Komnas PA Sebut 110 Anak Usia 10-18 Tahun Terpapar Radikalisme: Jabar dan Jakarta Tertinggi
Komnas Perlindungan Anak Jawa Barat turut menyoroti rekrutmen jaringan terorisme yang menyasar anak dan remaja usia 10–18 tahun di Jawa Barat.
Penulis: Nazmi Abdurrahman | Editor: Muhamad Syarif Abdussalam
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Komnas Perlindungan Anak Jawa Barat turut menyoroti rekrutmen jaringan terorisme yang menyasar anak dan remaja usia 10–18 tahun di Jawa Barat.
Berdasarkan data Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti teror Polri, pada periode 2011-2017, hanya 17 anak yang diamankan terkait jaringan teror.
Pada 2025, jumlahnya meningkat menjadi 110 anak yang teridentifikasi terpapar paham radikal dari 23 Provinsi. Anak-anak berusia 10-18 tahun ini, direkrut secara daring tanpa pertemuan fisik.
Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta, disebut menjadi dua wilayah dengan temuan tertinggi, namun tidak merinci berapa jumlah pastinya.
Ketua Komnas Perlindungan Anak Jawa Barat, Diah Puspitasari Momon mengatakan, salah satu faktor masalah tersebut adalah minimnya perhatian dan bimbingan yang diterima anak dari lingkungan terdekat.
"Memang kita jelas penduduk terbanyak, anak sekolah juga terbanyak dan yang memang mudah dipaparkan itu anak remaja terutama yang di rumahnya kurang dapat perhatian dari lingkungan," ujar Diah, Rabu (19/11/2025).
Remaja yang tidak mendapatkan pendampingan, kata dia, baik di rumah maupun sekolah, lebih rentan dipengaruhi kelompok tertentu yang menjerumuskan mereka pada hal negatif, termasuk radikalisme.
"Sekarang banyak informasi tidak jelas kebenarannya, anak kan belum bisa mencerna secara komprehensif dan menganggap itu benar adanya," katanya.
Kondisi ini pun, kata dia, berdampak semakin buruk saat anak mengalami perundungan, pengucilan, atau merasa tidak diterima di lingkungan sekolah maupun rumah.
Pencegahan anak dari paparan radikalisme, kata Diah, dapat dilakukan dari rumah. Orang tua sebisa mungkin memberikan perhatian mental dan emosional kepada anak-anaknya.
"Jadi pencegahan menurut saya orang tua di rumah. Dengan kondisi sekarang orang tua biasanya bekerja jadi kurang fokus dalam mendidik dan mengarahkan anak-anak," ucapnya.
Lingkungan kedua adalah sekolah. Anak diberikan pendidikan karakter melalui interaksi langsung antara guru dan siswa.
"Jadi tidak hanya soal akademiknya tapi soal pendidikan karakternya, harus langsung dosen atau guru tatap muka dengan anak-anak," katanya.
Tak cuma orang tua dan sekolah, semua unsur harus berkolaborasi melakukan upaya yang sama, agar anak-anak tidak larut dalam informasi di media sosial yang justru membahayakan masa depannya.
"Jadi harus komprehensif harus semua, tidak hanya orang tua. Anak sekolah ya guru sebagai orang tuanya. Kemudian pemerintah juga harus sama-sama (ikut berperan)," ucapnya.
| Banyak Anak di Jabar Terpapar Radikalisme, Densus 88 Petakan Jaringan Rekrutmen Berbasis Online |
|
|---|
| Warga Ungkap Terduga Teroris yang Ditangkap Densus 88 Berasal dari Kabupaten Garut |
|
|---|
| Rumah di Kota Batu yang Dihuni Terduga Teroris Digeledah Tim Densus 88 Mabes Polri |
|
|---|
| Jamaah Islamiyah Bubar, Akan Kikis Stigma Radikal dan Teroris lewat Kontribusi Baik ke Masyarakat |
|
|---|
| Massa di Bunderan Cibiru Serukan Imbauan Hati-hati Terhadap Paham HTI yang Mulai Muncul |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jabar/foto/bank/originals/Ilustrasi-borgol-__.jpg)