Agus Parmuji, Ketua Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), menyoroti dampak besar yang akan dialami petani tembakau jika ketentuan ini diterapkan secara ketat.
"Petani tembakau menggantungkan hidupnya pada industri ini. Peraturan yang tidak memperhitungkan keberlanjutan sektor pertanian akan memukul keras para petani beserta yang telah berkontribusi besar terhadap perekonomian lokal," ujar Agus.
Ia juga menegaskan pentingnya melibatkan para petani dalam setiap tahap pengambilan keputusan IHT.
Henry Nayoan, Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), turut menyuarakan kekhawatirannya terhadap dampak kebijakan yang terlalu ketat.
Baca juga: Satres Narkoba Polres Purwakarta Bongkar Produksi Tembakau Sintetis Rumahan di Pasawahan
"Rokok ilegal akan semakin menjamur jika regulasi yang diterapkan justru menekan industri formal. Kemasan polos dan pembatasan iklan luar ruang bukanlah solusi efektif untuk menurunkan prevalensi merokok, tetapi hanya akan membuka jalan bagi produk ilegal yang merugikan negara dari segi penerimaan cukai," jelas Henry.
Pada akhirnya, APINDO bersama lebih dari 20 elemen-elemen industri hasil tembakau dan pemangku kepentingan lainnya menyatakan sikap tegas terhadap regulasi yang dianggap tidak adil ini.
APINDO mendesak agar proses penyusunan dan pelaksanaan PP 28 dan RPMK lebih terbuka dan melibatkan seluruh pihak terdampak secara komprehensif, guna mewujudkan kebijakan yang berimbang dan berbasis pembuktian (evidence-based policy).
"Kami tidak menolak regulasi, tetapi regulasi ini harus disusun dan diterapkan secara adil dan berimbang, mengingat perkembangan perekonomian terkini serta kompleksitas posisi industri hasil tembakau dalam menopang ekonomi nasional. Kami juga mendukung komitmen pelaku usaha industri hasil tembakau utk mencegah akses pembelian rokok oleh anak-anak dan APINDO mengajak seluruh stakeholder untuk bisa bersama-sama meningkatkan edukasi dan literasi pencegahan merokok kepada kelompok usia di bawah 21 tahun," tegasnya.
Franky juga menggaris bawahi, pentingnya pemerintah melakukan pendalaman bahwa kondisi sosio-ekonomi Indonesia sangat berbeda dengan industri tembakau yang menyerap banyak tenaga kerja, jadi tidak bisa hanya berkaca ke negara-negara tertentu untuk begitu saja mencontoh kebijakannya tanpa pendalaman.