Mengenal LMKN, Badan Non-APN Ditunjuk Pemerintah untuk Tarik Royalti, Cara Kerja hingga Strukturnya

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ILUSTRASI MUSIK - Isu soal royalti lagu atau musik tengah ramai kembali menjadi perbincangan publik, lalu apa itu LMKN?

TRIBUNJABAR.ID - Isu soal royalti lagu atau musik tengah ramai kembali menjadi perbincangan publik.

Hal ini setelah banyak cafe dan restoran yang memutar lagu alam demi menghindari pembayaran royalti ke Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).

Belum lama ini, Ketua LMKN Dharma Oratmangun, mengatakan, memutar suara alam seperti suara kicau burung juga tetap membayar royalti.

Dharma menyebut, suara alam hingga burung akan tetap terikat dengan pihak yang pertama kali merekam alias produser fonogram, sehingga perlu dikenakan royalti.

“Putar lagu rekaman suara burung, suara apa pun, produser yang merekam itu punya hak terhadap rekaman fonogram tersebut, jadi tetap harus dibayar,” kata Dharma saat dihubungi via telepon, Senin (4/7/2025), dikutip dari Kompas.com.

“Ada hak terkait di situ, ada produser yang merekam,” lanjut Dharma.

Menurutnya, aturan royalti berlaku tidak hanya untuk lagu-lagu dari seniman lokal, namun juga karya luar negeri. 

Semua royalti itu pun bisa dibayarkan melalui LMKN.

Baca juga: Sejumlah Musisi Blak-blakan Masih Bingung dengan Ketidakjelasan Hukum Royalti Lagu

Apa itu LMKN?

LMKN merupakan badan non-APBN yang ditunjuk pemerintah untuk menarik, menghimpun, dan menyalurkan royalti kepada pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait atas penggunaan lagu dan/atau musik secara komersial.

Lembaga ini berdiri berdasarkan amanat UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, jauh sebelum Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Lagu dan Musik.

Melalui PP 56/2021, setiap penggunaan lagu dan musik untuk kepentingan komersial wajib membayar royalti kepada LMKN.

Hal itu mencakup berbagai sektor, mulai dari restoran, kafe, hotel, karaoke, konser, bioskop, seminar, hingga penggunaan di transportasi umum, lembaga penyiaran, dan nada tunggu telepon.

Pelaku usaha wajib mengajukan lisensi kepada pemilik hak melalui LMKN royalti, lalu membayar royalti sesuai tarif yang sudah ditetapkan oleh Menteri.

Kemudian, LMKN akan menyalurkan dana tersebut kepada pemilik hak melalui Lemabaga Manajemen Kolektif (LMK) masing-masing.

Halaman
123

Berita Terkini