Ledia Hanifa: Hadapi Generasi Yang Sangat Kritis:Guru PPKN Harus Kreatif Meramu Pembelajaran

TRIBUNJABAR.ID - Anggota MPR RI, Ledia Hanifa Amaliah, mengajak para guru PPKN untuk terus berinovasi agar peserta didik

Istimewa
Ledia Hanifa: Hadapi Generasi Yang Sangat Kritis:Guru PPKN Harus Kreatif Meramu Pembelajaran 

TRIBUNJABAR.ID - Anggota MPR RI, Ledia Hanifa Amaliah, mengajak para guru PPKN untuk terus berinovasi agar peserta didik tidak hanya menghafal Pancasila, tetapi juga memahami makna dan proses kehidupan berbangsa. Ajakan tersebut disampaikan dalam kegiatan Sosialisasi 4 Pilar MPR RI bagi para Guru PPKN se-Kota Bandung dan Kota Cimahi yang diselenggarakan MPR RI bersama UKM UTRECHT (Unit Kegiatan Mahasiswa Unit Training Civic Hukum Education) kampus STKIP Pasundan, Cimahi pada akhir pekan lalu (21/9).

Ledia menjelaskan bahwa selain menjalankan kewajiban MPR RI untuk melakukan sosialisasi Empat Pilar, ia juga ingin mendorong lahirnya terobosan dalam pembelajaran PPKN. Jika tidak ada inovasi, menurutnya, anak-anak bisa saja merasa lebih dekat dengan simbol-simbol lain di luar bendera merah putih. “Ini bukan karena mereka ingin memberontak, tetapi karena mereka belum memahami maknanya. Kalau kita mau ambil sisi positifnya, berarti salahnya ada di kita. Ada pekerjaan rumah besar yang harus kita selesaikan bersama,” ujarnya.

Ia mencontohkan fenomena anak-anak yang bangga mengibarkan bendera komunitas atau fandom tertentu, seperti kelompok penggemar manga atau K-POP, tetapi belum memiliki keterikatan yang sama dengan simbol negara. Menurutnya, hal ini harus dijawab dengan menghadirkan pembelajaran PPKN yang mampu membuat anak-anak merasa dekat dengan Pancasila.

Dalam menjelaskan implementasi 4 Pilar MPR RI, Ledia yang juga anggota Komisi X DPR RI mengingatkan pentingnya Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal tersebut menegaskan bahwa pendidikan berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa. Tujuannya adalah agar peserta didik tumbuh menjadi manusia beriman, bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Ledia mengingat masa sekolahnya ketika harus menghafal 36 butir Pancasila. “Luar biasa susahnya, teu apal-apal,” kenangnya. Maka menurutnya, lewat era pembelajaran digital seperti saat ini, yang penting bukan lagi hafalan, tetapi membantu anak-anak berpikir kritis dan menyiapkan guru untuk menghadapi siswa yang mendapatkan informasi dari banyak sumber termasuk internet.

“Di zaman saya dulu sumbernya cuma satu, sekolah.” Ia menambahkan, “Guru kini berhadapan dengan siswa yang bisa mencari informasi dari banyak sumber, sehingga pembelajaran PPKN akan lebih menarik jika dilengkapi contoh-contoh yang dekat dengan keseharian mereka.”

Ledia juga menyoroti tantangan guru di era digital, di mana siswa dapat dengan mudah menemukan jawaban melalui internet dan cenderung mencari jalan pintas. “Mereka perlu melihat bahwa di balik sebuah hal yang instan, (itu) ada prosesnya. Nah, inilah yang perlu kita ingatkan kepada anak-anak kita bahwa ada proses yang harus berjalan. Teknologi hanya memperpendek proses. Tapi, segala sesuatunya tetap harus ada proses."

Ia juga menekankan pentingnya menjelaskan Pancasila sebagai pengikat bangsa Indonesia yang terdiri dari lebih dari 700 etnis. Ledia mengingatkan bahwa para pendiri bangsa dengan besar hati menyatukan berbagai kerajaan dan wilayah demi berdirinya Indonesia. “Pengikat yang dipilih para pendiri negara adalah Pancasila. Maka tugas kita adalah menjelaskan kepada anak-anak mengapa Pancasila penting dan bagaimana ia menjadi dasar negara,” tambahnya.

Untuk membuat nilai-nilai ini lebih hidup, Ledia menyarankan guru untuk menggunakan metode simulasi dan pembelajaran interaktif. Menurutnya, pendekatan ini membantu siswa bukan hanya memahami secara kognitif, tetapi juga menghayati nilai-nilai kebangsaan secara afektif.

Ledia yang berasal dari dapil Jawa Barat I, Kota Bandung Kota Cimahi ini menutup pemaparannya dengan mengajak para guru memberi intervensi bagi siswa untuk berinteraksi dan berkegiatan bersama sehingga mereka bisa menerima perbedaan. Ia mencontohkan pengalaman ketika dua sekolah yang kerap tawuran dikumpulkan dalam kegiatan bersama. Awalnya para siswa takut, namun setelah beberapa kali pertemuan mereka mulai saling mengenal dan menyadari bahwa perbedaan tidak harus membuat mereka bermusuhan. Menurut Ledia, pengalaman seperti ini menunjukkan bahwa proses membangun empati dan toleransi bisa dilakukan secara bertahap dan menyenangkan.

Melalui kegiatan ini, ia  berharap para guru PPKN dapat merasa semakin didukung dan mendapatkan inspirasi baru untuk menghadirkan pembelajaran kewarganegaraan yang menyenangkan tapi tetap sesuai dengan kebutuhan siswa sehingga nilai-nilai Pancasila sehingga dapat dipahami dan dihayati bersama.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved