Dunia Usaha Diadang Tekanan Ekonomi, Apindo Konsolidasikan Solusi Lewat Rakerkonas

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

RAKERKORNAS APINDO - Jumpa pers Apindo dalam menyambut penyelenggaraan Rapat Kerja dan Konsultasi Nasional (Rakerkonas) ke-34 di Bandung, Rabu (30/7/2025). Salah satu tekanan terbesar datang dari kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat terhadap produk ekspor Indonesia, yang menambah beban industri padat karya di tengah pelemahan daya beli dan ketegangan geopolitik global.

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Putri Puspita

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG -  Ketidakpastian ekonomi global dan tekanan kebijakan dalam negeri tengah membayangi dunia usaha nasional. 

Salah satu tekanan terbesar datang dari kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat terhadap produk ekspor Indonesia, yang menambah beban industri padat karya di tengah pelemahan daya beli dan ketegangan geopolitik global.

Namun di tengah situasi penuh gejolak tersebut, pelaku usaha tetap menyalakan optimisme dan mendorong terciptanya lapangan kerja. 

Semangat ini menjadi sorotan utama Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dalam menyambut penyelenggaraan Rapat Kerja dan Konsultasi Nasional (Rakerkonas) ke-34 pada 4 hingga 6 Agustus 2025 di Bandung, Jawa Barat. 

Rakerkornas ini mengusung tema “Dengan Semangat Indonesia Incorporated Menuju Indonesia Emas 2045.”

Ketua Umum Apindo, Shinta W Kamdani, menegaskan dunia usaha nasional saat ini sedang menghadapi tantangan serius dan tidak mudah. 

Baca juga: Rojali dan Rohana Marak, Ini Pengakuan Mengejutkan Para Kawula Muda Saat Datang ke Mall

“Data pertumbuhan ekonomi nasional di kuartal I 2025 yang hanya mencapai 4,87 persen, merupakan sinyal alarm yang tidak bisa diabaikan. Sektor konsumsi rumah tangga yang menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi hanya tumbuh 4,89 persen, memperlihatkan lemahnya daya beli masyarakat,” ujarnya, Selasa (29/7/2025).

Di sisi lain, kata Shinta, belanja pemerintah justru mengalami kontraksi, menghilangkan stimulus yang selama ini menjadi andalan pemulihan.

Shinta pun menyebutkan di sektor riil, pelaku industri merasakan tekanan yang semakin dalam. 

“PMI manufaktur yang bertahan di bawah 50 selama tiga bulan berturut-turut mencerminkan kondisi kontraksi yang masih berlangsung, dan belum menunjukkan tanda-tanda pemulihan yang konsisten,” ucapnya.

Selain itu di tengah tekanan domestik, dunia usaha juga menghadapi tantangan eksternal yang tidak kalah berat. Ketegangan geopolitik global, perang tarif, fluktuasi harga energi, dan kekacauan rantai pasok turut menambah beban.

Salah satu tantangan terbesar datang dari kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat yang menyasar produk ekspor Indonesia, meningkatkan tekanan terhadap industri padat karya nasional.

Namun, di tengah kompleksitas tantangan tersebut, dunia usaha tetap menunjukkan harapan.

Shinta memaparkan hal  ini tercermin dari capaian realisasi investasi pada Triwulan II 2025 yang mencapai Rp477,7 triliun, meningkat dari Triwulan I sebesar Rp465,2 triliun.

Halaman
12

Berita Terkini