PUI Jawa Barat Kritisi Kebijakan Dedi Mulyadi soal PAPS, Minta Ditinjau Ulang Menyeluruh

PUI mengeluarkan poin-poin sikap berkaitan dengan kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, soal Program Pencegahan  Anak Putus Sekolah (PAPS).

Penulis: Giri | Editor: Giri
jaenal abidin/tribun jabar
KURANG DIMINATI - Kondisi sekolah swasta SMA Pasundan 2 Tasikmalaya kurang diminati dan baru memiliki 8 calon peserta didik baru tahun 2025. Ini merupakan dampak kebijakan Gubernur Jabar yang menambah jumlah rombel sebanyak 50 orang. PUI Jawa Barat minta PAPS dievaluasi secara menyeluruh. 

TRIBUNJABAR.ID - Dewan Pengurus Jawa Barat Persatuan Ummat Islam (PUI) mengeluarkan poin-poin sikap berkaitan dengan kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, soal Program Pencegahan 
Anak Putus Sekolah (PAPS).

PAPS ini membuat jumlah siswa dalam rombongan belajar (rombel) SMA/SMK. Sebelumnya, setiap rombel maksimal diisi 36 siswa. Namun karena ada PAPS, maka maksimal diperbolehkan diisi 50 siswa.

Kebijakan ini diberlakukan pada Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) pada tahun ajaran 2025-2026. 

Pada poin pertama, PUI Jawa Barat menyatakan mengapresiasi serta menghargai niat dan tujuan baik Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam menurunkan angka anak putus sekolah serta memperluas akses pendidikan bagi  masyarakat kurang mampu dan rentan di Jawa Barat

Namun, pada poin kedua, PUI menolak pelaksanaan PAPS yang tidak adil dan tidak transparan. Menurutnya, di sana ada ketimpangan dalam implementasi kebijakan publik karena tidak melibatkan sekolah swasta sebagai bagian dari solusi, serta dilakukan secara tertutup tanpa keterlibatan lembaga pendidikan non-negeri.

PUI Jawa Barat dalam pernyataan sikap yang ditandatangani Iman Budiman sebagai ketua umum pada 19 Juli 2025 itu juga menganggap pemerintah kurang menghargai peran sekolah swasta yang sebelum Indonesia merdeka telah banyak membantu pemerintah dalam tanggung jawabnya mencerdasakan kehidupan bangsa dan negara dengan mengeluarkan kebijakan yang merugikan sekolah swasta, termasuk sekolah berbasis keagamaan dan ormas Islam.

Baca juga: SMKN 4 Bandung Tambah Murid PAPS Sesuai Keinginan Dedi, Menyesuaikan Ruangan Kelas

Pada poin keempat, PUI Jabar mengungkap, kebijakan Dedi ini berdampak pada turunnya jumlah siswa baru di sekolah swasta karena siswa dialihkan ke sekolah negeri, sehingga secara otomatis menurunkan keberlangsungan operasional sekolah swasta, termasuk lembaga pendidikan milik PUI dan ormas Islam lainnya.

Bukan itu saja, juga menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan swasta 

Pada poin kelima, kebijakan PAPS dinilai tidak sesuai dengan prinsip pemerataan dan keadilan pendidikan. Kebijakan PAPS dinilai cenderung diskriminatif karena hanya menguntungkan sekolah negeri, padahal sekolah swasta memiliki kontribusi besar dalam menampung siswa dari latar belakang keluarga tidak mampu. 

Atas apa yang dipaparkan itu, PUI Jawa Barat mendesak agar PAPS direvisi dan dievaluasi secara menyeluruh

PUI Jawa Barat mendesak Gubernur dan Dinas Pendidikan Jawa Barat melibatkan sekolah swasta secara resmi dan aktif dalam pelaksanaan PAPS, memberikan subsidi/BOSDA/insentif bagi sekolah swasta yang menerima siswa PAPS, melakukan evaluasi transparan dan terbuka terhadap data dan pelaksanaan PAPS di 
lapangan. Selain itu menghentikan skema penempatan sepihak tanpa komunikasi dengan sekolah swasta.

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, pun diminta meninjau ulang kebijakan PAPS secara menyeluruh dan melibatkan sekolah swasta, serta meminta DPRD Jawa Barat mengawal kebijakan ini agar adil, transparan, dan tidak merugikan pihak manapun.

Baca juga: SMAN 7 Bandung Kekurangan Puluhan Pasang Meja dan Kursi Akibat Penambahan Kuota PAPS

Alasan Dedi Mulyadi

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengungkapkan menambah jumlah siswa dari 36 menjadi 50 setiap rombel karena negara meminta rakyatnya untuk sekolah. Maka, menurutnya, sudah menjadi tugas pemerintah menyediakan fasilitas dan kemudahan untuk warganya mendapat pendidikan. 

“Negara tidak boleh menelantarkan warganya sehingga tidak bersekolah. Jangan sampai warga mendaftar capek-capek ingin sekolah, tapi negara tidak memfasilitasi. Maka saya sebagai Gubernur Jabar bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak di Jabar. Saya tidak menginginkan anak-anak Jabar putus sekolah,” ujar Dedi, Kamis. 

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved