihat," ujarnya.
Selain itu, tidak ada rekaman CCTV, keterangan saksi korban berbeda dengan salah satu saksi dan pakaian korban tidak disita dan tidak pernah dihadirkan di persidangan.
“Ini sangat janggal. Pakaian yang disebut disentuh saja tidak disita. Terkesan perkaranya dipaksakan,” ucap Bana.
Menurut Bana, TW ditetapkan tersangka tanpa pendampingan, namun dalam BAP tercatat tanda tangan advokat yang tidak pernah mendampingi klien.
“Klien kami tidak pernah bertemu advokat yang ditunjuk penyidik. Pemeriksaannya terkesan intimidatif,” jelas dia.
Mereka juga meragukan kesaksian tiga orang (IN, HM dan MS) yang mengaku korban namun tidak melapor.
“TW bahkan tidak bertemu mereka di hari kejadian. Ini menambah tanda tanya,” katanya.
Kuasa hukum lainnya, Yudia Alamsyah, turut menegaskan, bahwa banyak keterangan saksi di BAP yang berbeda jauh dengan persidangan.
“Fakta persidangan banyak yang tidak berkesesuaian antara korban dan saksi lainnya."
“Ada tiga saksi yang di BAP disebut korban, tapi di persidangan mereka menyatakan tidak pernah dilecehkan," ujar Yudia.
Yudia menyebut perkara ini prematur, namun tetap dipaksakan naik.
“Perkara ini tidak layak dinaikkan. Masih prematur. Tapi karena viral, ya dipaksakan,” ucapnya.
Yudia juga menyoroti posisi pelapor yang merupakan suami korban dan anggota Polri.
“Kami memahami kasus ini mendapat atensi dari pimpinan kepolisian karena pelapor adalah Bhayangkari. Tapi penyidik dan Kapolres harusnya profesional,” jelas dia.
Ia menjelaskan, bahwa sejak awal terjadi tumpang tindih pasal.
"Awalnya dijerat Pasal 6C junto 6A. Padahal 6A harus korban langsung yang melapor. Yang melapor itu suaminya. Ini saja sudah janggal,” katanya.
Yudia menegaskan, bahwa tidak menutup kemungkinan akan melaporkan penyidik.
“Kesalahan penyidik tidak akan hilang hanya karena berkas sudah P21."
"Kalau benar dipaksakan karena viral atau karena sesama anggota Polri, kami akan laporkan,” ujarnya.
Tak Sentuh Alat Vital
Ia juga menyoroti bukti minim di pengadilan.
“Pelecehannya pun secara fisik tidak menyentuh alat vital."
"Hanya bagian luar, hanya baju. Dan bajunya pun tidak diuji lab,” ucap Yudia.
Dalam pledoi, tim kuasa hukum dengan tegas meminta majelis hakim memberikan putusan bebas.
“Unsur-unsur delik tidak terpenuhi. Alat bukti minim."
"Kami sangat berharap majelis hakim membebaskan terdakwa,” jelas dia.
Adapun, kasus ini sudah memasuki tahap akhir dan sidang putusan akan digelar Rabu (19/11/2025) siang.
Awal Mula
Sementara itu pada Juli 2025, Polresta Cirebon menggelar konferensi pers dan menetapkan TW (46) sebagai tersangka dugaan pencabulan terhadap bawahannya, seorang tenaga kesehatan di Puskesmas Pembantu Kecamatan Babakan.
Kasus mencuat setelah suami korban melapor ke Unit PPA Satreskrim Polresta Cirebon pada Februari 2025.
TW diduga meraba dan meremas tubuh korban sebanyak tiga kali di ruang pemeriksaan.
"Pelaku mendatangi korban saat sedang piket dan langsung melakukan pencabulan meski korban sudah berusaha melawan,” kata Kapolresta Cirebon, Kombes Sumarni, 2 Juli 2025.
TW saat itu mengenakan baju tahanan oranye dan mengaku menyesal.
“Saya menyesal, Bu… Saya bertanggung jawab… Saya enggak ngulangi lagi,” ucapnya.
Ia dijerat Pasal 6 huruf a dan c jo Pasal 15 ayat (1) huruf b UU TPKS dengan ancaman 12 tahun penjara.
Kuasa hukum korban, Mukhtaruddin dari LPBH-NU Kota Cirebon, menegaskan pihaknya terus mengawal kasus ini agar korban mendapatkan keadilan.(*)
Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Eki Yulianto
| Komisi IV DPRD Kota Bandung Dorong Pemerintah Optimalkan Pemetaan dan Pemberdayaan Tenaga Kesehatan |
|
|---|
| Akhirnya Guru Ngaji Cabuli Bocah 7 Tahun di Sukaraja Bogor Ditangkap Polisi, Ini Ancaman Hukumannya |
|
|---|
| Terdakwa Kasus Pencabulan jadi Otak Pelarian Tahanan dari Pengadilan Negeri Cirebon |
|
|---|
| Sempat Hadir di Pengadilan, Sidang Dokter Cabul Priguna Ditunda: Kejati Jabar Ungkap Alasannya |
|
|---|
| Paman Cabuli Keponakan Perempuan di Bekasi, Orang Tua Korban Jadi TKI, Pelaku Tawarkan Modus Pijat |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jabar/foto/bank/originals/dokter-cabul-di-cirebon-dokter-tw.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.