KDM Jawab Kontroversi Gapura Gedung Sate, Arsitek ITB Menguak Rahasia Desainnya: Bukan Candi Bentar

Sang arsitek menolak jika gapura Gedung Sate disebut terinspirasi dari Candi Bentar khas kerajaan Majapahit dan Demak.

tribunjabar.id / Nappisah
Pekerja tengah membangun gerbang baru Gedung Sate di Kota Bandung, Sabtu (22/11/2025). Desain gerbang ini terinspirasi dari komponen utama Gedung Sate, bukan dari candi bentar khas Majapahit. 

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Di tengah ramainya diskusi di media sosial soal pembangunan gerbang dan pagar Gedung Sate di Kota Bandung, Gubernur Jabar Dedi Mulyadi memberikan penjelasan bersama arsitek proyek tersebut yang berasal dari ITB, Sigit.

Ditayangkan video dari kanal Youtube pribadinya, Dedi Mulyadi yang akrab disapa KDM ini berdiskusi dengan Sigit sambil meninjau proses pembangunan gerbang dan gapura yang tengah ramai dibicarakan masyarakat tersebut.

Dedi Mulyadi menyatakan banyak komentar di media sosial menyatakan bahwa gapura dan pagar ini hanya pemikiran dirinya. Padahal, untuk membangun pagar dan gapura ini, dilakukan riset terlebih dulu oleh arsiteknya dan dibuatkan desainnya melalui penetapan Detail Engineering Design (DED).

"Jadi ini (Gapura Gedung Sate) yang gambar bukan saya. Kalau di Lembur Pakuan yang gambar saya. Kalau di lembur Pakuan itu karena itu pribadi, cuek saya, karena tidak perlu lelang. Kalau di
sini harus karena harus ada namanya DED." kata Dedi Mulyadi yang meninjau Gedung Sate, Sabtu (22/11/2025).

Kondisi pilar area luar Gedung Sate, Kota Bandu
Kondisi pilar area luar Gedung Sate, Kota Bandung, Jawa Barat yang direnovasi dengan corak candi, Kamis (20/11/2025).

Dedi Mulyadi kemudian menyatalan renovasi gerbang senilai Rp 3,9 miliar ini dibiayai dari hasil efisiensi anggaran, seperti biaya perjalanan dinas dan belanja seragam gubernur.

Dalam kesempatan itu, Sigit pun mengiyakan ungkapan Dedi Mulyadi dan menyatakan bahwa tidak banyak masyarakat yang mengetahui bahwa Gedung Sate sendiri dibangun menggunakan gaya percampuran berbagai kebudayaan.

Pemerintah Kolonial Belanda saat itu, katanya, menggabungkan arsitektur Eropa dengan arsitektur lokal, yakni Nusantara, termasuk Sunda. Namun, kebanyakan masyarakat hanya menganggap bahwa Gedung Sate adalah gedung berarsitektur Eropa.

Ia pun merujuk pada penggunaan gaya candi pada dinding bawah Gedung Sate, gerbang utama, bahkan terdapat bentuk candi pada dinding depan Gedung Sate, tepat di atas gerbang utama. Semuanya dibangun sejak awal oleh Belanda, lebih dari 100 tahun lalu.

Bentuk candi pada bagian jendela inilah, katanya, yang diambil gaya arsitekturnya menjadi inspirasi pembuatan gerbang Gedung Sate. Ia menyatakan tak perlu jauh-jauh untuk mengambil referensi budaya, gerbang dibuat selayaknya tiruan dari salah satu komponen utama Gedung Sate ini.

"Jadi Gedung Sate ini banyak unsur-unsur arsitektur Eropa, tapi juga banyak arsitektur lokalnya, Seperti mungkin kita lihat di pintu masuk itu dengan model-model candi seperti itu. Bahkan
di tengah-tengahnya itu (jendela), ada relief seperti candi begitu. Nah, kemudian itu menjadi salah satu referensi lah ya, bahwa bagaimana kita membentuk suasana kompleks Gedung Sate," kata Sigit.

Gerbang baru Gedung Sate yang bernuansa candi (kiri) dan bagian depan Gedung Sate yang memiliki ornamen candi tepat di bagian tengahnya (kanan).
Gerbang baru Gedung Sate yang bernuansa candi (kiri) dan bagian depan Gedung Sate yang memiliki ornamen candi tepat di bagian tengahnya (kanan). (TribunJabar.id)

Sigit pun menolak jika gapura tersebut disebut sebagai Candi Bentar khas kerajaan Majapahit dan Demak. Candi Bentar merupakan gerbang yang berbentuk seperti candi terbelah dua, sedangkan gapura Gedung Sate berbentuk utuh, seperti jendela tengah Gedung Satenya sendiri.

Dedi Mulyadi pun mengerti bahwa pembangunan gerbang ini bukanlah sesuatu yang mengada-ada atau dipaksakan. Pembangunan gerbang ini hanyalah menghadirkan elemen-elemen Gedung Satenya sendiri di sisi terluar kompleksnya.

"Sesuatu yang bernilai tinggi kemudian berasal dari nilai-nilai kebudayaan kita, pasti ribut," kata Dedi Mulyadi mengkritik kebiasaan sebagian warganet yang tampak alergi terhadap budaya sendiri.

Gapura ini dibangun menggunakan bata yang diproduksi di Madura karena membutuhkan desain khusus. Dibangun tanpa semen, gapura ini berdiri kokoh dengan sistem pengunci dan penguat layaknya pembangunan Candi Jiwa di Indramayu dan Candi Cangkuang di Garut.

Sigit kembali mengatakan Gapura ini pun akan dicat menggunakan warna putih agar seirama dengan bangunan utama Gedung Sate.

Bukan tidak mungkin ke depannya untuk pembangunan gerbang serupa di Jabar, akan menggunakan tanah dari Plered Purwakarta atau Jatiwangi Majalengka. Tentunya, setelah penelitian dan pengujian teknisnya.

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved