Heran, Produksi Surplus Tapi Harga Beras Tinggi di Atas HET, Khudori: Pemerintah Sibuk Menumpuk

Di tengah klaim pemerintah soal produksi beras yang melimpah, harga beras justru terus menanjak dan bertahan di atas Harga Eceran Tertinggi (HET).

Penulis: Nappisah | Editor: Kemal Setia Permana
tribunjabar.id / Nazmi Abdurrahman
DI ATAS HET - Foto ilustrasi penjual beras di Pasar Gedebage, Kota Bandung, Sabtu (12/7/2025). Di tengah klaim pemerintah soal produksi beras yang melimpah, harga beras justru terus menanjak dan bertahan di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) selama lebih dari setahun.  

Khudori memaparkan, sejak Bapanas berdiri, HPP gabah sudah naik tiga kali, dengan akumulasi kenaikan hingga 47,3 persen. Harga pembelian beras di gudang Bulog juga naik sekitar 40 persen. Namun HET hanya naik dua kali dan tertinggal jauh.

“Ketidakseimbangan insentif ini membuat pelaku usaha di hilir buntung. Terutama penggilingan dan pedagang beras,” ujarnya.

Dari sisi keuntungan, Khudori mengakui bahwa petani saat ini menikmati margin cukup besar. Berdasarkan hitungan Bapanas, ongkos produksi gabah Rp4.836/kg. Dengan harga jual Rp6.500/kg, margin petani bisa mencapai 34 persen.

“Ini salah satu margin paling menjanjikan. Petani jelas diuntungkan,” ujarnya.

Namun di sisi lain, penggilingan baik kecil maupun besar mengaku tidak sanggup bertahan. 

“Saya komunikasi dengan penggilingan dari berbagai daerah. Banyak yang sudah berhenti produksi. Bahkan Belitang yang skala besar pun ikut berhenti. Kalau ini terus dibiarkan, sistem tata niaga kita bisa kolaps,” ujarnya.

Khudori juga mengungkap bahwa per Mei 2025, Bulog mencatatkan potensi kerugian hingga Rp4,3 triliun karena membeli beras mahal namun tidak bisa menyalurkannya ke pasar. Stok Bulog kini disebut mencapai 4,3 juta ton, namun penyalurannya masih minim.

“Kalau target akhir tahun stok tinggal 1,2 juta ton, artinya dalam lima bulan ke depan Bulog harus menyalurkan sekitar 3 juta ton. Itu berarti 500–600 ribu ton per bulan. Tidak mudah. Kalau tidak tersalurkan, akan terjadi susut, turun mutu, bahkan risiko rusak,” katanya.

Penyaluran bantuan pangan baru menyentuh 370 ribu ton, dan SPHP ditargetkan 1,3 juta ton. Namun menurut Khudori, serapan ke pasar sangat tergantung pada daya beli dan kebutuhan konsumen.

“Jangan sampai stok tinggi hanya jadi angka pencitraan. Kalau tidak disalurkan, harga tetap tinggi. Apa gunanya stok besar bagi rakyat?” ujarnya.

Menurutnya, ada tujuh langkah korektif untuk memperbaiki situasi:

1. Segera salurkan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) untuk bantuan pangan dan operasi pasar.

2. Sesuaikan HET beras agar realistis dengan struktur biaya.

3. Naikkan harga pembelian beras bulk agar menarik bagi swasta.

4. Hentikan pengadaan beras sistem maklun yang dinilai mahal dan tidak efisien.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved