Krisis Profesionalisme dalam Sistem Kesehatan: Saat Suara Dokter Dibungkam
Dalam negara demokratis yang sehat, ruang kritik profesional adalah fondasi penting bagi tata kelola yang adaptif.
Tenaga dokter anak subspesialis adalah sumber daya kesehatan yang sangat langka.
Berdasarkan data Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), per 2023 jumlah subspesialis anak aktif di Indonesia masih di bawah 1.000 orang, dan distribusinya sangat timpang: 70 persen terkonsentrasi di Pulau Jawa dan kota besar.
Menghapus mereka dari tempat praktik tanpa justifikasi kebutuhan layanan berarti menghilangkan akses masyarakat terhadap layanan kritikal, seperti kardiologi pediatrik, subbidang yang membutuhkan pelatihan lebih dari 12 tahun sejak pendidikan kedokteran dasar.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut bahwa ketimpangan distribusi tenaga kesehatan adalah salah satu penyebab utama kegagalan sistem kesehatan primer dan meningkatnya angka kematian anak di negara berkembang (Global Strategy on Human Resources for Health, 2030).
Profesionalisme Kesehatan Harus Berdiri di Atas Ilmu, Bukan Politik
Pendidikan kedokteran dan penugasan tenaga kesehatan bukanlah domain politik kekuasaan. Ini adalah bagian dari kontrak sosial antara negara dan rakyat yang mengamanahkan keselamatan jiwa kepada mereka yang terlatih dan berintegritas.
Saat dokter kehilangan hak untuk menyampaikan kondisi sistemik yang rusak karena takut dibalas, maka profesionalisme telah dikompromikan.
Dalam konteks etika publik, tindakan semacam ini melanggar asas accountability to the profession and to the public yang menjadi dasar praktek kedokteran di semua sistem hukum modern (lihat: World Medical Association Declaration of Geneva, revisi 2017).
Ajakan Terbuka: Kembalikan Rasionalitas dan Etika dalam Tata Kelola Kesehatan
Kami menyerukan kepada:
Kementerian Kesehatan RI untuk melakukan audit menyeluruh dan terbuka atas kebijakan penempatan dan pemberhentian tenaga subspesialis yang tidak berbasis kebutuhan pelayanan.
Organisasi profesi untuk memperkuat mekanisme perlindungan hukum dan etik bagi anggota yang menjadi korban ketidakadilan struktural.
Masyarakat akademik dan kampus kedokteran untuk tidak diam, dan ikut mengawal otonomi keilmuan dari intervensi kekuasaan yang tidak berbasis pada bukti dan logika kesehatan masyarakat.
Penutup: Ketika Dokter Dibungkam, Maka Pasien Kehilangan Suara
Kami tidak sedang memperjuangkan kepentingan personal. Kami sedang memperjuangkan satu prinsip mendasar dalam demokrasi: bahwa yang berbicara demi publik tidak boleh dibungkam oleh kekuasaan.
Jika hari ini dokter subspesialis yang jujur diberangus, maka besok, masyarakat akan kehilangan hak untuk mendapat layanan terbaik.
Dan negara akan kehilangan salah satu pilar terpenting dalam membangun masa depan: kesehatan anak Indonesia, cikal bakal generasi penerus bangsa ini.
Penataan Jatinangor hingga Jalan Ambles Surian Jadi Usulan Bupati Sumedang ke KDM |
![]() |
---|
Wabup Fajar Aldila Lepas Ekspor Jaring Sabut Kelapa Kreasi Warga Binaan Lapas Kelas II B Sumedang |
![]() |
---|
Irjen Kemenag Sampaikan Arahan dari Menteri Agama Saat Pembinaan ASN di Kanwil Jabar |
![]() |
---|
UKM dan Startup Sangat Perlu Chatbot Semacam OCA AI Plus |
![]() |
---|
Dihadapan Irjen, Kakanwil Sampaikan Tantangan yang Dihadapi Kemenag Jabar |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.