Menuju Kemandirian Energi Nuklir: ITB dan Thorcon Power Mulai Riset Fase II Molten Fuel Salt

ITB dan PT Thorcon Power Indonesia melakukan MoU penelitian dan pengembangan Fase II Molten Fuel Salt untuk Bahan Bakar Nuklir

Penulis: Nappisah | Editor: Siti Fatimah
nappisah
MOU - Institut Teknologi Bandung bekerja sama dengan PT Thorcon Power Indonesia teken MoU Penelitian dan Pengembangan Fase II Molten Fuel Salt untuk Bahan Bakar Nuklir pada Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Thorcon 500. Dok Humas ITB. 

Saat ini, proyek tersebut telah menggunakan empat vessel dengan sistem semi-kontinu yang diharapkan mendekati skala industri yang akan dioperasikan di masa mendatang.

Menurutnya, penelitian dan pengembangan bahan bakar nuklir sejalan dengan program pemerintah yang berfokus pada pengurangan karbon dioksida.  

"Hari ini lebih dari 40 persen sumber energi listrik berasal dari batubara. Kemudian orang harus mencari yang renewable, yang terbarukan, bisa menggunakan matahari, bisa menggunakan angin, bisa juga nah ini yang potensi berikutnya adalah nuklir," ujarnya. 

Ia menjelaskan bahwa sumber energi seperti angin dan matahari memiliki keterbatasan karena tidak selalu tersedia.  

"Angin kadang ada dan kadang tidak, sementara energi surya bergantung pada kondisi cuaca," imbuhnya. 

Oleh sebab itu, ia berharap semua sumber energi dapat dimanfaatkan secara optimal. 

Ia menambahkan bahwa energi nuklir memiliki keunggulan karena tidak menghasilkan emisi CO₂ dan dapat beroperasi terus-menerus selama 24 jam sehari dan tujuh hari seminggu, layaknya pembangkit listrik berbahan bakar batu bara, namun tanpa menghasilkan emisi karbon.

Dia menuturkan, negara lain seperti Amerika, Perancis, China telah menggembangkan bahan bakar nuklir lebih awal. 

Padahal, menurutnya, Indonesia berpotensi mengembangkan bahan bakar nuklir lebih baik.

Ia mencontohkan, pulau Bangka memiliki potensi alam yang bisa mendorong bahan bakar nuklir, seperti thorium hingga uranium. 

"Kita bicara energi nuklir, hanya beberapa gram setara dengan beberapa puluhan ton atau ratusan ribu ton batubara, karena konversinya energinya. Seharusnya Indonesia punya cukup untuk potensi energi ke depan," katanya. 

Sementara itu, Direktur Utama PT Aimtopindo Nuansa Kimia, Ir. Setyo Yanus Sasongko, M.T. menyebut bahwa hal yang harus ditindaklanjuti ialah memurnikan garam pada temperatur tinggi dengan hidrogen fluorida (HF). 

Ia menjelaskan bahwa proses tersebut sudah harus melibatkan aliran fluida panas. 

Oleh karena itu, menurutnya, keberadaan pilot plant menjadi hal yang mutlak agar dapat memahami perilaku sistem saat proses pemurnian maupun ketika dioperasikan nantinya.

"Jadi kita harus sama-sama, dari pendidikan, swasta untuk kepentingan bangsa bersama. Bagaimana teknologi nuklir ini kita tidak hanya sebagai pengguna tapi kita harus bisa mengolahnya untuk pengembangan teknologi," ujarnya. 

Menurutnya, hal ini juga bermanfaat bagi ITB karena dapat menjadi sarana pembelajaran bagi mahasiswa tentang pentingnya tidak hanya menjadi pengguna, tetapi juga tuan rumah dalam penguasaan teknologi energi di negeri sendiri.

Sumber: Tribun Jabar
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved