Respons Dedi Mulyadi Digugat ke PTUN soal Kebijakan 50 Siswa Satu Rombel: Harus Bisa Buktikan

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi merespons gugatan terhadapnya ke PTUN oleh 8 organisasi atas kebijakan maksimal 50 siswa dalam satu rombel.

Penulis: Rheina Sukmawati | Editor: Rheina Sukmawati
Instagram @dedimulyadi71
DIGUGAT KE PTUN - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dalam unggahan Instagram, Senin (4/8/2025). Terbaru, Dedi Mulyadi merespons gugatan terhadapnya atas kebijakan maksimal 50 siswa dalam satu rombongan belajar (rombel) atau kelas. 

TRIBUNJABAR.ID - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi merespons gugatan terhadapnya atas kebijakan maksimal 50 siswa dalam satu rombongan belajar (rombel) atau kelas.

Gugatan tersebut dilayangkan oleh delapan organisasi sekolah swasta ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung pada 31 Juli 2025.

Kebijakan yang digugat adalah Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 463.1/Kep.323-Disdik/2025 yang dikeluarkan 26 Juni 2025 tentang petunjuk teknis Pencegahan Anak Putus Sekolah (PAPS) melalui penambahan rombongan belajar (Rombel).

Dedi Mulyadi menuturkan, kebijakan yang ia buat itu tidak melanggar hukum ataupun merugikan secara material seperti dalam kasus monopoli bisnis.

"Ini bukan keputusan tata usaha yang merugikan secara material. Ini soal pendidikan, bukan bisnis tender yang menyebabkan yang lain kalah bersaing," kata Dedi Mulyadi, dikutip dari Kompas.com, Rabu (6/8/2025).

Menurut Dedi Mulyadi, sekolah yang melayangkan gugatan tersebut harus bisa membuktikan bahwa mereka merasa dirugikan.

"Sekolah yang menggugat harus bisa membuktikan bahwa mereka benar-benar dirugikan oleh kebijakan ini," ungkapnya.

Mantan Bupati Purwakarta ini membeberkan bahwa alasan adanya kebijakan maksimal 50 siswa dalam satu rombel ini karena ingin semua anak di Jawa Barat mengenyam pendidikan tanpa terkendala biaya.

Baca juga: Besok Digelar Sidang Gugatan 8 Organisasi SMA Swasta Ke Dedi Mulyadi, Ini Kata Pemprov Jabar

Menurut Dedi Mulyadi, hal tersebut adalah bagian dari kewajiban negara untuk memastikan masyarakatnya mengenyam pendidikan.

"Jadi ini saya digugat karena menjalankan kewajiban negara untuk mendidik anak bangsa," kata Dedi.

Lebih lanjut, Dedi Mulyadi menilai bahwa fenomena SMA swasta sepi bukan karena kebijakan yang ia buat.

Melainkan, kata Dedi Mulyadi, lebih kepada dampak dari kompetisi antar-sekolah, bukan dominasi yang bisa digugat.

Ia menilai, daya saing sekolah menjadi faktor utama menurunnya jumlah siswa di beberapa lembaga pendidikan swasta. 

"Kalau SMA-nya menarik, orang pasti tetap sekolah di situ. Kenapa sampai 50 per kelas? Karena banyak yang minat, karena sekolahnya bagus. Minat masyarakat tinggi, bukan karena dipaksa," kata Dedi.

Dedi Mulyadi pun mencontohkan masih tetap penuhnya sekolah-sekolah swasta favorit meskipun berada dalam lingkungan yang sama dengan sekolah negeri.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved