Dorong Pemenuhan HAM, Warga Binaan Lapas Sukamiskin Pertanyakan Hak Biologis ke KemenHAM Jabar

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dorong Pemenuhan HAM, Warga Binaan Lapas Sukamiskin Pertanyakan Hak Biologis ke KemenHAM Jabar

TRIBUNJABAR.ID - Bandung, 4 Agustus 2025 – Kantor Wilayah Kementerian HAM Jawa Barat menyelenggarakan kegiatan bertajuk “Penguatan Hak Asasi Manusia Bagi Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP)” di lembaga pemasyarakatan di Kota Bandung, yakni Lapas Kelas I Sukamiskin yang terletak di Jl. AH Nasution Nomor 114 Arcamanik, Kota Bandung, Jawa Barat.

Acara yang berlangsung dari pukul 11.00 hingga 12.30 WIB ini dihadiri oleh Kepala Kantor Wilayah Kementerian HAM Jawa Barat Hasbullah Fudail, Kepala Bidang HAM Petrus Polus Jadu (akrab disapa Paul), serta jajaran petugas lapas dan warga binaan. Kegiatan dibuka dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan pembacaan doa, dan diisi sambutan oleh Medi Oktafiansyah, Kepala Bidang Pembinaan Lapas Sukamiskin.  

Dorong Pemenuhan HAM, Warga Binaan Lapas Sukamiskin Pertanyakan Hak Biologis ke KemenHAM Jabar

Di Lapas Sukamiskin, Hasbullah Fudail menyampaikan materi terkait astacita pertama Presiden Prabowo, yakni penguatan Pancasila, demokrasi, dan hak asasi manusia yang sejalan dengan terbentuknya Kementerian HAM. Salah satu realisasinya, kata Hasbullah, adalah program amnesti bagi 40.000 warga binaan, termasuk lansia, pelaku penghinaan terhadap simbol negara, hingga tahanan politik terdakwa separatis non-kombatan di Papua dan Aceh.  

Beliau juga menyoroti overkapasitas lapas sebagai bentuk pelanggaran HAM. “Bagaimana bisa tidur dengan nyaman jika satu kamar berisi puluhan orang? Ini melanggar hak dasar manusia, dari kesehatan, ibadah, hingga kebutuhan biologis,” ungkapnya.  

Menurutnya, isu pemenuhan kebutuhan biologis suami-istri harus mulai dibahas secara terbuka. Ia menyinggung realitas bahwa dalam Islam, pasangan yang tidak berhubungan selama tiga bulan bisa digugat cerai. “Ini bukan soal tabu, ini soal hak. Kalau negara tidak mengatur, maka akan muncul penyimpangan,” tegasnya. 

Selain itu, Hasbullah juga mendorong penghapusan SKCK untuk mantan narapidana dalam proses pencarian kerja. Ia menilai, hambatan administratif pasca-hukuman menjadi bentuk eksklusi yang bertentangan dengan semangat reintegrasi sosial. “Orang yang tidak pernah masuk penjara saja susah cari kerja, apalagi yang pernah dihukum,” katanya.  

Diskusi kemudian dibuka oleh Paul Jadu. Ia menanyakan langsung kepada warga binaan: “Apakah pemenuhan kebutuhan biologis perlu diberikan di lapas?” Pertanyaan ini langsung disambut sorak setuju dari para WBP. Beberapa WBP juga menyampaikan berbagai keluhan lain, mulai dari kurangnya perhatian negara terhadap keluarga yang ditinggalkan, hingga praktik pemerasan dan diskriminasi dalam pelaksanaan pidana.  

Seorang WBP yang akrab disapa Pakde menyampaikan bahwa meski fasilitas di Sukamiskin relatif memadai, namun stigma terhadap mantan narapidana masih sangat kuat. Ia bertanya apakah narapidana dengan status Pembebasan Bersyarat (PB) bisa mendapatkan akses kerja yang setara dengan masyarakat umum.  

Menanggapi ini, Hasbullah menyoroti fenomena kriminalisasi, di mana lebih banyak pengedar narkoba yang ditangkap dibandingkan pengguna. Ia menilai ini janggal. “Mana mungkin konsumen lebih sedikit dari pedagangnya?” tanyanya. Ia pun mendukung penyelesaian pidana di luar penjara sebagai solusi atas overkapasitas dan pelanggaran HAM.  

Ia menegaskan, solusi bukan menambah lapas, tapi mengurangi penghuninya. “Negara maju itu bukan penjaranya banyak, tapi justru sepi, bahkan kosong,” tegasnya.  
Acara di lapas ditutup dengan baik dan diakhiri sesi foto bersama antara Kanwil HAM Jabar, pihak Lapas, dan seluruh WBP peserta diskusi.

Berita Terkini