Empat Bulan Berjalan, Kinerja Danantara Mulai Disorot
publik memiliki harapan besar terhadap Danantara sebagai instrumen investasi strategis negara.
Penulis: Nappisah | Editor: Muhamad Syarif Abdussalam
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nappisah
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG — Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW), Iskandar Sitorus, menyoroti transparansi, tata kelola, dan kinerja l Lembaga pengelola kekayaan negara, Sovereign Wealth Fund (SWF) Indonesia bernama Danantara, yang dibentuk melalui Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2025, mulai mendapat sorotan setelah empat bulan berjalan.
Menurut Iskandar, publik memiliki harapan besar terhadap Danantara sebagai instrumen investasi strategis negara.
Namun hingga saat ini, ia menilai belum terlihat capaian signifikan yang bisa diverifikasi secara terbuka.
Iskandar menyebut Danantara masih belum menunjukkan pertumbuhan yang diharapkan. Ia membandingkan dengan lembaga serupa di negara lain seperti NBIM (Norwegia), GIC (Singapura), hingga lembaga SWF di Malaysia, Rusia, dan Kazakhstan, yang dinilainya cepat mengambil langkah investasi di tahap awal berdiri.
Lebih lanjut, Iskandar menyoroti belum adanya portofolio investasi yang dipublikasikan secara transparan oleh Danantara. Rencana pembangunan kampus senilai Rp1,8 triliun dan sejumlah agenda internal dinilai belum menjawab ekspektasi publik atas fungsi strategis lembaga tersebut.
"Sementara Danantara, empat bulan berlalu, tak ada satu pun portofolio investasi yang bisa diverifikasi. Tidak ada akuisisi. Tidak ada penyertaan modal produktif. Yang terdengar hanya wacana 'kampus impian' dengan estimasi anggaran Rp1,8 triliun dan sederet rapat internal mewah," kata Iskandar, Minggu (27/7/2025).
Ia juga mempertanyakan sumber dana awal Danantara yang berasal dari dividen BUMN, seperti setoran dari BRI sebesar Rp3,2 triliun.
Iskandar menilai aliran dana tersebut belum disertai pelaporan terbuka yang bisa diakses publik.
"Dan semua itu dibiayai dari dividen BUMN, yang semestinya masuk kas negara, tapi justru disedot Danantara yang dilakukan tanpa transparansi, tanpa laporan publik, dan tanpa 'manfaat' nyata bagi rakyat," tuturnya.
Dalam empat bulan terakhir, pihaknya mencatat potensi kehilangan PNBP sebesar Rp4,1 triliun akibat belum optimalnya kerja Danantara.
Iskandar juga menyoroti dugaan pembengkakan biaya operasional lembaga tersebut.
"Gaji itu diduga mencapai Rp120 miliar per bulan, cukup untuk membangun 50 sekolah rakyat seperti cita-cita Presiden Prabowo. Tapi rakyat tak melihat sekolah, tak melihat investasi, tak melihat manfaat, hanya mendengar mimpi yang digadang-gadang elite Danantara," ujarnya.
Iskandar juga mengingatkan pentingnya pengawasan dari Presiden atas lembaga yang ia bentuk tersebut.
"Harusnya (Presiden) tahu. Tapi barangkali belum sadar bahwa lembaga yang ia bayangkan akan membebaskan Indonesia dari jerat utang asing ini justru berisiko menjadi parasit fiskal, seperti BLBI jilid dua," ucapnya.
Sebagai rekomendasi, pihaknya mengusulkan audit menyeluruh oleh BPK, penghentian sementara aliran dana dari BUMN ke Danantara, dan evaluasi menyeluruh terhadap jajaran pengurus.
"Danantara masih bisa diselamatkan asal jangan terus dipelihara oleh mereka yang tak paham cara membesarkan lembaga keuangan negara kelas dunia," pungkas Iskandar. (*)
| Soroti Rencana Pemerintah soal Bahasa Portugis Jadi Materi Sekolah, Pengamat: Harus Berbasis Riset |
|
|---|
| Analisis Pengamat Soal Setahun Pemerintahan Prabowo, Sebut Ada 3 'Hantu' Jadi Beban Bagi Presiden |
|
|---|
| Analisis Pengamat: Persib Wajib All Out Lawan Persis, Rotasi Cerdas Jadi Kunci |
|
|---|
| Harga Emas Berpotensi Terkoreksi, Investor Diminta Tak Panik dan Tetap Rasional |
|
|---|
| Soal Dana Pemda di Bank, Pengamat Nilai Perlu Konfirmasi ke Bank, Tak Cukup Lihat Laporan BPKAD |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jabar/foto/bank/originals/BADAN-DANANTARA-Danantara.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.