Daftar 13 Merek Beras yang Diduga Oplosan, Mutu Tak Sesuai, Potensi Rugikan konsumen sampai Rp 99 T
Rupanya beras-beras oplosan tersebut melanggar aturan mutu dan takaran. Setidaknya ada 13 merek beras oplosan yang ditemukan beredar di pasaran.
Dari 76 merek yang diuji, sebanyak 88 persen tidak sesuai mutu, 95 persen melampaui HET, dan 10 persen tidak sesuai takaran.
Temuan ini diperoleh melalui pengujian di 13 laboratorium dan akan segera diverifikasi ulang.
Baca juga: Mengejutkan, 212 Merek Beras Diduga Oplosan, yang Biasa Diklaim Premium, Potensi Rugi Rp1.000 T
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyoroti anomali atau kejanggalan harga beras yang tinggi di pasar, padahal data produksi menunjukkan stok nasional berlimpah.
Berdasarkan laporan terbaru, produksi beras nasional diperkirakan mencapai 35,6 juta ton, melampaui target 32 juta ton.
Kata Amran, pemerintah tak akan tinggal diam dan siap menindak tegas pihak-pihak yang merugikan masyarakat.
“Kami mengajak semua pelaku usaha beras untuk segera koreksi. Ini tidak boleh dibiarkan dan harus dihentikan mulai hari ini,” kata Amran, dalam konferensi pers di kantor Kementerian Pertanian, Jakarta, Kamis (26/6/2025), dikutip dari Tribunnews.
Pengamat Pertanian Center of Reform on Economic (CORE) Eliza Mardian merespons soal hasil investigasi Kementerian Pertanian soal peredaran 212 merek beras yang diduga tidak memenuhi standar mutu, takaran, dan harga eceran tertinggi (HET).
Eliza menilai, temuan adanya 85,56 persen beras premium dan 88,24 persen beras medium tidak sesuai regulasi menunjukkan lemahnya penegakan hukum dan pengawasan terhadap standar mutu.
Selain itu, ia mengatakan, praktik oplosan yang dianggap "biasa" di pasar-pasar induk mengindikasikan normalisasi pelanggaran, yang menunjukkan kegagalan dalam sistem pengawasan pasar dan rendahnya risiko hukuman bagi pelaku.
"Jadi memang perlu efek jera, misal mencabut izin usaha atau denda berkali-kali lipat," kata Eliza, saat dihubungi, Kamis (26/6/2025).
Eliza kemudian menuturkan, praktik oplosan yang marak dapat mengurangi kepercayaan konsumen terhadap pasar beras dan institusi pengawas.
Hal ini, menurutnya, dapat memicu keresahan sosial karena beras merupakan komoditas yang "sensitif", sebab bisa menentukan stabilitas ekonomi sosial.
Selain itu, katanya, pasar beras di Indonesia cenderung oligopolistik di tingkat distribusi dan ritel, dimana margin keuntungan terbesar diserap di middleman rantai distribusi, sementara keuntungan yang didapatkan petani sendiri tidak sampai 40 persen dari nilai tambah produk tersebut.
Tak hanya itu, Eliz menyoroti, kejadian adanya beras oplosan mencerminkan kegagalan pasar yang disebabkan oleh asimetri informasi antara pedagang dan konsumen.
Ia mengatakan, di satu sisi konsumen tidak memiliki akses penuh terhadap informasi mengenai kualitas, komposisi, atau asal-usul beras yang mereka beli. Hal tersebut yang kemudian dimanfaatkan pedagang.
| Daftar Pelanggaran yang Disasar dalam Operasi Zebra 2025 di Jabar, Digelar Mulai Senin 17 November |
|
|---|
| Satgas Temukan Puluhan Pedagang Jual Beras di Atas HET di Bekasi dan Jakarta, Ancam Cabut Izin Usaha |
|
|---|
| Di Balik Kasus Fidusia Ibu Menyusui, Neni Sering Dipaksa Cari Utangan dan Hadapi Kreditur oleh Suami |
|
|---|
| BREAKING NEWS: Pejabat Penting Kota Bandung Terkena OTT? Diperiksa Kejaksaan terkait Pelanggaran |
|
|---|
| Kementan Naikkan HET Pupuk, Pengecer di Ciamis Mulai Mengeluh Hingga Ancam Ganggu Rantai Distribusi |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jabar/foto/bank/originals/Ilustrasi-beras-premium.jpg)