Kejati Jabar Naikkan Status Kasus Dugaan Korupsi Pemberian Tunjangan Perumahan DPRD Indramayu

Penyidik bidang tindak pidana khusus Kejaksaan Tinggi Jabar menaikkan status kasus dugaan korupsi pemberian tunjangan perumahan DPRD Indramayu.

Penulis: Muhamad Nandri Prilatama | Editor: Giri
Shutterstock
ILUSTRASI KORUPSI - Penyidik bidang tindak pidana khusus Kejaksaan Tinggi Jabar menaikkan status kasus dugaan korupsi pemberian tunjangan perumahan DPRD Indramayu. Kasus itu diduga terjadi pada 2022 era DPRD Indramayu masih diketuai Syaefudin. 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Muhamad Nandri Prilatama

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Penyidik bidang tindak pidana khusus Kejaksaan Tinggi Jabar menaikkan status kasus dugaan korupsi pemberian tunjangan perumahan DPRD Indramayu. Kasus itu diduga terjadi pada 2022 era DPRD Indramayu masih diketuai Syaefudin.

Kini, Syaefudin menjabat sebagai Wakil Bupati Indramayu mendampingi Lucky Hakim.

Laporan dugaan korupsi ini awalnya disampaikan Gerakan Pemuda Peduli Perubahan Indramayu (PPPI).

Kasipenkum Kejari Jabar, Sri Nurcahyawijaya, menyampaikan, kasus tersebut telah masuk tahap penyidikan.

"Untuk dugaan tipikor ini masih proses penyidikan," ujar Cahya, saat dikonformasi, Rabu (13/8/2025).

Namun, Cahya masih enggan menyebut kasus ini sudah penetapan tersangkanya. Pasalnya, proses pemeriksaan saksi masih terus berjalan.

Mengenai pemeriksaan terhadap Syaefudin, Cahya pun enggan menerangkan lebih lanjut.

Baca juga: Harga Beras di Indramayu Masih Stabil, Tak Ada Masalah Pasokan di Tengah Isu Oplosan

"Nanti disampaikan kalau sudah ada penetapan tersangka," ucap dia.

Beberapa waktu lalu, Cahya pernah menyatakan, penyelidik sudah memeriksa sejumlah saksi. Dia sempat menyebut ada enam orang yang diperiksa dalam kasus ini.

PPPI dalam laporannya menyampaikan, berdasarkan informasi yang dikumpulkan, ditemukan adanya kejanggalan dalam proses pemberian tunjangan perumahan bagi pimpinan dan anggota DPRD Indramayu. Hal itu berdasarkan laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, 

Pemeriksaan tersebut mengungkap perhitungan tunjangan dilakukan dengan prosedur yang tidak sesuai peraturan perundang-undangan dan tanpa dasar hukum yang sah. Selain itu tidak memenuhi prinsip kehati-hatian dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara.

PPPI mengungkapkan, belanja tunjangan perumahan pimpinan dan anggota DPRD Indramayu ini mencapai Rp 16,8 miliar untuk setahun di 2022. Perinciannya, ketua DPRD Rp 40 juta per bulan atau sekitar Rp 480 juta per tahun, wakil ketua Rp 35 juta per bulan atau Rp 420 juta per tahun, dan untuk anggota dewan Rp 30 juta per bulan atau Rp 360 juta per tahun.

Baca juga: Kasus Korupsi BPR Karya Remaja Indramayu, Kejati Jabar Tetapkan 3 Tersangka, Semuanya Pimpinan

Kemudian, bila dihitung dari jumlah itu ditambah gaji, biaya transportasi dan biaya reses, rata-rata pendapatan dewan berkisar Rp 60 juta sampai Rp 80 juta per bulan, atau berkisar Rp 700 juta per tahun. Bahkan sampai dengan menyentuh angka Rp 1 miliar per tahun.

PPPI menilai belanja tunjangan perumahan tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD.

Dalam laporan pengaduan, PPPI merujuk pada fakta yang diperolehnya, menduga terjadi pelanggaran terhadap sejumlah pasal dalam peraturan perundang-undangan dalam belanja tunjangan perumahan DPRD Indramayu. Mulai Pasal 2 Ayat (1), Pasal 3, Pasal 8 UU Tipikor dan Pasal 263 KUHP Penggunaan dokumen atau surat tidak sah dalam pencairan anggaran negara. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved