8 Ciri Beras Asli dan Oplosan menurut Pakar IPB Prof Tajuddin Bantacut, Terasa Manis setelah Dimasak

Pakar teknologi industri Pertanian IPB Prof Tajuddin Bantacut menyebut, ciri-ciri beras oplosan bisa dilihat secara kasat mata.

Editor: Ravianto
tribunjabar
CIRI BERAS ASLI DAN OPLOSAN - (ILUSTRASI) Salah satu penjual beras di Bandung. Berikut ciri-ciri beras asli yang dikutip dari laman Kementerian Pertanian: 

TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Kementerian Pertanian bersama Satgas Pangan menemukan 212 merek beras yang produknya tidak sesuai standard atau berisi beras oplosan.

Untuk itu, masyarakat perlu jeli ketika hendak membeli beras.

Pakar teknologi industri Pertanian IPB Prof Tajuddin Bantacut menyebut, ciri-ciri beras oplosan bisa dilihat secara kasat mata.

  1. warna tak seragam
  2. butiran ukurannya berbeda
  3. tekstur nasi jadi lembek setelah dimasak

"Masyarakat harus mewaspadai beras yang terlihat tidak biasa, berwarna aneh, atau berbau," kata dia dalam keterangan tertulisnya Sabtu (12/7/2025).

Bahkan, ada beras oplosan yang ditemukan dalam keadaan dicampur dengan bahan tambahan lain seperti zat pewarna atau pengawet berbahaya.

Beras seperti ini dapat membahayakan kesehatan jika dikonsumsi dalam jangka panjang.

BERAS OPLOSAN - Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menemukan 212 merk beras yang dioplos.
BERAS OPLOSAN - Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menemukan 212 merk beras yang dioplos. (Reynas Abdila/tribunnews)

Dengan demikian, Prof Tajuddin mengingatkan, untuk tidak membeli beras tanpa label atau dari sumber yang tidak jelas.

Cuci beras sebelum dimasak dan perhatian jika bila benda asing yang mengambang.

Perihal daya simpan, idealnya beras hanya disimpan maksimal enam bulan agar kualitasnya tetap terjaga.

Baca juga: Daftar Lengkap 26 Merek Beras Oplosan dan Siapa Produsennya, dari Setra Ramos sampai Raja Ultima

Jika terlalu lama maka berisiko rusak.

Beras yang disimpan melebihi masa idealnya sebaiknya tidak lagi dikonsumsi terlebih ketika dari penampakan fisiknya saja sudah rusak parah.

Ia menambahkan, terdapat tiga jenis beras yang oplosan yang beredar di masyarakat.

Pertama, beras campuran yang dicampur dengan bahan lain seperti jagung. Jenis ini secara umum ditemukan di beberapa daerah.

Kedua, beras “blended” atau campuran beberapa jenis beras untuk memperbaiki rasa dan tekstur.

Ketiga, beras yang dicampur dengan bahan tidak lazim atau sudah rusak, kemudian dikilapkan atau dipoles ulang agar tampak bagus kembali, padahal mutunya sudah menurun.

"Masyarakat harus lebih cermat saat membeli beras dan waspada terhadap penipuan kualitas ini," ungkap dia.

Berikut ciri-ciri beras asli yang dikutip dari laman Kementerian Pertanian:

  1. Ukuran beras lebih gemuk ada guratan.
  2. Beras asli tampak bening namun terdapat warna putih susu di tengah-tengahnya.
  3. Tekstur cenderung kasar saat dipegang.
  4. Beras asli akan menyerap air saat dimasak.
  5. Jika dimasukkan ke penanak nasi, tekstur akan berubah jadi lembut.
  6. Saat dimasak akan mengeluarkan aroma harum karena HO2
  7. Sesudah dimasak akan terasa manis saat dimakan karena kandungan glukosa dan karbohidratnya
  8. Beras asli direndam dalam air maka airnya akan berwarna lebih putih.

Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman, mengatakan 212 merek itu ditemukan tak sesuai dengan regulasi yang berlaku.

Salah satu modus yang ditemukan adalah pencantuman label yang tidak sesuai dengan kualitas beras sebenarnya atau sering disebut oplosan.

Amran mencontohkan, sebanyak 86 persen dari produk yang diperiksa mengklaim sebagai beras premium atau medium, padahal hanya beras biasa.

Ada pula modus pelanggaran yang mencakup ketidaksesuaian berat kemasan, di mana tertulis 5 kilogram (kg) namun hanya berisi 4,5 kg.

"Artinya, beda 1 kg bisa selisih Rp2.000-3.000/kg. Gampangnya, misalnya emas ditulis 24 karat, tetapi sesungguhnya 18 karat. Ini kan merugikan masyarakat Indonesia,"
kata Amran di Makassar, Sabtu (12/7/2025).

Akibat praktik kecurangan itu menurut Amran, kerugian yang diderita masyarakat tak tanggung-tanggung. Nilainya ditaksir mencapai Rp99,35 triliun setiap tahun.

”Selisih harga dari klaim palsu ini bisa mencapai Rp1.000 hingga Rp2.000 per kilogram. Jika dikalikan dengan volume nasional, potensi kerugian masyarakat bisa mencapai hampir Rp100 triliun,” 

"Ini terjadi setiap tahun. Kalau kita akumulasi dalam 10 tahun, nilainya bisa tembus Rp 1.000 triliun," ungkap Amran.(*)

Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved