Sindikat Jual Beli Bayi di Jabar

Banyak Bayi yang Dijual ke Singapura dari Bandung, DP2KBP3A Soroti Pentingnya Perlindungan Anak

Dalam kasus perdagangan bayi, mayoritas bayi yang dijual ke Singapura itu berasal dari wilayah Kabupaten Bandung.

Kolase Tribun Jabar
PENJUALAN BAYI - Kasus penjualan bayi yang baru-baru ini diungkap oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Barat. 

Laporan Wartawan Tribunjabar.id, Adi Ramadhan Pratama 

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Bandung menanggapi serius kasus penjualan bayi yang baru-baru ini diungkap oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Barat. 

Dalam kasus perdagangan manusia atau human trafficking tersebut, diketahui bahwa mayoritas bayi yang menjadi korban dijual ke Singapura itu berasal dari wilayah Kabupaten Bandung.

Kepala DP2KBP3A Kabupaten Bandung, Muhammad Hairun mengatakan, pihaknya telah melakukan koordinasi dengan Polresta Bandung guna mendukung langkah-langkah penyelidikan dan perlindungan terhadap korban.

Baca juga: Satu Tersangka Jual Bayi ke Singapura Disebut Pegawai Dukcapil, Menteri Tito: Bisa Saja

"Kami kemarin juga sudah koordinasi dengan Polresta Bandung. Siapa pun yang menangani, yang penting anak-anak itu selamat dan bisa dikembalikan ke daerahnya masing-masing, terutama yang dari Kabupaten Bandung," ujarnya kepada Tribun Jabar pada Kamis (17/7/2025).

Hairun menegaskan, aspek perlindungan anak seharusnya tidak hanya dimaknai setelah anak lahir, tetapi harus dimulai sejak masa kehamilan. 

Dalam konteks ini, keluarga harus menjadi unsur terpenting dalam mencegah terjadinya kekerasan atau eksploitasi terhadap anak.

"Yang namanya anak itu sejak dari dalam kandungan sudah harus kita lindungi. Semua hak-haknya harus dipenuhi. Termasuk salah satunya hak untuk tidak dijual, tidak mengalami kekerasan. Itu bagian dari perlindungan yang melekat," katanya.

Dirinya menambahkan, masa usia anak, sesuai ketentuan, berlangsung hingga usia 15 tahun. Selama itu, pemerintah dan masyarakat wajib memastikan setiap anak tumbuh dalam lingkungan yang aman dan terlindungi.

Menurut Hairun, kasus penjualan bayi menunjukkan adanya persoalan serius di tingkat keluarga. 

Dirinya mempertanyakan bagaimana mungkin keluarga bisa sampai pada titik tega menjual bayinya sendiri. Situasi tersebut, kata Hairun, mencerminkan adanya kerentanan dalam struktur dan fungsi keluarga.

"Semuanya kembali ke keluarga. Kenapa seorang ibu bisa tega menjual anaknya? Ada masalah apa di situ? Kita harus cari tahu dan cegah agar tak terulang," ucapnya.

Baca juga: Dinsos Kota Bandung Akan Cari Keberadaan Orangtua Kandung Bayi Korban Perdagangan ke Singapura

Oleh karena itu, dirinya menyebutkan bahwa DP2KBP3A terus memberikan edukasi kepada masyarakat melalui tim lapangan, khususnya tentang pencegahan kerentanan keluarga dan pentingnya ketahanan sosial-ekonomi.

Hairun juga menyinggung lemahnya pengawasan dan deteksi dini dalam sistem pelayanan kesehatan ibu dan anak. Padahal, menurutnya, ibu hamil biasanya rutin datang ke puskesmas, dan idealnya kondisi ibu dan janin bisa dipantau secara berkala.

"Minimal enam kali selama masa kehamilan, ibu pasti periksa ke puskesmas. Nah, seharusnya bisa terdeteksi sejak awal kalau ada kejanggalan. Apakah anaknya masih ada? Ada rencana apa setelah melahirkan? Itu semua bisa dimonitor," ujarnya.

Sumber: Tribun Jabar
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved